x

Iklan

Abdul Munir Sara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kenapa Anas Dipaksakan Bersalah?

Dari tuntutan Jaksa, kita menyaksikan, bahwa tuntutan demi tuntutan itu terpisah begitu ekstrem dengan fakta persidangan. Mind set Jaksa tentang kesalahan Anas, seakan bekerja kuat dibelakang layar persidangan. Ada mekanisme non justice yang bekerja di be

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dimana salahnya Anas, bila kita runut mengikuti fakta demi fakta yang terurai di persidangan (Tipikor). Dari berbagai tuduhan korupsi yang disasarkan padanya, terbantahkan telak. Publik dengan telanjang berkaca dan tentu juga bertanya, dimana letak keterlibatan Anas dari berbagai dakwaan Jaksa yang terbantahkan itu?

 

Bagaimana caranya, seseorang dinyatakan bersalah tanpa dialas sebab kesalahan? Dalam kasus Anas—berdasarkan fakta persidangan, sebab-sebab kesalahan itu terbantahkan (berdasarkan pengakuan saksi persidangan). Dan artinya, tak ada suatu sebabpun--secara logis hukum yang memungkinkan Anas terlibat tindak pidana korupsi. Kenapa JPU tak berlapang dada menerima fakta persidangan?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Maka tuntutan Jaksa 15 tahun penjara, sungguh luar biasa ambiguitasnya, bila ditakar dengan akal sehat. Apa mungkin, prinsip legal certainty dalam suatu peradilan, bisa berdiri di atas suatu fakta dan sebab kesalahan yang getas dan sulit dibuktikan? Bagaimana caranya?

 

Sekali lagi kembali lagi pada pertanyaan pokok, apakah seseorang dapat dinyatakan bersalah tanpa ada sebab dan fakta kesalahan? Orang yang paling bodoh sekalipun bisa menjawab, bahwa kesalahan tanpa pembuktian sebab, bukanlah kesalahan_atau kasarnya fitnah.

 

Pada kasus Anas, kita sesungguhnya menyaksikan tontonan parodi arogansi hukum dan aparatusnya. Atau kita juga menyaksikan, betapa kaki tangan kekuasaan dengan segala macam otoritasnya menyungsap ke ranah hukum dan menjungkirbalikan fakta dan kebenaran.

 

Toh kita mengendusnya, bahwa semua bermula dari suatu sangkaan politik; Anas dikira ingin jadi presiden. Suatu helaan kira-kira yang begitu mudah ditelanjangi. Dan sudah ditelanjangi. Episentrum skenario penjurumusan Anas, ada pada kata kunci “Ketika Anas ingin jadi presiden RI”. Sebuah parodi politik yang tragis mengangkangi independensi hukum.     

 

Dakwaan politik inilah yang kemudian mempreteli fakta manipulatif, lalu ia (Anas) dipaksakan terlibat dalam berbagai tuduhan korupsi. Lalu semua varian dakwaan, mendasar pada sangkaan sumir beraroma politik. Anas terlibat ini dan itu—yang toh juga terbantahkan jelas di persidangan berikut bukti-bukti yang tak berdasar.

 

Ini hukum macam apa? Itu bertanyaan paling sederhana yang bisa dijawab orang paling bodoh sekalipun di dunia ini. Atau pertanyaan orang paling bodoh yang mungkin sulit dijawab orang-orang sepintar Jaksa penuntut umum (JPU).

 

Kita tak perlu memutar ulang semua fakta yang sudah terunggah ke publik. Semua sudah jelas. Dari A-Z. Bahwa betapa dakwaan demi dakwaan tak dapat dibuktikan Jaksa di hadapan publik. Kita menyaksikan itu beserta detail-detail persidangan yang terbuka. Lalu kenapa Jaksa begitu memaksakan diri, atau memaksa Anas bersalah?

 

Dari tuntutan Jaksa, kita menyaksikan, bahwa tuntutan demi tuntutan itu terpisah begitu ekstrem dengan fakta persidangan. Mind set Jaksa tentang kesalahan Anas, seakan bekerja kuat dibelakang layar persidangan. Ada mekanisme non justice yang bekerja di belakang meja persidangan.

 

Kita menyaksikan, kesalahan Anas seakan dipaksakan oleh suatu impossible mechanism otoritatif di balik layar persidangan. Dan itu nyata terlihat dengan tuntutan yang getas nalar hukum dan akal sehat.

 

Dalam kasus Anas, kita menyaksikan juga, hukum seakan benar dengan dirinya, tanpa menjangkarkan nilainya  pada fakta dan sebab kesalahan seseorang. Itu yang kita saksikan. Lalu kenapa Anas dipaksakan bersalah, dengan berbagai tuntutan yang zalim itu? Wallahu’alam

 

 

Ikuti tulisan menarik Abdul Munir Sara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB