Lahir, Bandar Lampung, Sekolah dan nyantri di Pesantren, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekarang Aktif Berkaligrafi dan menulis Puisi.

Pancasila: Ruang Dialektis antara Nasionalisme dan Identitas Keagamaan

Jumat, 28 Maret 2025 20:23 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Kyai H. Prof. Ma\x27ruf Amin
Iklan

Profesor H. Ma'ruf Amin dengan kedalaman wawasan filosofisnya memposisikan Pancasila sebagai konsep Kalimatun Sawa (titik temu) yang brilian

 

Kalimatun Sawa

Profesor H. Ma'ruf Amin dengan kedalaman wawasan filosofisnya memposisikan Pancasila sebagai konsep Kalimatun Sawa (titik temu) yang brilian, melampaui sekadar ideologi negara. Dalam konstruksi pemikirannya, Pancasila bukanlah sekadar dokumen politis, melainkan ruang epistemologis di mana perbedaan nasionalis dan keagamaan dapat berkonvergensi.

Secara arketipekal, Pancasila menghadirkan struktur simbolis yang memungkinkan fragmentasi identitas untuk berdialog. Ia berfungsi sebagai semacam "ruang transisi" dalam terminologi Victor Turner, di mana batas-batas primordial dapat dilelehkan dan direkonstruksi ulang dalam kerangka kebangsaan yang inklusif. Tidak sekadar kompromi, melainkan sintesis aktif antara partikularitas nasional dan universalitas spiritual.

Konsep Kalimatun Sawa dalam konteks ini mentransendensikan dikotomi tradisional antara nasionalisme dan agama. Ma'ruf Amin membaca Pancasila sebagai mekanisme dialogis di mana kepentingan partikular dapat dipertautkan dalam kerangka kepentingan universal. Setiap sila menjadi semacam "jembatan hermeneutik" yang memungkinkan perbedaan untuk saling memahami.

Dalam perspektif antropologis, Pancasila beroperasi sebagai "meta-narasi" yang melampaui batas-batas identitas primordial. Ia menciptakan ruang di mana keragaman tidak dipahami sebagai ancaman, melainkan sebagai ekspresi kekayaan peradaban. Sebuah konstruksi filosofis yang memungkinkan perbedaan untuk tidak sekadar hidup berdampingan, tetapi saling mengintegrasikan.

Signifikansi filosofis Ma'ruf Amin terletak pada kemampuannya membaca Pancasila bukan sekadar dokumen sejarah, melainkan proses berkelanjutan penciptaan makna. Dalam kerangka Kalimatun Sawa, perbedaan tidak diseragamkan, tetapi diharmonisasikan. Sebuah undangan untuk memahami kebangsaan sebagai ruang dialektis yang dinamis, di mana setiap identitas memiliki ruang untuk bernapas.

Pancasila dengan demikian menjadi bukti kompleksitas peradaban Indonesia - sebuah ruang di mana perbedaan tidak harus menciptakan pertentangan, melainkan dapat menjadi sumber kreativitas kolektif. Ma'ruf Amin membuka perspektif baru tentang bagaimana keragaman dapat menjadi kekuatan, bukan sekadar tantangan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagikan Artikel Ini
img-content
AW. Al-faiz

Penulis Indonesiana

5 Pengikut

img-content

Gigi

Sabtu, 26 April 2025 07:43 WIB
img-content

Surat

Kamis, 24 April 2025 20:12 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler