Pernahkah anda mengalami situasi dimana diri anda di-persepsi-kan ‘tidak baik’ oleh orang lain? Jika iya, apa yang anda lakukan dalam meresponnya?.
Banyak orang merasa ‘cuek’ dengan persepsi orang, tidak memerdulikannya, dan menganggapnya hanya akan buang-buang waktu untuk menyikapinya. Namun, bagi yang memiliki ‘perhatian’ lebih terhadap ‘citra diri’ di ranah publik dan atau lingkungan sosial-nya, persepsi orang lain tentu menjadi perhatian tersendiri. Maka, mengelolanya dengan baik adalah kuncinya. Apalagi, ini terkait tentang kredibilitas diri yang harus dijaga.
Persepsi itu bersifat subyektif. Persepsi lahir dari pengetahuan, dan pengalaman yang bersifat personal, yang kemudian menjadi sebuah kesimpulan pribadi dalam memandang sebuah permasalahan. Karena sifatnya yang personal, seharusnya tidak ada kata ‘benar’ atau ‘salah’ pada persepsi yang dimiliki oleh seseorang. Masing-masing bebas dengan persepsinya.
Karena sifatnya yang ‘subyektif’, mendiskusikan dan atau mendialog-kan ‘persepsi’ kita terhadap sebuah permasalahan, seringkali berpotensi memunculkan ketegangan-ketegangan dalam berpendapat. Apalagi, jika kita memaksakan ‘persepsi’ yang kita miliki kepada yang lain. Tentunya, konflik akan sulit terhindarkan.
Ambil contoh, berdasarkan persepsi banyak orang di kantor, cara berkomunikasi si A tidaklah sopan dan cenderung kasar. Apakah dengan persepsi demikian, bisa disimpulkan bahwa cara berkomunikasi si A memang “kasar”?
Bagi saya, ketika kesimpulan diambil hanya berdasarkan ‘persepsi’ dari orang-orang, ataupun berdasarkan asumsi-asumsi yang berkembang, tanpa pernah melakukan klarifikasi dan verifikasi terhadap sumber ataupun obyek yang di-persepsikan, maka yang sedang terjadi adalah proses ‘pemaksaan’ pandangan. Bisa dibayangkan akibat dan dampak yang dirasakan oleh orang yang dipaksa meneriman pandangan tersebut. Melawan tentunya merupakan reaksi yang wajar.
Atas dasar inilah, apapun persepsi yang kita miliki atas sebuah persoalan, kita harus memberikan ruang untuk menguji dan membuktikannya. Dengan ruang yang cukup, kita akan memiliki kesempatan untuk mendalami, memahami apa yang sebenarnya menjadi konteks, dan akar dari sebuah permasalahan. Dari sini, modal kita untuk mengambil keputusan ataupun kesimpulan jauh lebih mumpuni dibanding hanya bersandar pada ‘persepsi’.
Walaupun didukung jutaan manusia sekalipun, sebuah persepsi tetaplah persepsi, yang bersifat personal dan subyektif, dan tidak akan pernah bisa dipaksakan kepada orang lain. Berhati-hati lah dengan persepsi-mu, karena ia adalah Harimau-mu. #gusrowi.
Ikuti tulisan menarik Gusrowi AHN lainnya di sini.