x

Andun Suherman (45) warga Kampung Bolenglang akhirnya memiliki rumah layak huni yang dibangun Polres Cianjur di Desa Sukasari, Cianjur, Jawa Barat. TEMPO/Deden Abdul Aziz

Iklan

Agus Supriyatna

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kapolres 'Rasa' Bupati

Semoga Pak Bupati, tidak lantas kemudian 'memasak batu', hanya untuk membuat warganya tertidur pulas, melupakan dera hidup dan himpitan kemiskinan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Anaknya pun kemudian tertidur pulas, saking lamanya menunggu masakan matang. Ya, masakan yang dimasak sang ibu, Iyah, tak akan pernah matang, karena yang di masak adalah batu. Iyah, sang ibu terpaksa memasak batu, untuk 'mengelabui' si buah hati, seolah-olah hari itu akan ada yang bisa dimakan. Sayang, makanan yang dimasak sang ibu, mungkin hanya bisa disantap dalam mimpi. 
 
Begitulah, kira-kira rangkuman berita tentang 'tragedi keluarga Adun di Cianjur' yang saya baca di beberapa portal berita. Usai membacanya saya tergetar. Dada terasa sesak. Perlahan, sedih menyeruak. Tak terasa mata pun basah. 
 
Saya tak bisa bayangkan, kalau itu terjadi pada keluarga saya, kerabat atau kawan. Perih itu datang. Betapa kemiskinan di negeri ini begitu tragisnya. Adakah, para elit, yang sedang memangku kuasa dan punya tuah ikut tergetar? 
 
Sedikit bersyukur, masih ada elit yang mau tergerak, bahkan langsung turun tangan. Siapa dia? Bupati Cianjurkah? Lurah dan Camat setempat, dimana Bu Iyah dan Adun tinggal? Birokrat Cianjur? Ternyata bukan mereka. Bukan mereka yang memang punya tugas wajib mengentaskan kemiskinan di daerahnya. Sekali lagi bukan mereka. 
 
Yang turun tangan adalah Kapolres Cianjur, AKBP Asep Guntur Rahayu. Ya, Pak Kapolres, penanggung jawab keamanan di Cianjur yang kemudian pontang panting mengumpulkan donasi untuk membangun rumah bagi keluarga Adun. Pak Kapolres, sepertinya sadar, bahwa kerap kali kemiskinan yang menghimpit, adalah pintu masuk terjadinya tindak kriminal. Karena itu, Pak Kapolres turun tangan, selain karena rasa kemanusiaan yang tersentuh melihat kondisi mengenaskan keluarga Adun.
 
Dan, saya kira wajar bila kemudian Kapolri, Jenderal Badrodin Haiti, menyatakan, tindakan anak buahnya di Cianjur layak diapresiasi dan diberi penghargaan. Saya sepakat dengan Kapolri, orang yang berbuat dan bertindak demi kemanusiaan layak diberi penghargaan. Minimal kita menaruh hormat padanya.
 
Terlepas, apakah dia seorang Kapolres, atau tukang becak. Siapa pun, dengan label apapun, dan dengan status apapun, bila dia berbuat demi menolong sesama, patut diapresiasi. Patut diberi hormat. Namun memang, jika melihat tugas pokok dan fungsinya, yang paling ideal mengangkat harkat martabat warga seperti Adun, adalah mereka yang diberi mandat untuk itu. Siapa dia? Dia yang pertama adalah kepala daerah, entah itu Gubernur, Wali Kota atau Bupati. Lalu kepala dinas terkait. Berikutnya adalah lurah dan camat. Selanjutnya, adalah orang-orang yang mampu. 
 
Tapi sekali lagi, yang paling ideal itu adalah tugas negara, dimana jika di daerah itu direpresentasikan oleh kepala daerah. Bila di level nasional, Presiden adalah wakilnya. Dan, teknisnya negara hadir lewat kebijakan. Untungnya untuk kasus Adun di Cianjur, masih ada Kapolres dengan 'rasa' Bupati. Ia yang cepat turun tangan, ketimbang kepala daerah. 
 
Pertanyaannya kenapa masih ada warga seperti Adun?  Jawaban yang paling mungkin, kebijakan yang dilahirkan atau dikeluarkan oleh otoritas yang mewakili negara, dalam hal ini jajaran pemerintah, tak menyentuh kehidupan warga seperti Adun. Adun, adalah representasi warga yang diabaikan negara. Bahkan, mungkiin tak dianggap sama sekali oleh negara. Maka, Adun pun memasak batu. 
 
Namun memang, sangat wajar bila warga seperti Adun tak tersentuh. Di tengah situasi yang korup, banyak kebijakan yang tak tepat sasaran. Banyak disunat, di mark up dan diselewengkan. Hingga yang menikmati, adalah semata elit. Dari elit, hanya untuk elit. 
 
Lebih miris lagi, yang kemudian tergerak mengulurkan bantuan adalah Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, daerah yang berjarak jauh dengan Cianjur. Tapi, percayalah, setelah ini ramai, Bupati Cianjur pun akan tergerak. Entah, karena rasa malu, atau memang karena merasa bertanggungjawab. 
 
Dan, semoga Pak Bupati, tidak lantas kemudian 'memasak batu', hanya untuk membuat  warganya tertidur pulas, melupakan dera hidup dan himpitan kemiskinan. 
 
 

Ikuti tulisan menarik Agus Supriyatna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB