x

Iklan

Santi Harahap

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mewaspadai Kebangkitan Komunis Gaya Baru

Bahaya komunisme atau paham komunis tidak boleh dianggap remeh, jangan diremehkan karena kebangkitan kembali komunisme di Indonesia sedang terjadi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Bahaya komunisme atau paham komunis tidak boleh dianggap remeh, jangan diremehkan. Kebangkitan kembali komunisme di Indonesia sedang terjadi. Mungkin tidak seekstrim jaman dahulu yang terang-terangan menampilkan identitas dan kekerasan dalam melakukan pemberontakan. Pada era reformasi, komunisme bangkit dengan cara lebih halus dan menyusup kemana-mana. Banyak aktifis, tokoh, politisi, akademisi, bahkan ulama, baik dengan sadar atau tanpa sadar mendukung bangkitnya komunis Indonesia yang membonceng isu HAM, demokrasi, hak-hak buruh, anti SARA dan lainnya.

Sejak peristiwa G30S/PKI, simbol palu dan arit menjadi tabu karena diinterpretasikan dengan komunis yang ingin menghancurkan Indonesia dari dalam. Seiring lengsernya pemerintahan orde baru, simbol palu dan sabit mulai bermunculan lagi dalam berbagai bentuk dan lambang. Kita bisa melihat dari media cetak atau online yang menayangkan informasi temuan aparat keamanan terkait atribut komunis seperti baju dan sepatu bergambar palu arit. Tidak kalah mengejutkan yaitu munculnya Festival Belok Kiri yang direncanakan berlangsung selama sebulan dengan berbagai agenda acara yang bersifat propaganda kebangkitan komunis. Meskipun acara ini jelas-jelas tidak mendapat ijin dari pihak kepolisian tetapi dipaksakan dengan mengalihkan tempat kegiatan dari TIM ke kantor LBHI.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemerintah sejauh ini belum mengambil tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam kegiatan mengarah pada bangkitnya komunisme. Kondisi seperti ini tentunya menimbulkan keresahan di masyarakat dan memancing emosi para tokoh, politisi, serta ulama untuk mengeluarkan pernyataan keras. Mantan Wakil Presiden RI, Tri Sutrisno mengeluarkan pendapat secara tegas bahwa gerakan PKI Gaya Baru ini mencoba merusak pikiran anak-anak muda yang tak paham sejarah. Mereka berupaya memutarbalikkan fakta dengan menyebut PKI sebagai korban kekejaman Pemerintah Orde Baru. Kenyataan dapat kita lihat bahwa PKI semakin berani memprovokasi berbagai elemen bangsa. Selain itu, menguatnya gejolak komunis diakibatkan beberapa tokoh seperti pengacara Nursyahbani Katjasungkana yang mengajukan untuk membuka sidang dengar pendapat kasus PKI di Den Haag dan bersama pengacara kondang Todung Mulya Lubis menghadiri sidang International People's Tribunal terkait tragedi 1965.

Berbagai aspek mulai dikuasai Komunis Gaya Baru (KGB). Aspek kebudayaan merupakan sasaran yang dapat dengan mudah mempengaruhi pola pikir masyarakat, contohnya pemutaran film Senyap atau Look of Silence karya Joshua Oppenheimer. Film dokumenter ini diputar di 457 titik, 160 diantaranya merupakan pemutaran terbuka dari Aceh sampai Papua. Film terbaru yang berhasil meluncur ke bioskop seluruh Indonesia yaitu dengan judul "Surat Dari Praha". Kedua film ini mengaitkan tragedi 1965 dan fokus pada korban PKI. Pemutaran film ini dikhawatirkan akan memberikan dampak dan pemikiran yang bersifat negatif terhadap nilai sejarah yang sesungguhnya. Perjuangan untuk mendapat simpati dan dukungan dari masyarakat internasional juga dilakukan KGB yaitu dengan penyelenggaraan konferensi dan pameran foto tragedi '65 di Paris Prancis.

Aspek akademisi tidak lepas dari sasaran KGB, terbukti dengan adanya wacana diskusi dan dilanjutkan penayangan film "Senyap'' yang dilakukan oleh alumni dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas di Tanjungpura Pontianak dan Universitas Brawijaya Malang. Namun kegiatan ini mendapat larangan dari pihak universitas dan keamanan wilayah setempat. Kegiatan serupa yang mengarah pada perjuangan komunis yaitu Seminar Nasional dengan tema "International People’s Tribunal  (IPT) 1965 dalam

Perspektif Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM)” di FISIP Unand (Universitas Andalas) Padang. Seorang guru menjadi terpengaruh pada tulisan Dirjen Kebudayan, Hilmar Farid. Diah Wahyuningsih Rahayu pernah mengutip tulisan “Warisan Kunci Politik Orde Baru adalah Kemiskinan Imajinasi Politik, Sosial, dan Kultural” dan mencoba meluruskan sejarah serta merubah fakta kebiadaban PKI. Tidak hanya guru, paham komunisme juga menjalar pada sekelompok anak muda seni yang berhimpun dalam lembaga pers kampus yang mengangkat Marxisme menjadi sebuah kursus.

Sasaran KGB selanjutnya yaitu aspek politik melalui Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang masih aktif dalam menggalang aksi protes dan demonstrasi mengkritik berbagai kebijakan yang dianggap neoliberal. PRD gencar mengkampanyekan kedaulatan nasional dan Gerakan Nasional Pasal 33 (GNP33) UUD 1945. PRD juga menyiapkan strategi politik menghadapi pemilu 2019 dengan mengadakan kongres di pertengahan tahun 2015. Partai ini menggandeng aktivis muda dan mengangkat nasionalisme, namun selalu menjadi oposisi bagi pemerintah.

Ancaman komunisme gaya baru yang semakin gencar ini juga mendapat sorotan dari sejarawan Prof. DR. Anhar Gonggong. Berdasarkan salah satu media online, sejarawan ini mengatakan bila sekarang kembali muncul perseteruan antara aktivis mahasiswa Islam seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) melawan kelompok aktivis 'gerakan kiri' terkait pelarangan acara ‘Festival Belok Kiri’ di Taman Ismail Marzuki (TIM), merupakan hal yang tidak mengherankan, bahkan dipandang hanya mengulang sejarah saja. Perseteruan antara organisasi mahasiswa Islam seperti HMI dan GPII melawan kelompok aktivis kiri itu sudah berlangsung dari dulu. Bahkan pada tahun 1960-an mencapai puncaknya. Apa yang dikatakan Anhar Gonggong ini patut dicermati dan dipelajari oleh semua kalangan, terutama anak-anak muda. Sejarah mengungkapkan, aksi kekerasan dan kekejaman PKI telah banyak merenggut korban jiwa, baik di kalangan ulama, tokoh masyarakat dan beberapa Jenderal TNI. Di sisi lain, PKI justru memutarbalikkan fakta sejarah dan menuntut keadilan.

Kebangkitan gerakan komunis dewasa ini berpotensi menimbulkan ancaman bagi ideologi negara Pancasila serta dapat menimbulkan gejolak politik dan keamanan di kemudian hari. Pendukung Komunis Gaya Baru membentuk paguyuban korban 1965 dan giat menuntut agar mereka mendapat ganti rugi dari pemerintah. Keberadaan organisasi komunis baru di kalangan generasi muda mengindikasikan belum selesainya konflik ideologi antara ideologi Pancasila dengan ideologi antitesisnya seperti komunisme, Leninisme dan Marxisme. Perlu dibangkitkan kembali wawasan kebangsaan dan sosialisasi pemahaman ideologi Pancasila, melalui metode pendekatan sosialisasi yang baru dan kontekstual secara terus menerus. Tidak kalah pentingnya, yaitu perlu kesamaan dan kesatuan sikap untuk menghadapi ancaman bangkitnya gerakan komunis dengan kemasan baru. Masyarakat terutama generasi muda perlu mewaspadai penyebaran paham dan gerakan komunisme, kapitalisme, neoliberalisme dan globalisme di tanah air, karena paham dan gerakan-gerakan ideologis tersebut mengancam eksistensi Pancasila dan NKRI.

 

Ikuti tulisan menarik Santi Harahap lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler