Saya adalah seorang mahasiswa yang kini sedang menjalankan program studi S1 Manajemen

Melestarikan Tradisi di Tengah Gempuran Globalisasi

14 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Tarian Molulo / Lulo, Tradisi Suku Tolaki
Iklan

Berbagai faktor dengan cepat mengonstruksi tradisi di seluruh dunia

***

Seiring dengan pesatnya perkembangan globalisasi, dunia tampak seperti sebuah desa di mana setiap orang bisa dengan mudah mengakses beragam budaya dan pola kehidupan dari berbagai negara. Berbagai budaya dan kabar dari luar dengan cepat masuk ke dalam kehidupan sehari-hari berkat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini jelas berdampak pada pola pikir, kebiasaan, dan nilai-nilai masyarakat setempat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam kondisi seperti ini, sebuah tradisi dan budaya asli suatu bangsa akan sangat sulit untuk bertahan dan berkembang. Berbagai faktor dengan cepat mengonstruksi tradisi di seluruh dunia. Dalam konteks ini, semakin meluasnya budaya pop di luar negeri dan arus informasi yang jarang disaring, semakin meluas budaya akulturasi yang berpotensi menghapus identitas asli sebuah bangsa.

 

Hal ini diakibatkan karena tradisi dan budaya suatu masyarakat bisa disandingkan dengan identitas dan pola karakter masyarakat. Belum lagi, tradisi dan budaya secara tidak langsung mengikat masyarakat pada suatu wilayah untuk secara bersama meneruskan pola kehidupan yang sudah ada. Tradisi yang tidak disertai dengan tindakan perawatan dan penguatan akan mengakibatkan para generasi melahirkan sanggahan identitas pada budaya yang melekat pada nilai moral dan sosial. Hal ini jelas sangat mengganggu. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk memahami nilai-nilai dari peninggalan suatu kebudayaan yang sudah ada dan mencari langkah-langkah penguatan yang efektif.

 

Tantangan utama globalisasi saat ini yaitu erosi budaya melalui media dan urbanisasi. Erosi budaya melalui media dapat kita lihat dari banyaknya masyarakat Indonesia yang saat ini lebih tertarik dengan musik dan film dari luar negeri yang menggunakan bahasa inggris. Adanya kebiasaan masyarakat Indonesia yang sering melihat film dan mendengarkan lagu yang berbahasa inggris tidak memungkiri bahwa bahasa tersebut akan digunakan dalam bahasa percakapan sehari-hari. Penggunaan bahasa inggris yang digunakan sehari-hari tersebut akan menjadi penyebab utama hilangnya bahasa daerah yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Tidak hanya itu, film luar negeri sering menampilkan gaya hidup yang cepat dan praktis yang mengakibatkan atau mendorong masyarakat, terutama generasi muda untuk mengadopsi kebiasaan tersebut seperti mengonsumsi makanan cepat saji dan minuman bersoda. Selain tantangan utama globalisasi melalui media, tantangan urbanisasi juga dapat mengakibatkan hilangnya tradisi yang ada. Contohnya, ketika terdapat perpindahan dari desa ke kota seringkali mengganti nilai gotong royong dan kekeluargaan dengan sikap individualistik karena kesibukan, gaya hidup mandiri, dan lingkungan perkotaan yang mendorong untuk lebih fokus pada diri sendiri untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial.

 

Dampak tantangan globalisasi meliputi hilangnya identitas budaya dan homogenisasi gaya hidup. Hilangnya identitas, misalnya, terjadi ketika bahasa daerah tergeser oleh bahasa asing, yang menyebabkan pudarnya nilai-nilai adat istiadat dan identitas etnis, karena bahasa mencerminkan budaya. Sementara itu, homogenisasi mempengaruhi konsumerisme melalui platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan e-commerce, yang mendorong pembelian barang branded untuk menunjukkan status sosial. Fenomena ini terkait dengan "FOMO" (Fear Of Missing Out), di mana orang merasa cemas ketinggalan tren, sehingga hanya membeli untuk kepuasan sementara. Akibatnya, muncul masalah seperti utang konsumtif, peningkatan limbah elektronik dan tekstil, serta tekanan psikologis jangka panjang akibat siklus belanja yang tak terkendali.

 

Menghadapi ancaman globalisasi berupa erosi budaya lewat media dan urbanisasi, pelestarian tradisi harus dilakukan secara terencana dan terus menerus. Salah satu cara yang paling efektif adalah menanamkan pendidikan budaya yang lebih dalam pada pelajaran tambahan di sekolah. Di sekolah, pendidikan budaya diharapkan agar generasi muda memahami dan menghargai warisan budaya yang dimiliki. Pendidikan budaya ini harus diaplikasikan tidak hanya pada pelajaran tambahan, tetapi perlu diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan nasional. Metode pengajaran yang lebih aktif ini melibatkan siswa dalam kunjungan ke situs budaya, workshop seni tradisional, dan diskusi tentang dampak globalisasi terhadap identitas etnis. Pemerintah juga bisa berkontribusi terhadap tradisi penghambat erosion dengan menyiapkan dana untuk pengadaan budaya, melakukan kasek media dan isi dengan konten berbahasa daerah, dan subsidi kepada pengrajin. Sementara itu, masyarakat dapat berkontribusi aktif dengan berpartisipasi dalam workshop atau seminar yang berkaitan dengan tradisi dan budaya dan mendokumentasikan setiap kegiatan pelestarian budaya. Dengan demikian, strategi ini membuat tradisi tidak hanya bertahan, tetapi juga bertransformasi menghadapi globalisasi tanpa menghilangkan esensi dari identitas budaya bangsa.

 

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Hasna Nugrahani

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler