x

Dua petugas kepolisian menggiring tersangka kurir ganja, ZF (tengah) sebelum pemusnahan barang bukti di Mako Dit Resnarkoba Polda Kalbar, Pontianak, 2 Februari 2016. ANTARA FOTO

Iklan

Agus Supriyatna

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kisah Bupati Nyabu, Sudah Teler Terancam Dipecat Pula

Bupati Noviandi, saat digerebek sedang nyabu di kediaman pribadinya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengaku sangat kecewa dengan tertangkap tangannya Bupati Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Ahmad Wazir Noviandi oleh Badan Narkotika Nasional (BNN). Bupati Noviandi, saat digerebek sedang nyabu di kediaman pribadinya. 
 
Makin menyesakan lagi, sang Bupati baru saja dilantik. Bahkan baru sekitar satu bulan, Noviandi jadi orang nomor satu di Ogan Iir setelah terpilih dalam pemilihan kepala daerah serentak, Desember kemarin. Kian menyedihkan, saat digelar jumpa pers di markas BNN, Noviandi yang dihadirkan masih dalam keadaan 'teler'. Kepala BNN, Komisari Jenderal Budi Waseso sendiri mengungkapkan, Noviandi sudah dipantau BNN sejak lama. Bahkan, menurut Jenderal Waseso, saat dilantik jadi Bupati, Noviandi dalam keadaan teler, atau habis nyabu. 
 
"Menyedihkan dan mengecewakan," kata Menteri Tjahjo. 
 
Menteri Tjahjo sendiri merasa heran, kenapa Noviandi bisa lolos jadi calon bupati. Padahal, sebelum ditetapkan sebagai kontestan Pilkada, ada tahapan tes kesehatan, dimana salah satu yang dites, apakah calon yang akan maju dalam arena Pilkada, bebas narkoba atau tidak. Faktanya, Noviandi lolos. Dan, fakta lainnya, merujuk pada keterangan BNN, Noviandi sudah dipantau dari tiga bulan lalu. Ini tentu jadi pertanyaan, ada apa dengan tes kesehatan di Pilkada Ogan Ilir? Adakah yang 'bermain' untuk meloloskan Noviandi? 
 
Menteri Tjahjo sendiri mengaku sudah meminta kepolisian memeriksa hasil tes kesehatan saat Pilkada di Ogan Ilir. Kata Tjahjo, harus ditelusuri, dimana tes dilakukan. Siapa dokternya. Dan rumah sakit mana yang melakukan tes. 
 
Bahkan, Tjahjo juga meminta BNN mengetes urin Wakil Bupati Ogan Ilir, HM Pandji Ilyas. Pandji sendiri, saat terjadinya penggerebakan, ada di lokasi kejadian, atau sedang ada di rumah sang Bupati. Meski, kemudian Pandji dilepaskan, tak ikut digelandang ke markas BNN, di Cawang, Jakarta. Tapi, kata Tjahjo, harus dipastikan Wakil Bupati Ogan Ilir itu bersih dari narkoba atau tidak. Karena itu sang wakil pun mesti di tes urin ulang. Bila positif, nasib Pandji akan sama dengan Noviandi. Tapi, bila negatif, Pandji yang secara aturan akan jadi pelaksana harian tugas bupati, sampai ada keputusan hukum yang tetap atau inkrah. 
 
Lalu, bagaimana nasib selanjutnya Bupati 'teler' tersebut? Mengenai ini, saya dapat keterangan dari Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Pak Dodi Riyatmadji. Menurut Pak Dodi, sanksi bagi Bupati 'teler' dapat berujung pemberhentian dari jabatannya. Kata Pak Dodi, selain terancam hukuman pidana, pejabat daerah yang terbukti menggunakan narkotika atau obat terlarang juga akan diberhentikan. 
 
Kemudian Pak Dodi menerangkan payung hukumnya. Menurut dia, sanksi tersebut termaktub dalam  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 78 ayat 2 huruf f. Tapi meski demikian,  sanksi bagi pejabat bersangkutan tak langsung sertamerta dijatuhkan. Kementerian Dalam Negeri, akan jatuhkan sanksi setelah melihat tahapan status hukum si pejabat. 
" Apakah yang bersangkutan berstatus tersangka, terdakwa, atau terpidana, maka sanksi yang diberikan akan berbeda,” kata Pak Dodi.
 
Lalu bagaimana dengan roda pemerintahan di Ogan Ilir? Pak Dodi menjelaskan, penyelenggaraan pemerintahan harus tetap berjalan seperti biasa. Pembangunan serta pelayanan masyarakat di Kabupaten Ogan Ilir mesti berjalan seperti biasanya. Karena itu dia meminta masyarakat Ogan Ilir tetap tenang. Serta mempercayakan kasus bupati mereka pada proses hukum yang sedang berjalan. 
 
" Dengan ditangkapnya Bupati Ogan Ilir tidak serta merta mengganggu jalannya pemerintahan di sana," katanya.
 
Kata Pak Dodi, sudah ada mekanisme yang diatur dalam  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Beleid tersebut memberikan jaminan penyelenggaraan pemerintahan daerah harus tetap berjalan seperti biasanya, meski Kepala Daerah berhalangan sementara atau sedang menjalani masa tahanan. 
 
“UU 23 Tahun 2014 sudah mengantisipasi hal tersebut,” ujar Pak  Dodi.
 
Ia pun kemudian menyebut ketentuan yang termuat dalam Pasal 65 UU Pemda. Dalam Pasal tersebut, ada beberapa ayat yang mengatur terkait hal tersebut. Misalnya, dalam hal kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah. Lalu, di saat bersamaan wakil kepala daerahnya pun  sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara, maka sekretaris daerah yang melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah.
 
" Jadi itu mekanismenya," kata Pak Dodi. 
 

Ikuti tulisan menarik Agus Supriyatna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu