Manfaat Ganda Resensi
Rabu, 9 Juli 2025 12:30 WIB
***
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi, terutama media sosial, telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dunia literasi dan praktik resensi. Dahulu, resensi atau ulasan buku umumnya hanya diterbitkan di media cetak seperti koran, majalah, atau jurnal sastra, dengan gaya penulisan yang formal, panjang, dan mendalam. Kini, seiring maraknya penggunaan media sosial seperti Instagram, TikTok, YouTube, dan platform blog, kegiatan meresensi telah bertransformasi menjadi lebih beragam dari segi format, gaya penyajian, dan jangkauannya. Fenomena ini menandakan pergeseran paradigma literasi digital, di mana pembaca tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga produsen konten resensi yang dapat diakses secara luas.
Menurut Lestari (2022), media sosial memberikan ruang yang luas bagi siapa saja, termasuk generasi muda, untuk berbagi pendapat, rekomendasi, serta kritik terhadap sebuah karya secara bebas. Hal ini mendorong munculnya tren bookstagram di Instagram, booktube di YouTube, hingga booktok di TikTok, yang masing-masing memiliki karakteristik komunitas dan gaya komunikasi yang berbeda. Tren ini membuktikan bahwa resensi bukan lagi domain eksklusif kritikus sastra profesional, melainkan telah menjadi budaya populer yang merangkul semua kalangan. Dampaknya, resensi tidak lagi hanya berfungsi sebagai evaluasi akademik terhadap kualitas sebuah karya, tetapi juga sebagai sarana promosi, diskusi, bahkan pembentukan tren bacaan.
Selain memengaruhi siapa yang menulis resensi, media sosial juga memengaruhi bagaimana konten resensi disusun. Gaya bahasa cenderung lebih santai, ringkas, dan komunikatif, dengan penggunaan elemen visual seperti foto, video pendek, ilustrasi, atau infografis yang menarik. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan karakter audiens media sosial yang lebih menyukai informasi cepat, ringan, dan mudah dibagikan. Dalam konteks ini, resensi digital mengalami redefinisi fungsi dan bentuknya: dari teks panjang formal menjadi konten ringkas namun atraktif.
Namun, meskipun memberi ruang kreativitas, perkembangan ini juga menimbulkan tantangan baru. Tidak semua konten resensi di media sosial memenuhi kaidah penulisan resensi yang benar, seperti mencantumkan identitas karya, sinopsis objektif, serta ulasan mendalam. Beberapa konten bahkan cenderung subjektif dan bias karena bertujuan komersial. Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait kualitas resensi digital.
Fenomena ini menarik untuk dikaji lebih dalam agar dapat diketahui bagaimana pengaruh media sosial memengaruhi gaya, konten, serta persepsi masyarakat terhadap resensi di era digital. Pembahasan ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai tantangan dan peluang praktik resensi masa kini, sehingga dapat menjadi acuan bagi penulis resensi, pembaca, penerbit, serta praktisi literasi digital untuk mengoptimalkan potensi media sosial tanpa mengabaikan kualitas resensi.
PEMBAHASAN
Media sosial sebagai medium baru telah memengaruhi setidaknya tiga aspek penting dalam perkembangan resensi digital: gaya penulisan, format penyajian, dan jangkauan pembaca. Pertama, dari segi gaya penulisan, riset dari Widodo (2021) menunjukkan bahwa sebagian besar resensi digital di platform Instagram dan TikTok cenderung menggunakan bahasa sehari-hari, ringan, bahkan diselipkan unsur humor. Ini berbeda dengan resensi konvensional yang lebih formal dan panjang. Gaya penulisan semacam ini dinilai lebih efektif dalam menarik minat pembaca muda, terutama generasi Z yang mendominasi pengguna media sosial.
Kedua, format penyajian resensi di media sosial tidak lagi hanya berupa teks panjang. Resensi kini dikemas menjadi konten visual seperti foto menarik dengan caption singkat di Instagram, video review interaktif di YouTube, hingga video berdurasi singkat di TikTok. Menurut Yulia (2022), pendekatan visual ini sejalan dengan tren visual culture di era digital, di mana informasi lebih mudah diterima jika dikombinasikan dengan elemen visual. Akibatnya, kreativitas dalam membuat konten resensi menjadi faktor penting untuk menjangkau audiens lebih luas.
Ketiga, media sosial memberikan jangkauan yang jauh lebih luas dibandingkan media cetak. Resensi yang diunggah di Instagram dengan tagar populer, atau di TikTok dengan algoritma For You Page (FYP), dapat menjangkau ribuan hingga jutaan penonton dalam waktu singkat. Hal ini memberikan peluang bagi buku-buku yang diulas untuk menjadi viral dan meningkatkan angka penjualan. Contohnya, tren #BookTok terbukti meningkatkan penjualan buku di berbagai negara, termasuk Indonesia (Saputra, 2023).
Namun demikian, kemudahan produksi dan penyebaran resensi juga memunculkan tantangan. Salah satunya adalah potensi menurunnya kualitas ulasan. Banyak resensi di media sosial yang hanya berupa sinopsis dangkal tanpa analisis mendalam. Selain itu, ada pula konten sponsored review yang cenderung bias karena bertujuan promosi. Hal ini menuntut para penulis resensi digital untuk tetap menjunjung prinsip objektivitas, meskipun menggunakan gaya bahasa santai.
Selain itu, fenomena plagiarisme resensi juga kerap terjadi. Beberapa pengguna media sosial terkadang menyalin resensi orang lain tanpa izin atau tanpa mencantumkan sumber. Menurut Handayani (2021), hal ini perlu diantisipasi dengan edukasi literasi digital yang menekankan pentingnya etika penulisan.
Di sisi lain, tren resensi digital membuka peluang kolaborasi kreatif antara penulis, penerbit, dan pembaca. Penerbit kini sering menggandeng influencer literasi untuk membuat resensi yang menarik minat pembaca. Kolaborasi semacam ini dapat menjadi jembatan antara buku dengan pembaca baru, sekaligus menumbuhkan budaya membaca di kalangan generasi muda. Dengan demikian, media sosial tidak hanya berfungsi sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai media promosi literasi.
KESIMPULAN
Media sosial berpengaruh signifikan terhadap perkembangan gaya dan konten resensi di era digital. Dari gaya bahasa yang lebih santai hingga format visual yang kreatif, resensi digital kini lebih mudah diakses dan diterima publik. Namun, di balik peluang ini terdapat tantangan berupa penurunan kualitas konten dan potensi bias. Oleh karena itu, perlu diupayakan keseimbangan antara kreativitas penyajian dengan tetap menjunjung etika penulisan resensi. Sinergi antara penulis resensi, pembaca, penerbit, dan platform media sosial akan menentukan masa depan resensi digital sebagai bagian dari gerakan literasi yang sehat dan bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
- Lestari, D. (2022). Tren Bookstagram dan Booktok: Fenomena Literasi di Media Sosial.
- Widodo, A. (2021). Perubahan Gaya Bahasa Resensi di Media Sosial. Jurnal Ilmu Komunikasi.
- Saputra, M. (2023). #BookTok dan Dampaknya Terhadap Pemasaran Buku di Indonesia.
- Yulia, F. (2022). Visual Culture dalam Praktik Resensi Digital.
- Handayani, T. (2021). Etika Penulisan Resensi di Era Digital.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Manfaat Ganda Resensi
Rabu, 9 Juli 2025 12:30 WIB
Cara Mencegah Plagiarisme
Rabu, 9 Juli 2025 12:28 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler