x

Iklan

Adella Fiahsani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 Oktober 2023

Rabu, 3 April 2024 19:05 WIB

Seikatasu kaizen : Reformasi Pola Kehidupan Jepang Masa Perang

Restorasi Meiji merupakan titik balik kehidupan masyarakat Jepang menjadi negara maju dan modern. Namun, upaya yang dilakukan tidaklah mudah. Hampir satu abad masyarakat Jepang berusaha memperbaiki pola kehidupan mereka untuk bisa menjadi seperti saat ini. Seikatsu kaizen adalah reformasi pola hidup di Jepng yang sifatnya fleksibel sesuai dengan permasalahan dan perkembangan Jepang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Zaman Meiji adalah zaman Jepang yang berlangsung sejak 25 Januari 1868 - 30 Juli 1919. Pada zaman Meiji, terdapat peristiwa besar yang mengubah pola kehidupan Jepang yang semula mengisolasi diri dari dunia luar dan tertinggal hingga menjadi negara modern seperti saat ini.

Peristiwa yang menjadi titik balik kehidupan Jepang ini disebut Restorasi Meiji. Penyebabnya adalah negara Barat terutama Amerika Serikat yang dipimpin Komodor Perry memaksa Jepang membuka pelabuhan dengan tujuan perdagangan. Alhasil, Shogun Tokugawa menyetujui desakan negara Barat dan membuka diri dari dunia luar. Hal ini memicu kemarahan masyarakat dan Bakufu (pemerintahan Shogun) mengalami kemunduran. Kepercayaan masyarakat menurun dan Shogun menyerahkan kekuasaannya kepada Kaisar Meiji. Dualisme kepemimpinan Jepang pun berakhir serta seluruh kekuasaan kembali ke kaisar.

Pemerintahan Era Meiji mengumumkan 5 falsafah negara baru yaitu :

  1. Libatkan publik dalam diskusi dan dalam mengambil semua keputusan;
  2. Seluruh elemen masyarakat bersatu dan proaktif terlibat dalam tugas kenegaraan;
  3. Seluruh rakyat proaktif mengejar cita-cita masing-masing;
  4. Buang tradisi lama yang sudah ketinggalan zaman dan menghambat kemajuan; segala hal harus diputuskan berdasarkan hukum keadilan universal;
  5. Kejar ilmu pengetahuan ke seluruh dunia demi kejayaan negara.
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemerintah Meiji saat itu berkeinginan untuk membuang tradisi lama dan mengejar ilmu pengetahuan demi kemajuan dan kejayaan Jepang. Pemerintah paham karena Jepang terlalu lama mengisolasi diri dari dunia luar  sehingga Jepang menjadi negara yang tertinggal ditambah tekanan militer dan ekonomi membuat Jepang terdesak. Untuk itu, Jepang berusaha untuk mengubah pola kehidupan mereka agar menjadi negara yang maju seperti negara Barat dan Jepang pun menjadikan negara-negara Eropa dan Amerika sebagai panutan untuk perubahan. Disinilah Seikatsu Kaizen penting untuk diterapkan.

Seikatsu Kaizen adalah reformasi kehidupan di Jepang yang mulanya negara tertinggal menjadi negara maju dan modern. Upaya-upaya yang dilakukan Jepang untuk menjadi negara modern seperti saat ini tidaklah mudah karena membutuhkan setidaknya hampir satu abad untuk berubah dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai contoh, penerapan Seikatsu Kaizen diterapkan melalui pendidikan seperti siswa sekolah dasar yang dididik betapa pentingnya tepat waktu. Walaupun tampak sepele tetapi hal basic seperti tepat waktu sulit dilakukan oleh sebagian orang sehingga penting mendidik anak sejak dini agar kedepannya menjadi individu yang disiplin.

Seikatsu Kaizen tidak hanya diterapkan pada kehidupan ‘normal’ sehari-hari tetapi juga diterapkan saat Jepang mengalami kondisi genting seperti di masa peperangan. Saat terjadi perang tentu menimbulkan berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakat. Pada bulan Juli tahun 1937, pasukan militer Jepang mengirim pasukan dalam jumlah yang besar ke medan perang di daratan Tiongkok. Hal ini menyebabkan orang-orang yang bekerja di sektor pertanian, jasa, dan industri semakin berkurang sedangkan pemerintah mengeluarkan dana dengan nominal besar demi operasi militer. Untuk mencegah menurunnya produktivitas dan mengintensifkan penerimaan pajak, pemerintah mengeluarkan Undang-undang mobilisasi massa.

  1. Hidup hemat

Saat perang dengan Tiongkok dimulai, pada Agustus tahun 1937, pemerintah mengeluarkan Undang-undang Mobilisasi Spiritual Nasional sebagai instruksi ditujukan pada unit swasta seperti perusahaan, bank, pabrik, dan lain-lain agar membuat dan melaksanakan rencana kerja masing-masing demi tercapainya produktivitas maksimum serta instruksi kepada Tonarigumi (Rukun Tetangga) agar warga menjalankan pola hidup hemat dan rajin bekerja. Individu yang berprestasi akan diberi penghargaan dan dijadikan panutan sedangkan individu yang malas dan boros akan mendapatkan sanksi sosial berupa julukan “tidak nasionalistik”.

Penjabaran dari instruksi tersebut contohnya; resepsi pernikahan ditiadakan termasuk larangan menjual perlengkapan resepsi pernikahan di toserba, model pakaian wajib sederhana dan sebisa mungkin memakai pakaian yang ada  (tidak beli atau menjahit yang baru), remaja putra semuanya dicukur plontos, semua lampu neon di tempat hiburan malam dimatikan demi menghemat Listrik, dan lain-lain.

  1. Wajib kerja

Medan perang yang semakin meluas menyebabkan semakin bertambahnya prajurit yang gugur dan pemerintah harus mengirim prajurit pengganti yaitu warga sipil dikerahkan ke medan pertempuran. Hal ini menyebabkan sektor produksi seperti pertanian, jasa, dan perusahaan kekurangan tenaga kerja. Demi menutupi kekurangan tenaga kerja, pemerintah mengeluarkan Undang-undang pada November tahun 1941 yaitu Undang-undang Wajib Kerja Nasional.

Instruksi dari undang-undang tersebut adalah laki-laki berumur 14 sampai 40 tahun dan perempuan yang berusia 14 sampai 25 tahun (belum menikah) diorganisir dan dipekerjakan di pabrik menggantikan pekerja atau buruh yang dikerahkan untuk berperang. Pada bulan Juni 1943, pemerintah mengeluarkan Undang-undang yang melarang laku-laki usia produktif untuk melakukan pekerjaan yang dapat dilakukan oleh perempuan. Pada masa akhir peperangan, para siswa SMP dikerahkan untuk bekerja. Pada pagi hari mereka berkumpul di sekolah lalu bersama-sama pergi ke pabrik untuk bekerja.

  1. Pembekalan keterampilan

Kehidupan masyarakat di Jepang pada sekitar tahun 1933 benar-benar mengalami penderitaan luar biasa seiring terjadinya krisis ekonomi yang melanda seluruh dunia (The Great Depression 1929-1939). Pada tahun 1937, Jepang memasuki masa perang sehingga diperlukan produksi senjata dan suku cadang dalam jumlah tetapi masyarakat yang berprofesi sebagai buruh dan teknisi telah dikerahkan ke medan perang sehingga pemerintah terpaksa  memindahkan pekerja sektor non-industri ke sektor industri. Para pekerja ini tentunya diberi pembekalan keterampilan karena mengoperasikan alat-alat industri tidaklah mudah. Selain itu, masyarakat yang dikirim ke medan pertempuran tentunya diberi pembekalan keterampilan pula seperti cara mengoperasikan alat-alat militer. Adanya pembekalan keterampilan selama masa perang, kualitas SDM masyarakat mengalami peningkatan sehingga menjadi ‘bekal’ untuk membangun perekonomian terutama sektor industri setelah Jepang kalah dalam perang.

  1. Rekreasi untuk Meningkatkan Produktivitas

Selama masa perang, masyarakat telah berpartisipasi dalam bidang produksi sehingga para pekerja merasa jenuh dan lelah. Sebagai solusi permasalahan ini, pemerintah Jepang memberi fasilitas rekreasi sebagai refreshing untuk mengembalikan semangat kerja. Negara lain seperti Eropa dan Amerika telah melaksanakan program rekreasi ini dan sudah meluas sampai lapisan masyarakat terutama usia produktif agar kembali semangat dalam belajar dan bekerja.

Bentuk kegiatan rekreasi di Jepang berupa kesenian dan olahraga yang ditangani oleh Direktorat Jenderal Kesejahteraan Rakyat dibawah kementrian dalam negeri. Atas inisiatif dari angkatan darat, pada tahun 2938 direktorat jenderal tersebut diubah menjadi kementrian menjadi Kementrian Kesejahteraan Rakyat. Kemudian, pada bulan April dibentuklah Asosiasi Rekreasi Jepang (ARJ) yang bekerja sama dengan pemda dan pimpinan perusahaan swasta untuk mengatur dan mendukung event rekreasi.

  1. Peningkatan Angka Kelahiran, Kesehatan, dan Stamina

Situasi pecahnya perang Jepang melawan Tiongkok pada bulan Juli 1937 membuat pemerintah harus mengerahkan pasukan militer dalam jumlah besar dengan kondisi kesehatan dan stamina prima ke medan pertempuran. Pihak militer (Angkatan darat) mendesak pemerintah agar mementingkan faktor kesehatan para pasukan. Kementerian Kesejahteraan Rakyat bertanggung jawab dalam menangani kesehatan para pasukan.

Program kerja pertama Kementerian dengan mendirikan puskesmas di seluruh Jepang. Tujuannya adalah memberi layanan medis termasuk cek kesehatan gratis dan konsultasi bagi para ibu hamil. Memasuki tahun 1942, pemerintah Jepang menerapkan sistem rekam jejak bagi ibu hamil agar setiap perempuan yang hamil wajib lapor ke pemda serta diberi buku rekam jejak ibu hamil. Setiap pemeriksaan, petugas medis akan mencatat perkembangan kesehatan bayi dan ibu hamil tersebut. Selama masa perang, angka kematian bayi menurun serta kondisi kesehatan dan pengetahuan akan kesadaran menjaga kesehatan lebih membaik.

Seikatsu Kaizen merupakan titik balik kehidupan masyrakat Jepang menjadi lebih modern. Keberhasilan negara Jepang menjadi negara maju seperti saat ini tidaklah mudah, upaya-upaya yang dilakukan juga dilakukan selama Jepang memasuki masa perang. Masyarakat di negara yang menghadapi peperangan tentu berdampak pada kehidupan dan mau tidak mau harus beradaptasi serta patuh terhadap instruksi pemerintah. Resolusi pola hidup yang dilakukan selama masa perang menambah ‘perbekalan’ bagi Jepang selama pascaperang kekalahan untuk modernisasi dan kehidupan yang lebih sejahtera.

Referensi :

Ong, S. (2020). Seikatsu Kaizen: Reformasi Pola Hidup Jepang. Jakarta Pusat: Elex Media Komputindo.

Suherman, E. (2004). Dinamika Masyarakat Jepang Dari Masa Edo Hingga Pascaperang Dunia II. Humaniora Volume 16, No.2, 201-210.

Ikuti tulisan menarik Adella Fiahsani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu