x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Makan Siang Tidak Gratis dengan Menu Reshuffle

Sudah waktunya bagi Pak Jokowi untuk berhenti membagi-bagi kursi tanpa kompetensi bilamana reshuffle kabinet mau dijalankan. Prinsip ‘orang yang tepat di tempat yang tepat’ (lagi amanah) mesti tetap diutamakan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setelah bagi-bagi kursi, baik di lingkup kabinet maupun perusahaan negara (BUMN), kini orang-orang yang berkepentingan tengah membidik posisi-posisi strategis dengan mendesak-desak Pak Jokowi supaya membongkar kabinetnya. Rupanya, makan siang yang tidak gratis itu masih akan berlanjut dengan permintaan reshuffle sebagai peluang untuk mendapatkan return of investment yang tinggi.

Para pejabat teras partai politik sudah kebagian kursi di kabinet. Sebagian di antaranya kurang berpengalaman di bidang yang ditangani. Tapi mereka beralasan, enam bulan yang lalu, “kursi kan harus dibagi, sebab kami telah berinvestasi.” Kinerja mereka bisa dilihat kini, enam bulan kemudian.

Tapi haruskah reshuffle, untuk siapa?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setelah kabinet, giliran penempatan lingkaran demi lingkaran ke kantor-kantor BUMN, umumnya jadi komisaris. Mereka dianggap berjasa mengantarkan pasangan JK atau menganggap diri berjasa dan pantas dapat imbalan. Maka, jadilah orang-orang yang latar belakangnya jauh dari ekonomi-bisnis diterjunkan jadi komisaris BUMN. Ada yang mundur, sejauh ini cuma seorang, yang mengaku khawatir jika bank maju bakal jadi limbung jika ia “komisarisi”. Tapi lebih banyak yang cuek.

Tatkala diumumkan nama-namanya, mereka yang jadi direksi atau komisaris BUMN kabarnya melewati proses penilaian secara profesional. Namun hingga kini tak terdengar kabarnya apakah proses itu sudah berjalan normal atau dinormalkan. Misalnya, hanya dengan melihat curriculum vitae—padahal, orang yang hebat sebagai pengamat politik apakah pasti jika harus menasihati direktur semen perihal bagaimana agar profit meningkat.

Memang, dalam politik tidak ada ‘makan siang gratis’. Semua berlomba-lomba berinvestasi, dan setiap investor menghendaki return of investment, secepat mungkin, sebesar mungkin, sebelum periode lima tahun berakhir. Tentu saja, tidak mudah bagi Presiden terpilih untuk menghindari tagihanatas investasi yang sudah ditanam ini. Jikalaupun mengulur-ulur waktu, penagih akan terus mengetuk pintu: kapan nih?

Lantaran itu, tidak mudah bagi presiden untuk memenuhi janji-janjinya, kecuali ia menyadari bahwa investor terbesar itu rakyat yang sudah mengamanahkan kekuasaan dengan wewenang sangat besar untuk menentukan nasib bangsa ini. Dibandingkan dengan investasi para kontributor itu, yang sekarang tengah menagih janji pribadi, investasi rakyat jauh lebih besar. Rakyatlah yang lebih berhak menagih janji.

Sudah waktunya bagi Pak Jokowi untuk berhenti membagi-bagi kursi tanpa kompetensi bilamana reshuffle kabinet mau dijalankan. Prinsip ‘orang yang tepat di tempat yang tepat’ (lagi amanah) mesti tetap diutamakan. Pak Jokowi mestinya mulai berusaha naik kelas dari petugas partai menjadi petugas rakyat dan negara. Sayang bukan, amanah besar dari rakyat terkesampingkan karena tekanan segelintir orang? (foto: tempo.co) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB