Futoko dan Cara Pemerintah Jepang Mengatasinya
Selasa, 2 April 2024 06:36 WIBPendidikan di Jepang telah mengalami masa reformasi yang sangat panjang. Pendidikan di Jepang masih bersifat tradisional dan dioperasikan dengan cara yang sederhana. Di balik keberhasilan sistem pendidikan Jepang, muncul fenomena siswa di sekolah tidak mengikuti kegiatan belajar untuk waktu yang cukup lama alias Futōkō.
Jepang memiliki sistem pendidikan terbaik di antara negara-negara maju lainnya. Hal ini dapat terlihat dari bagaimana Jepang berhasil mengembangkan sumber daya manusia yang unggul. Sebelum menjadi sistem Pendidikan yang modern seperti sekarang, Pendidikan di Jepang telah mengalami masa reformasi yang sangat panjang.
Pendidikan di Jepang masih bersifat tradisional dan dioperasikan dengan cara yang sederhana. Jepang memiliki keyakinan yang mendalam terkait pendidikan, Dimana Jepang menganggap pendidikan adalah sebuah peran penting dalam perkembangan sistem pendidikan yang mereka miliki.
Di balik keberhasilan sistem pendidikan di Jepang, terjadi sebuah fenomena siswa di sekolah tidak mengikuti kegiatan belajar di sekolah untuk waktu yang cukup lama. Dan fenomena ini disebut dengan Futōkō. Menurut MEXT (Minister of Education, Culture, Sports, Science, and Technology) atau Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains dan Teknologi Jepang pada tahun 2022 dimaknai sebagai situasi Dimana siswa atau pelajar tidak datang ke sekolah dalam waktu yang cukup lama dan mengalami kesulitan bersekolah karena adanya beban psikis ataupun hal-hal lain yang mengakibatkan siswa tersebut tidak dapat masuk sekolah.
Futōkō berasal dari kata fu (不) yang artinya tidak dan tōkō (登校) yang berarti masuk sekolah. Jika diartikan secara harfiah Futōkō memiliki arti tidak masuk sekolah. Jepang memiliki beberapa undang-undang terkait fenomena Futōkō ini. Salah satunya adalah Undang-Undang Pasal 2 nomor 3 tentang menjamin kesempatan pendidikan setara dengan pendidikan umum pada umumnya. Dalam pasal 2 nomor 3 UU Menteri Pendidikan disebutkan bahwa Futōkō adalah siswa yang tidak masuk sekolah dalam waktu yang cukup lama dan mengalami kesulitan bersekolah karena adanya beban psikis yang berkaitan dengan hal tersebut. seperti kehidupan berkelompok atau sebab-sebab lainnya.
Peraturan Menteri Pendidikan mendefinisikan keadaan sulit sekolah adalah keadaan Dimana siswa tidak mampu atau tidak dapat bersekolah karena faktor atau latar belakang tertentu, (tidak termasuk kasus karena sakit atau alasan ekonomi). Hal ini dimaksudkan untuk mengecualikan kasus-kasus yang disebabkan oleh penyakit atau alasan ekonomi; seperti, jika seorang siswa tidak dapat atau tidak hadir karena tidak hanya sakit tetapi juga terdapat faktor psikologis, pemerintah siap memberikan dukungan penuh pada siswa tersebut.
Pada tahun ajaran 2022, jumlah siswa yang tidak bersekolah di SD Negeri, SMP Negeri dan swasta kurang lebih sebanyak 299.000 orang siswa belum menerima konseling di dalam atau di luar sekolah, sekitar 59.000 siswa telah absen selama 90 hari atau lebih (tertinggi yang pernah ada) dan hal ini menjadi masalah yang mendesak dalam hal bimbingan siswa. Selain itu, terdapat kurang lebih 60.000 siswa yang tidak bersekolah di SMA Negeri maupun swasta, Dimana kurang lebih 25.000 siswa belum mendapatkan penyuluhan baik di dalam maupun di luar sekolah, dari jumlah tersebut siswa yang tidak masuk sekolah lebih dari 90 hari sebanyak 4.000 siswa.
Dalam keadaan seperti ini, Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menyusun dan mengumumkan “Paket Penanggulangan Darurat untuk Ketidakhadiran di Sekolah dan Penindasan” pada tanggal 17 oktober 2020, pemerintah juga mengumumkan “Kebijakan Ekonomi Komprehensif untuk Mengatasi Deflasi Sepenuhnya”. Tindak penanggulan ini menunjukkan arah Upaya deteksi dini, dukungan dini, dan kelanjutan pembelajaran bagi anak-anak yang tidak bersekolah.
Menteri Pendidikan Jepang juga akan menyediakan pendidikan yang secara khusus disusun dengan mempertimbangkan kondisi aktual siswa yang tidak bersekolah. Berikut penjelasan secara garis besar tentang sekolah yang menyediakan pendidikan tersebut.
- Garis Besar Sistem
Dalam kasus-kasus di mana dianggap perlu untuk mengatur dan menerapkan kurikulum khusus yang mepertimbangkan kurikulum khusus yang mempertinmbangkan kondisi actual siswa yang tidak bersekolah, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Ilnu Pengetehuan dan Teknologi menetapkan, sesuai dengan Pasal 56 Peraturan Penegakan Hukum Pendidikan Sekolah (seperti yang diterapkan secara mutatis mutandis pada Pasal 79 (sekolah menengha pertama), Pasal 79-6 (sekolah wajib belajar), Pasal 86 (sekolah menengah atas), dan Pasal 108 (sekolah pendidikan menengah)) kurikulum khusus untuk diatur dan diterapkan di sekolah-sekolah tertentu tanpa mengikuti standara kurikulum. “Proyek Fleksibilitas Kurikulum terkait Pendirian Sekolah bagi Anak-anak yang Tidak Bersekolah”, merupakan Tindakan khusus berdasarkan peraturan yang diatur dalan Pasal 2 ayat 3 Undang-Undang Kawasan Khusus Reformasi Struktural (UU No. 189 Tahun 2002). Berdasarkan keputusan cabinet (10 Desember 2004), sebagian Peraturan Pemberlakuan Undang-Undang Pendidikan Sekolah diubahn hingga dapat dilaksanakan tanpa mengikuti prosedur dalam Undang-Undang Pendidikan Sekolah Dasar tanggal 6 Juli 2005.
- Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai penunjukan
- Mengenai absensi siswa, definisi ketidakhadiran selama 30 hari atau lebih per tahunnya, seperti dalam survey Kementrian Pendidikan dapat dijadikan sebagai acuan. Tetapi keputusan akhir mengenai hal ini berada pada sekolah dan organisasi terkait.
- Kurikulum pendidikan khusus adalah kurikulum yang disusun berdasarkan asas Undang-Undang Dasar Pendidikan berupaya mencapai tujuan pendidikan sekolah yang ditetapkan, dengan tidak mengikuti prosedur ketentuan peraturan pemberlakuannya.
- Penerapan kurikulum pendidikan khusus mengharuskan adanya pertimbangan yang akan diberikan pada siyuasi aktual anak-anak yang tidak bersekolah. Disarankan untuk merancang cara-cara pengajaran seperti dukungan (kunjungan rumah, dukungan kepada orang tua, dan lain sebagainya) serta penerapan aktif program pembelajaran di luar sekolah.
- Kurikulum pendidikan khusus dapat diselenggarakan pada sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Jika sekolah-sekolah tersebut ingin menerapkan kurikulum khusus harus menerima penunjukan sebagai sekolah yang memerlukan kurikulum khusus untuk diterapkan dan memberikan pendidikan sebelum sekolah tersebut disetujui. Sekolah sekolah yang menerima atau mendapat penunjukan penerapan kurikulum khusus akan diumumkan di website Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MEXT).
Beberapa sekolah yang menerapkan kurikulum khusus di Jepang yaitu, SD dan SMP Takaosan Gakuen Kota Hachioji, Tokyo yang dibuka pada bulan April 2004. Mereka memulai pembeljaran komprehensif dari kelas 4 hingga kelas 3 SMP, mereka menyediakan kelas eksperensial (olahraga, budaya, manufaktur, dan lain-lain) yang tidak terbatas pada materi Pelajaran yang disesuaikan dengan minat dan motivasi individu sebagai “pembelajaran khusus”, ditetapkan 4 jam dalam seminggu. SMP Rafuku Kota Kyoto yang dibuka pada bulan Oktober 2004. Mereka menerapkan aktivitas praktis yang berhubungan langsung dengan dunia nyata, serta aktivitas budaya, seni, dan manufaktur yang memanfaatkan karakteristik Kyoto.
SMP Seisa dibuka pada bulan April 2005, Prefektur Kanagawa, Kota Yokohama. Mereka membuat rencana pengajaran individu, mengatur kelas berdasarkan Tingkat Kemahiran, memperkenalkan pembelajran berdasarkan pengalaman dan menambahkan jumlah jam kelas untuk memberikan bimbingan. SMA NHK Gakuen dibuka pada April 2008, Kota Kunitachi, Tokyo. Mereka mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan kemandirian mereka, dan untuk meningkatkan motivasi mereka dalam beraktivitas dan belajar dengan mengumpulkan pengalaman pencapaian melalui pembelajaran praktis dan pengalaman melalui “Pelatihan Gaya Hidup” dan “Mata Pelajaran Teknik Kejuruan”.
Berdasarkan Undang-Undang Pasal 2 nomor 3 yang menjamin kesempatan pendidikan setara dengan pendidikan umum bagi siswa Futōkō. Futōkō sendiri didefinisikan sebagai siswa yang tidak masuk sekolah dalam waktu yang cukup lama dan mengalami kesulitan bersekolah karena beban psikis atau sebab lainnya. Pemerintah memberikan dukungan pada siswa-siswa ini, karena pada tahun 2022 jumlah siswa yang tidak bersekolah mencapai angka yang signifikan dan memunculkan masalah bimbingan siswa yang mendesak.
Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menanggapi dengan meranvang “Paket Penanggulangan Darurat untuk Ketidakhadiran di Sekolah dan Penindasan” Kementrian menyediakan pendidikan khusus yang mempertimbangkan kondisi aktual siswa yang tidak bersekolah, dengan beberapa sekolah telah menerima penunjukan untuk menerpakan kurikulum khusus ini. Kurikulum khusus ini disusun dengan memperhatikan situasi individual siswa dan mendiorong pengajaran yang aktif di luar sekolah.
Daftar Pustaka
Dwi, E. (30 Maret 2023). Futōkō di Jepang, Fenomena Enggannya Anak-anak untuk Pergi Sekolah. Kumparan.
Ministry Of Education Culture Sports Science and Technology Japan.
(https://www.mext.go.jp/a_menu/shotou/seitoshidou/1387004.htm)
Ministry Of Education Culture Sports Science and Technology Japan.
(https://www.mext.go.jp/a_menu/shotou/seitoshidou/1397860.htm)
Ministry Of Education Culture Sports Science and Technology Japan 2017.
(https://www.mext.go.jp/a_menu/shotou/seitoshidou/1397799.htm)
Ministry Of Education Culture Sports Science and Technology Japan 2020.
(https://www.mext.go.jp/a_menu/shotou/seitoshidou/1422155_00001.htm)
Prakoso, G, D. et.al. Fenomena Futōkō di Kalangan Pelajar Jepang (Berdasarkan Data 2015-2019). (01 September 2022). Jurnal Bahasa dan Budaya Jepang, Vol. 05, 40-49.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Futoko dan Cara Pemerintah Jepang Mengatasinya
Selasa, 2 April 2024 06:36 WIBObon Matsuri, Perayaan Untuk Menyambut Roh Leluhur di Jepang
Jumat, 3 November 2023 09:41 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler