x

Iklan

Istiqomatul Hayati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mendamaikan Menteri dengan Menjadi Juri Markobar Gibran

Daripada para menteri itu saling sindir dan serang sana sini, kenapa Pak Jokowi tidak undang mereka menilai markobar Gibran.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Semalam saya bersama teman-teman alumni kampus UGM mengadakan pesta makan martabak. Tujuannya, selain untuk menilai martabak mana yang unggul, kami ingin meniru cara Presiden Joko Widodo melakukan diplomasi makan sambil mengakrabkan diri dengan rakyat. Karena kami bukan presiden dan sudah akrab satu sama lain, pesta martabak ini hanya alasan untuk bertemu saja.

Ada tiga merek martabak yang kami pilih: Martabak Kota Barat (Markobar) milik Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, Martabak Boss di Menteng, dan Martabak Banditz di Tebet.

Ada alasan mengapa tiga merek itu yang kami pilih. Bisa dibilang kami latah oleh kedatangan Markobar yang buka cabang di Jakarta pada Januari lalu. Kami terpukau oleh kedahsyatan iklan para netizen yang memperlihatkan antrean panjang demi merasakan Markobar milik anak presiden. “Di jaman Jokowi, orang makan martabak harus antre kayak jaman PKI. Presidennya ngapain aja? Kayak di Suriah saja,” begitu komentar netizen. Tentu bukan berniat serius.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi, kalau hanya mencicipi Markobar, kami bisa dibilang kecebongers. Maka, kami cari para penantang Markobar. Martabak Boss kami pilih karena memang pemain lama. Boss akan menjadi patokan.

Bagaimana dengan Banditz? Ini martabak newbie karena baru ada Januari lalu di Tebet. Pemiliknya, Nico Siahaan (bukan artis dan politikus itu), sebelumnya berjualan baju impor KW. “Kan belum ada orang Batak jualan martabak, mbak,” katanya. Kenapa dipilih nama Banditz? “Martabak kami membegal rasa.” Oh, baiklah.

Ketiga merek martabak ini sama-sama menawarkan martabak manis dengan aneka topping. Dari nutella, green tea, cokelat messes, silverqueen, ovomaltine, oreo, cadburry, selai skippy, keju cheddar, toblerone, dan lain-lain.

Siapa pemenangnya? Sebagian besar dari kami memilih Martabak Banditz juaranya. Soalnya, para pencicip ini adalah kelompok pinisepuh yang harus mengontrol asupan makanan agar kolesterol tidak melonjak cepat. Dibandingkan dua martabak lainnya, Banditz tidak terlalu manis dan tidak eneg.

Tapi ini soal pilihan ya. Gak ada maksudnya menjatuhkan satu sama lain. Bisa jadi yang tidak disuka para orang tua ini disuka para ABG. Lagi pula, tujuan kontes martabak ini kan agar kami ada alasan untuk bertemu sekaligus mempraktekkan Diplomasi Makan Pak Presiden.

Hanya tiba-tiba, saya membayangkan, daripada para menteri itu saling sindir dan serang sana sini, kenapa Pak Jokowi tidak gunakan diplomasi makan untuk mengakurkan kabinetnya. Kan asik tuh, para menteri yang ribut itu, diundang menjadi juri martabak, makan bersama, sambil ngobrol maunya apa. Masih ingin berada di dalam kabinet atau nyempal terus? Seperti Pak Jokowi bilang sendiri, sambil makan dan cekikikan sehingga tidak ada Masela di antara kita.

Hanya jangan lupa, Pak, tolong siapkan pil pengendali kolesterol dan gula darah. Bukan hanya untuk mengendalikan kadar gula dan kolesterol yang tinggi akibat menyantap martabak manis, tapi juga kalo tensi meningkat tinggi gara-gara memang wataknya susah diakurkan. Ya kalau begitu sih, delete saja jadi menteri.

 

 

Ikuti tulisan menarik Istiqomatul Hayati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler