x

Iklan

Anton Priyanto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Papua Adalah Bagian dari Indonesia Bukan Dianeksasi

Papua merupakan salah satu bagian dari sejarah Indonesia bahkan sejak jaman kerajaan Majapahit.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setelah Proklamsi 17 Agustus 1945 dimana secara SAH dunia Internasional mengakui keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka dengan segala genap usaha dan upaya para pejuang Indonesia mengusir penajajahan Belanda atas Indonesia, termasuk di Bumi Papua. Beberapa upaya yang dilakukan oleh Pemerintahan Indonesia pada waktu itu untuk mengusir kepenajajahan Belanda dan sekutunya di Indonesia, yaitu sebagai berikut :

1.   Konferensi Meja Bundar 1949.

Empat tahun setelah kemerdekaan Indonesia, Belanda tetap menguasai wilayah Papua. Perjuangan yang ditempuh yaitu melalui Konferensi Meja Bundar (KMB). Konferensi ini berlangsung di Den Haag Belanda tanggal 23 Agustus 1949. Dalam perjanjian itu disepakati bahwa seluruh bekas jajahan Belanda adalah wilayah Republik Indonesia, kecuali Papua Barat akan dikembalikan Belanda ke pangkuan NKRI 2 tahun kemudian.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

2.   Trikora

            Pada tanggal 19 Desember 1961 di Alun-alun Utara Jogjakarta, Presiden Pertama  Indonesia Soekarno mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan NKRI. Peristiwa ini muncul karena Belanda mengingkari kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB), membentuk Dewan Nasional Papua (embrio OPM) dan mendeklarasikan negara boneka tanggal 1 Desember 1961.

3.   New York Agreement

Melalui upaya diplomasi yang alot yang difasilitasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Belanda akhirnya mau menandatangani New York Agreement (NYA) bersama Indonesia pada tanggal 15 Agustus 1962. Agar Belanda tidak kehilangan muka, perundingan NYA mengatur penyerahan kekuasaan dari Belanda atas tanah Papua dilakukan secara tidak langsung. Belanda menyerahkannya kepada PBB, baru setelah itu PBB menyerahkanya ke pemerintah Indonesia melalui referendum (PEPERA).

4.   Referendum (PEPERA)

Sebagai bagian dari perjanjian New York, Indonesia sebelum akhir tahun 1969 wajib menyelenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). Dalam pelaksanaannya musyawarah PEPERA di tiap kabupaten dihadiri oleh Ketua dan para anggota DMP, Menteri Dalam Negeri/Ketua Perutusan Pemerintah Pusat, Menteri Luar Negeri, Utusan Sekretaris Jenderal PBB dipimpin oleh Duta Besar Ortiz Sanz, beberapa Duta Besar Negara-Negara sahabat, wartawan-wartawan dalam dan luar Negeri, serta Para Peninjau. Hasilnya, masyarakat Papua menghendaki bergabung dengan NKRI. Papua menjadi provinsi ke-26 Indonesia dengan nama Irian Jaya. Keputusan ini ditentang Dewan Nasional Papua dan sejumlah pengamat independen yang diprovokasi Belanda.

Tokoh sejarah Papua, Frans Albert Joku melalui Redaksi Papua Pos mengatakan, Papua bukan dianeksasi, bukan berintegrasi  dan diintegrasikan  atau digabungkan dengan NKRI, karena berintegrasi atau bergabung adalah proses masuk  dari luar ke dalam Indonesia. Sementara Papua adalah bagian dari sejarah Indonesia, bahkan sejak jaman Kerajaan Majapahit Papua sudah masuk dalam wilayah territorial Majapahit.  Sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 berdasarkan azas uti prossidentis juris, Papua adalah bagian  dari Indonesia namun ditahan oleh  Belanda  untuk sementara  waktu dan diserahkan kepada Indonesia melalui proses Pepera.

Melihat jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, pendapat tokoh pejuang Papua, Ramses Ohee memaparkan fakta sejarah menunjukkan keinginan rakyat Papua bergabung dengan Indonesia sudah muncul sejak pelaksanaan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. "Sayangnya, masih ada yang beranggapan bahwa Sumpah Pemuda tidak dihadiri pemuda Papua. Ini keliru, karena justru sebaliknya, para pemuda Papua hadir dan berikrar bersama pemuda dari daerah lainnya. Ayah saya, Poreu Ohee adalah salah satu pemuda Papua yang hadir pada saat itu". Mantan anggota DPRD Kabupaten Jayapura pada 1990-an dalam pemberitaan di antaranews.com tanggal30 April 2015, mengungkapkan bahwa "Papua sudah sah ke pangkuan ibu pertiwi, ke NKRI lewat Pepera yang dilaksanakan pada 1 Mei 1969 dan telah disahkan oleh PBB".

Fakta-fakta dan sejarah perjuangan Indonesia ini sebagai bukti nyata bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia dan mendapat pengakuan yang sah dari dunia internasional. Sampai sekarang ini semakin banyak pihak-pihak yang memutarbalikkan sejarah dan masih menyangkal kenyataan integrasi Papua ke dalam NKRI, terutama oleh tokoh-tokoh dari Dewan Nasional Papua. Dewan Nasional Papua pada 1 Juli 1971 bertransformasi menjadi Organisasi Papua Merdeka (OPM).  Pada tanggal 6 Desember 2014 OPM mendeklarasikan Gerakan Persatuan West Papua untuk Pembebasan atau The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Pada kenyataannya kelompok OPM tersebut melakukan aksi kekerasan baik terhadap warga sipil maupun aparat keamanan dan perjuangan tokoh OPM secara politis, jelas disebut "Separatisme". Kelompok Separatis Papua selama ini terus berupaya mencari dukungan dunia internasional dengan menciptakan opini terjadinya pelanggaran HAM di Papua, masyarakat pribumi Papua sendiri yang menjadi korban dan aparat kemanaan TNI-Polri yang dijadikan kambing hitam. Isu Geonisida sampai dengan pelanggaran HAM dihembuskan seolah-olah ada perlakuan tidak adil dari pemerintah pusat maupun aparat keamanan kepada masyarakat Papua. Pemerintah sudah sepatutnya mengambil langkah tegas terhadap OPM, terutama pihak asing yang ikut campur dalam permasalahan Papua. Para aktivis dan LSM asing juga perlu diwaspadai karena apapun bentuk dan kegiatannya merupakan ancaman bagi pemerintahan Indonesia.

Ikuti tulisan menarik Anton Priyanto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler