Ketika Permainan Menjadi Bentuk Protes
2 jam lalu
Game seperti ini bukan sebagai hiburan semata, melainkan media pembelajaran sosial
***
Video game sering kali dianggap sekadar hiburan, ruang pelarian dari rutinitas yang melelahkan. Namun, dalam dua dekade terakhir, medium ini telah berkembang menjadi sarana ekspresi yang kompleks. Tidak lagi hanya soal kecepatan, strategi, atau kemenangan, tetapi juga tentang bagaimana pengalaman interaktif dapat menggugah emosi, menantang nilai moral, dan menyuarakan isu sosial. Beberapa game bahkan menjelma menjadi bentuk kritik terhadap kekuasaan dan ketidakadilan sosial—bukan lewat pidato atau propaganda, melainkan melalui pengalaman bermain yang reflektif dan imersif.
Salah satu contoh kuat hadir dalam BioShock Infinite (2013) karya Irrational Games. Game ini menggambarkan kota terapung bernama Columbia—sebuah utopia yang dibangun atas nama keagungan dan nasionalisme, tetapi perlahan berubah menjadi distopia yang menindas. Pemain tidak hanya melawan musuh secara fisik, tetapi juga harus berhadapan dengan sistem ideologi yang mengekang kebebasan dan menormalisasi kekerasan.
Setiap perjalanan di dalamnya adalah refleksi tentang bagaimana fanatisme dan ekstremisme dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Melalui narasinya, BioShock Infinite mengajak pemain untuk mempertanyakan bentuk kekuasaan yang sering kali dibungkus dengan moralitas dan kepercayaan.
Di sisi lain, Watch Dogs 2 (2016) karya Ubisoft menyajikan protes dalam konteks yang lebih modern—era digital. Pemain berperan sebagai anggota kelompok hacker bernama DedSec yang memperjuangkan kebebasan informasi dan privasi publik. Di balik aksi-aksi digitalnya, terselip kritik terhadap budaya pengawasan, komersialisasi data, dan manipulasi opini publik oleh korporasi besar.
Melalui gameplay-nya, pemain dihadapkan pada dilema antara idealisme kebebasan dan realitas hukum serta etika di dunia maya. Game ini bukan sekadar simulasi teknologi, melainkan cerminan dari ketegangan antara kebebasan individu dan kontrol sistemik di era informasi.
Kedua game ini membuktikan bahwa video game dapat menjadi ruang refleksi politik dan sosial. Ia mampu menggugah kesadaran pemain tanpa perlu ceramah, karena emosi dan keputusan pemain menjadi bagian dari pesan itu sendiri. Melalui interaksi dan konsekuensi di dalam permainan, para gamer belajar bahwa setiap tindakan, sekecil apa pun, membawa makna moral.
Sebagai warga negara Indonesia, tema-tema seperti kebebasan, keadilan sosial, dan tanggung jawab moral sangat relevan dengan pesan yang diusung oleh game-game tersebut. Dalam konteks nilai-nilai Indonesia, BioShock Infinite dan Watch Dogs 2 dapat dibaca sebagai ajakan untuk memahami batas antara kebebasan dan etika. Indonesia menjunjung tinggi kebebasan berekspresi, tetapi selalu diiringi dengan kesadaran sosial dan rasa tanggung jawab terhadap sesama.
Sebagai gamer dan warga yang hidup di era digital, kita dapat memandang game seperti ini bukan sebagai hiburan semata, melainkan media pembelajaran sosial. Melalui kisah dan dilema moral yang mereka hadirkan, kita diajak untuk merenungkan peran teknologi, kekuasaan, dan ideologi dalam membentuk masyarakat. Pada akhirnya, video game tidak hanya membuat kita berpikir, tetapi juga merasakan—tentang bagaimana perjuangan, kebebasan, dan kemanusiaan saling bertemu di dunia maya yang menyerupai dunia nyata.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Ketika Permainan Menjadi Bentuk Protes
2 jam lalu
Rasa Nyaman dalam Dunia Virtua
Sabtu, 13 September 2025 17:17 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler
96
0
Berita Pilihan









