Peran Bahasa Indonesia dalam Pembentukan Identitas Nasional

Minggu, 3 November 2024 16:12 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bahasa Indonesia terus berkembang dan dikembangkan seiring berputarnya roda zaman. Begitu pula dengan ejaan yang menjadi salah satu bentuk perkembangan yang paling tampak dalam perubahannya.

Oleh: Diyas Mupti Kailani, Mahasiswa Program Studi Teknik Industri,
Universitas Muhammadiyah A.R Fachruddin

Bahasa Melayu yang menurut sensus tahun 1930 hanya memiliki 1.6 persen penutur di Nusantara, dipilih menjadi bahasa persatuan di Indonesia, dan kemudian dikenal sebagai bahasa Indonesia. Pemilihan bahasa Melayu sebagai akar dari bahasa Indonesia, bukanlah dilakukan alasan.

Jumlah penutur bahasa Melayu jauh lebih sedikit dari penutur bahasa Jawa dan Sunda. Dua  bahasa itu terebut memiliki jumlah penutur terbanyak di Indonesia. Namun bahasa Melayu adalah lingua franca atau bahasa penghubung bagi penutur yang tidak memiliki bahasa sama di wilayah Nusantara pada masa kerajaan-kerajaan.

Selain itu, dalam perkembangannya, bahasa Melayu telah banyak digunakan oleh para nasionalis. Artikel pada surat kabar yang dibaca para politisi Indonesia saat itu pun banyak ditulis dalam bahasa Melayu. Hal ini mendorong para pemuda menjadikan bahasa Melayu, yang kemudian disebut sebagai bahasa Indonesia, sebagai bahasa persatuan dalam deklarasi Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.

Meskipun begitu, bahasa Melayu yang kemudian dinamai bahasa Indonesia dalam Sumpah Pemuda itu, belum sepenuhnya disahkan menjadi bahasa nasional. Saat itu, bahasa Indonesia masih berstatus sebagai bahasa persatuan sampai akhirnya diresmikan sebagai bahasa nasional sesaat setelah kemerdekaan Indonesia. Dengan disahkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional di Republik Indonesia, secara otomatis, bahasa Indonesia juga memainkan perannya sebagai lambang dan jati diri bangsa Indonesia.

Bahasa Indonesia terus berkembang dan dikembangkan seiring berputarnya roda zaman. Begitu pula dengan ejaan yang menjadi salah satu bentuk perkembangan yang paling tampak dalam perubahannya. Tak lama setelah kemerdekaan, bangsa kita juga mengadakan perubahaan ejaan hingga memiliki beberapa jenis ejaan yaitu:

1. Ejaan van Ophuijsen. Ejaan pertama ini diterbitkan pada tahun 1901. Zaman itu, bahasa Indonesia masih disebut sebagai bahasa Melayu. Ejaan ini disusun oleh orang Belanda bernama Charles A. van Ophuijsen dan dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Adapun penulisan dari ejaan pertama yaitu Ejaan van Ophuijsen ini adalah:

  1. Huruf ‘j’ untuk menuliskan bunyi ‘y’, seperti pada kata, sajang dan jang. 
  2. Huruf ‘oe’ untuk menuliskan bunyi ‘u’, seperti pada kata-kata goeroe, Soekarno (kecuali diftong ‘au’ tetap ditulis ‘au’). 
  3. Tanda diakritik, seperti koma ain (‘) dan tanda trema, untuk menuliskan bunyi hamzah, seperti pada kata-kata ma’moer. 
  4. Huruf ‘tj’ untuk menuliskan bunyi ‘c’ seperti kata, tjokorda dan pantjar.
    Huruf ‘dj’ untuk menuliskan bunyi ‘j’ seperti kata moedjoer, dan djoedjoer. 

2. Ejaan Soewandi. Ejaan kedua ini menggantikan Ejaan van Ophuijsen setelah diresmikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 264/Bhg.A. oleh Mr. Raden Soewandi yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.

3. Ejaan Pembaharuan. Melalui Kongres Bahasa Indonesia II di Medan tahun 1954, Prof. M. Yamin menyarankan agar ejaan Soewandi disempurnakan. Pembaharuan yang disarankan  panitia yang diketuai Prijono dan E. Katoppo antara lain: 

  1. Membuat standar satu fonem satu huruf, dan diftong ai, au, dan oi dieja menjadi ay, aw, dan oy. 
  2. Tanda hubung tidak digunakan dalam kata berulang yang memiliki makna tunggal seperti kupukupu dan alunalun. 

4. Ejaan Melayu-Indonesia (Melindo). Ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slamet Mulyana-Syeh Nasir bin Ismail) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan (Melindo). Namun karena perkembangan politik selama bertahun-tahun berikutnya maka diurungkan  peresmian ejaan tersebut. 

5. Ejaan  LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan).  Pada tahun 1966 adalah puncak dari perkembangan politik selama bertahun-tahun yang mengurungkan peresmian Ejaan Melindo. Sehingga seminar sastra 1968 membentuk konsep Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK).

6. Ejaan yang Disempurnakan. Mungkin masyarakat Indonesia lebih banyak mengenal istilah EYD sebagai ejaan bahasa Indonesia dari dulu hingga sekarang. Bahkan beberapa masyarakat hanya mengetahui ejaan bahasa Indonesia adalah EYD. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan. Berikut beberapa perbedaan EYD: 

  1. Adanya huruf ‘c’ yang menggantikan huruf ‘tj’ 
  2. Adanya huruf ‘j’ untuk menggantikan huruf ‘dj’ 
  3. Adanya huruf ‘ch’ untuk menggantikan huruf ‘ch’ 
  4. Adanya huruf ‘y’ untuk menggantikan huruf ‘j’ 
  5. Adanya huruf ‘ny’ untuk menggantikan huruf ‘nj’ 
  6. Adanya huruf ‘sy’ untuk menggantikan huruf ‘sj’ 
  7. Adanya huruf ‘j’ untuk menggantikan huruf ‘dj’


Selain hal tersebut beberapa ketetapan baru pun diterbitkan: 

  1. Memasukkan huruf f, v, dan z dalam huruf resmi bahasa Indonesia yang mana huruf tersebut berasal dari bahasa asing; 
  2. Awalan “di-” dan kata depan “di” dibedakan penulisannya. Kata depan “di” pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara “di-” pada dipukul atau dipinjam ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; dan,
    Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka 2 tidak digunakan sebagai penanda perulangan.


7. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (PUEYD) mengalami perubahan menjadi Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 146/U/204 tentang Penyempurnaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Perubahan ini dilakukan sebagai dampak meluasnya ranah pemakaian bahasa seiring kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, dan seni (Sucipta, 2023: 54).

Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang berfungsi sebagai sarana pemersatu bangsa, lambang kebanggaan nasional, dan lambang jati diri atau identitas nasional. Bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. Maka dari itu upaya pemerintah dalam menjaga konsistensi penggunaan bahasa Indonesia di berbagai negara, di antaranya:

  1. Mengirimkan tenaga pengajar bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) ke berbagai negara 
  2. Melakukan diplomasi kebudayaan melalui kegiatan-kegiatan budaya yang memperkenalkan dan mempromosikan bahasa Indonesia 
  3. Melakukan standarisasi dan pembinaan bahasa melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
  4. Memanfaatkan media massa untuk membina sikap positif terhadap Bahasa Indonesia
  5. Melakukan program penggunaan istilah Bahasa Indonesia yang dipampang di media massaMempromosikan sastra dan karya budaya Bahasa IndonesiaSosialisasi dan Edukasi yaitu menyebarkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benarMemunculkan rasa bangga terhadap Bahasa Indonesia sebagai Bahasa nasional dan identitas bangsa.


Pada era digital yang semakin meluas, bahasa Indonesia memegang peranan penting dalam menyediakan akses yang merata terhadap informasi dan teknologi. Pemerataan bahasa, sebagai salah satu aspek utama dalam memastikan kesetaraan akses terhadap sumber daya digital, menjadi semakin vital di tengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi informasi. Tantangan penggunaan bahasa Indonesia yang baik di era digital dan globalisasi antara lain:

  1. Terlalu sering penggunaan bahasa asing
    Penggunaan bahasa asing yang berlebihan Penggunaan bahasa asing yang berlebihan berbagai risiko yang diakibatkan oleh penggunaan bahasa asing yang berlebihan dalam komunikasi digital dan kehidupan sehari-hari : Penggunaan bahasa Indonesia di kalangan generasi muda semakin berkurang. Pandangan bahwa menggunakan bahasa asing lebih keren dan cerdas dibandingkan menggunakan bahasa Indonesia muncul karena budaya dan bahasa asing yang masuk ke dalam komunikasi tidak tersaring dan diminimalkan dengan baik. Ketika bahasa asing semakin banyak digunakan dalam komunikasi sehari-hari, misinformasi pun merajalela. Sebagian masyarakat Indonesia lebih tertarik menggunakan bahasa asing dibandingkan membangun Indonesia.
  2. Kurangnya Sarana dan Prasarana
    Masih kurangnya sarana prasarana, baik fasilitas maupun tenaga pengajar bahasa Indonesia untuk masyarakat di luar negeri yang berminat mempelajari bahasa Indonesia. 
  3. Karakter Peserta Didik
    Solusi Melestarikan Bahasa Indonesia di Era Digital Terlepas dari segala kesulitan yang ada, masih ada beberapa cara untuk mencegah penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dalam komunikasi digital. Memberikan pembelajaran bahasa Indonesia yang menarik dan mengajak generasi muda. Penggunaan bahasa Indonesia yang tepat dan benar dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam komunikasi tatap muka dan digital. Mendorong penyebaran bahasa Indonesia tidak hanya di kalangan masyarakat lokal tetapi juga di kalangan orang asing yang tinggal di Indonesia, agar semakin banyak masyarakat yang
    berbahasa Indonesia. Terutama dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar melalui media massa dan aplikasi yang sering digunakan oleh banyak generasi muda dan masyarakat umum.

Bahasa Indonesia adalah bahasa yang dinamis dan terbuka terhadap serapan dari bahasa lain, baik dalam bentuk transliterasi maupun adaptasi makna. Penyerapan kata asing membantu Bahasa Indonesia beradaptasi dengan perkembangan zaman, seperti dalam istilah teknologi (contoh: "internet", "email"), ekonomi, dan sains. Namun, pengaruh ini juga dapat mengancam identitas Bahasa Indonesia apabila penyerapan tidak dilakukan secara selektif dan berlebihan. Kata-kata serapan yang tidak diadaptasi dengan baik dapat mengaburkan keunikan Bahasa Indonesia dan melemahkan penggunaannya sebagai bahasa kebanggaan nasional.

 

Daftar Pustaka

Montolalu, L. R., & Suryadinata, L. (2007). “National language and nation-building: The case of Bahasa Indonesia” dalam Language nation and development. Singapore: ISEAS Publishing

Sneddon, J. N. (2003). The Indonesian language: Its history and role in modern society. Sydney: UNSW Press. 

Khansa, N. M. (2022). Pengaruh Globalisasi Terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia. Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra, 9(1), 1-8. 

Rahman, A. (2020). "Tantangan dan Peluang dalam Pemerataan Bahasa Indonesia di Era Digital."Konferensi Internasional Tentang Bahasa Dan teknologi, 78-89.

Yunarsih. (2022). Pembelajaran Bahasa Indonesia di Era Komunikasi Digital. Jurnal Inovasi Penelitian: 3(2), 6065-6072.

 
Dardjowidjodjo, Soenjono.1996. Bahasa Nasional Kita. Bandung: ITB. 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Diyas Mupti Kailani

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler