x

Iklan

Gustiar Afif

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mencoba Mengerti Jokowi

Mengerti Kabinet Jokowi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pekan ini presiden dan wakil presiden terpilih Jokowi-JK telah mengumumkan struktur kabinet pemerintahanya. Kabinet Pemerintah Jokowi-JK akan berjumlah 34 oraang dengan rician 18 dari kalangan professional dan 16 dari kalangan profesional partai politik. Dari 34 pos-pos, 19 kementerian merupakan nomenklatur lama, enam kementerian lama dengan nomenklatur baru, enam kementerian gabungan dari sebelumnya, dan tiga kementerian baru. Sedangkan pos untuk kementerian perdagangan, Keuangan, BUMN dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral akan diisi orang-orang professional tanpa embel-embel partai.

Jumlah meteri saat ini sama persis dengan jumlah kementerian di KIB 2 saat ini. Yang membedakan hanyalah nomeklatur beberapa kementrerian yang berubah meski mungkin tugas pokoknya masih sama dan juga penggabungan beberapa pos kementerian.

Ini menjadi pro dan kontra ketika Jokowi-JK menyebutkan dalam kabinetnya jumlah menteri tidak ada perubahan dengan KIB 2 saat ini. Bertolak belakang dengan apa yang digembor-gemborkan jokowi dengan menyebut akan bekerja dengan kabinet ramping dan profesional tanpa dagang sapi. Namun pada kenyataannya jumlah kementerian yang ada tetap berjumlah 34 Kementerian dan adanya jatah sebesar 16 kursi menteri untuk parpol termasuk 2 pos menteri untuk anggota koalisi tetangga yang ingin masuk.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kita akan Mencoba mengerti situasi dan kondisi dari Jokowi, paling tidak kita bisa belajar untuk kelak ketika kita akan jadi presiden kelak.

Pertama tentang jumlah Kementerian. Sebagian sudah memprediksi jumlah kementerian tidak akan banyak berubah ketika wapres terpilih JK mengatakan tidak setuju adanya perampingan postur kabinet. Memang butuh waktu lama dan biaya besar untuk menghilangkan salah satu kementerian. Belum lagi masalah PNS yang ada di kementerian yang akan dihilangkan. Kita bisa belajar ketika dulu Gus Dur menghilangkan Kementerian Penerangan dan Kementerian Sosial sampai dua tahun pemerintahan itu tidak efektif karena mengurus pegawai-pegawai yang ada di dua kementerian itu. Itu juga akan berpengaruh pada kecepatan pemerintahan Jokowi, sedangkan Jokowi ingin pemerintahan langsung berlari ketika sudah dilantik.

Kedua, masih adanya “jatah” untuk parpol pendukung ini juga kontrapoduktif dengan ucapan Jokowi yang selalu bilang koalisi tanpa syarat. Pemilihan kata 16 menteri untuk profesional dari parpol juga sedikit keliru. Seharusnya tanpa harus ada embel-embel parpol untuk mengatakan itu. Ini membuktikan adanya perbedaan kualitas antara profesional  dan profesional  parpol. Ini juga diperjelas dengan statemen Jokowi kalau beberapa pos kementerian akan diisi dari kalangan profesional karena rawan terjadi penyimpangan.

Postur ini sedikit membawa angin segar perubahan.  Kita tahu semua perubahan itu butuh proses. Dalam situasi kondisi politik Indonesia yang belum dewasa ini penghilangan jatah untuk parpol masih sulit untuk dilakukan. Butuh orang yang benar benar punya idealisme tinggi dan berani yang bisa melakukan. Meskipun memang beberapa orang parpol berintegritas dan berkemampuan baik.

Jumlah ini lebih reformis dan sedikit memberi harapan dibandingkan dari KIB 2 sekarang. Kementerian berjumlah 34 dengan rincian 14 profesional dan 20 dari partai pendukung. Jumlah menteri dari parpol pada kabinet ini SBY ini pun kita juga seberapa buruknya kompetensi mereka dibidangnya. Kita tahu dari 34 Menteri KIB 2 tersebut ada 3 menteri aktif yang dijadikan tersangka oleh KPK, dan semuanya berasal dari partai politik. Belum lagi di kementerian Kominfo yang main blokir situs seenaknya.

Tugas Jokowi sekarang adalah harus berhati-hati untuk memilih siapa dari kader-kader parpol tersebut yang akan mengisi jabatan menteri. Harus tahu seberapa kompeten orang itu untuk melakukan tugas, dan seberapa kuat komitmennya untuk mendahulukan kepentingan rakyat daripada kepentingan parpol. Wacana untuk melarang menteri merangkap jabatan struktural di parpol perlu diapresiasi. Meskipun sedikit mendapat ketidaksetuaan dari salah satu pendukung koalisi (PKB). Mungkin karena ketum partai tersebut sudah biasa mendua.

Sekarang tugas kita sebagai rakyat Indonesia harus mulai kritis untuk mengawal pemerintahan ini. Ingat, ini adalah Indonesia kita semua bukan hanya milik para pejabat yang ada di gedung DPR atau di Istana Negara.  Bukan hanya tugas mereka untuk merawat dan mensejahterakan dan memjukan Indonesia. Ini juaga tugas seluruh insan-insan di Indonesia karena semua yang ada di Indonesia adalah milik raktyak Indonesia semua. Apapun yang akan terjadi menjadi tanggung jawab kita semua.

Ikuti tulisan menarik Gustiar Afif lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu