x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kalashnikov Barangkali Menyesal

Dalam pembantaian di Gedung Bataclan, Paris, pelaku menggunakan senapan AK-47. Senjata mematikan ini diciptakan Mikhail Kalashnikov.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“It is painful for me to see when criminal elements of all kinds fire from my weapon.” 
--Mikhail Kalashnikov (1919-2013)

 

Dibandingkan dengan Vladimir Lenin dan Josef Stalin, nama Mikhail Timofeyevich Kalashnikov tampaknya paling jarang disebut. Namanya boleh jadi juga kurang dikenal dibandingkan dengan senjata mematikan yang ia ciptakan: AK-47. Senjata otomatis berlaras panjang dengan magazin melengkung ini terkenal di kalangan manapun, mulai dari gerilyawan, pasukan elite, hingga teroris.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai senjata otomatis, AK-47 sanggup memuntahkan peluruh sangat cepat dan efektif dalam mengenai sasaran. Senjata avtomat ciptaaan Kalashnikov pada 1947 (dari seini lahir nama AK-47) ini dengan cepat terkenal karena adaptif digunakan dalam berbagai medan pertempuran, yang dingin, berpasir, maupun di hutan. Senjata ini murah untuk diproduksi karena strukturnya sederhana, mudah dirawat, dan tahan lama.

Ketika menciptakan AK-47, Kalashnikov mungkin hanya berpikir bahwa senjata mematikan ini dapat membantu bangsanya dalam melawan musuh dan mempertahankan negara. Bahkan, senjata ini juga menjadi lambang kebebasan bagi mereka yang tertindas dan tengah memperjuangkan kemerdekaannya. Sayangnya, senjata ini sekaligus lambang kekerasan yang mengerikan.

Kalashnikov mungkin  tidak menyangka bahwa senapa legendaris ciptaannya digunakan untuk mencapai tujuan apapun, termasuk untuk melakukan teror dan menciptakan ketakutan massal. Semakin populer senjata ini, dan mudah diperoleh di pasar peralatan militer (termasuk pasar gelap), semakin mungkin senjata ini digunakan menyimpang dari gagasan awal pembuatannya. Ya, dalam perkembangannya, pemakaian AK-47 tak mampu dikendalikan oleh penciptanya.

Lantaran fakta historis inilah, di akhir hayatnya Kalashnikov menyesali kematian semua orang yang diakibatkan oleh pemakaian AK-47. “Rasa sakit dalam jiwa saya tak tertahankan,” tulisnya dalam surat yang ia tujukan kepada pemimpin Gereja Ortodoks Rusia. “Saya terus mencari jawaban untuk satu pertanyaan: jika senjata ciptaan saya mencabut nyawa seseorang, apakah saya berdosa atas kematian orang itu, sekalipun bila orang itu musuh?”

Penyesalan Kalashnikov datang terlambat—senjata sudah tercipta, sudah diproduksi lebih dari 100 juta unit, dan dipakai di medan pertempuran di seluruh dunia. Orang mungkin juga bertanya: tidakkah ia membayangkan kematian demi kematian, tragedi demi tragedi, bencana demi bencana, ketika ia merakit senjata AK-47 dan mencoba memuntahkan seluruh peluru dari magazinnya untuk pertama kali? Seperti juga kini ketika sejumlah teroris menyerbu Gedung Bataclan di Paris dan membantai lebih dari seratus penonton konser Eagles of Death Metal dengan mengandalkan AK-47? Tidakkah ia membayangkan wajah-wajah yang meregang maut saat jiwanya direnggut?

Mungkin saja Kalashnikov menyesal. Ia mengaku menciptakan AK-47 ketika dunia tengah dicekam peperangan. “Seandainya situasinya damai, mungkin saya menciptakan mesin pertanian,” ujarnya suatu ketika. Namun, andaikan ia tidak menciptakan senjata mematikan ini, boleh jadi orang lain akan menciptakannya. (Foto: Mikhail Kalashnikov dan AK-47; sumber foto: tempo/AP) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler