x

Iklan

Deni Iskandar

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ruang Gelap Reklamasi Teluk Jakarta

Pelaksanaan Reklamasi di Indonesia, bukanlah hal yang baru dilaksanakan oleh pemerintah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Deni Iskandar

Kader Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ciputat

Pelaksanaan Reklamasi di Indonesia, bukanlah hal yang baru dilaksanakan oleh pemerintah. Selain diatur dalam Undang-Undang (UU), reklamasi juga merupakan salah satu upaya pemanfaatan sumber daya lahan. di Indonesia, upaya ini sudah banyak dilakukan. Saat ini reklamasi pantai juga akan kembali dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sebagai upaya pemanfatan lahan di Ibukota.

Reklamasi pantai teluk Jakarta, bukanlah pertama kali dilakukan, jauh sebelum itu, tahun 1980-an agenda reklamasi di DKI Jakarta sudah dilakukan oleh pemerintah. kegiatan ini konon diupayakan untuk meningkatkan manfaat sumber daya lahan, namun dalam perjalanannya, pelaksanaan reklamasi ini, selalu menuai perdebatan yang tidak klimaks, seperti yang terjadi saat ini, ketika pelaksanaan reklamasi pantai Teluk Jakarta.

Reklamasi pantai Teluk Jakarta, dalam hal ini seperti berada dalam ruang gelap, kenapa demikian ? Pertama, secara pengelolaan, porsi kerja sama dalam agenda ini, banyak melibatkan pihak pengembang (swasta), kedua, belum kuatnya landasan hukum yang digunakan oleh pemprov, dan ketiga secara tidak langsung, pemerintah telah membunuh mata pencarian nelayan disekitaran pantai.

Sebagai negara maritim, Indonesia, memiliki garis pantai yang sangat luas, posisi laut di Indonesia, sangatlah strategis, dan  dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Pemerintah seharusnya dapat memanfaatkan Laut sebagai sumber kehidupan, bagaimana pun laut menjadi posisi sentral dalam negara maritim, dan upaya pemprov untuk melakukan reklamasi pantai,  tidaklah tepat, dan masyarakat harus menolak rencana tersebut.

Agenda reklamasi di DKI Jakarta, bukan kali ini saja, terdapat empat daerah yang telah di reklamasi oleh pemerintah diantaranya, kawasan Ancol di sisi utara, tahun 1981, hutan bakau kapuk, yang kini dikenal sebagai kawasan pemukiman mewah, Pantai Indah Kapuk, tahun 1995, kawasan Marunda, dan saat ini reklamasi dilakukan di kawasan pantai teluk Jakarta. (Kompas. 11/11/2015). Dalam pelaksanaannya, reklamasi selalu melahirkan perdebatan diantara perdebatan yang muncul yakni tentang kelayakan, layak atau tidak agenda reklamasi ini dilakukan oleh pemerintah.

Begitupun dengan reklamasi di pantai teluk Jakarta,  perdebatan yang muncul pun kembali terulang, selain masalah kelayakan, dan pertentangan hukum, reklamasi pantai teluk Jakarta ini juga, cenderung sangatlah memaksakan. Bagaimana tidak, dalam pelaksanaannya, reklamasi teluk Jakarta, sangatlah berpihak kepada swasta dan terdapat prosedur Hukum yang dilewati oleh Pemprov.

Pemprov DKI Jakarta dalam hal ini, banyak melibatkan dan menggandeng pihak swasta,. seperti PT Kapuk Naga Indah, PT Jakarta Propertindo, PT Muara Wasesa Samudra, PT Taman Harapan Indah, PT Jaladri Kartika Eka Paksi, PT Pembangunan Jaya ancol, PT Manggala Krida Yudha, PT Pelindo II , Pemprov DKI Jakarta. (KIARA: 2016). Agenda reklamasi pantai teluk Jakarta, tidak sepenuhnya dibiayai oleh pemprov, akan tetapi berbading terbalik, seharusnya pemprov tidak mesti menggandeng dan melibatkan banyak pengembang.

Akibatnya, reklamasi ini, menimbulkan banyak sekali dampak buruk, selain berdampak pada persoalan lingkungan, dan kelayakan, reklamasi pantai ini juga berdampak pada persoalan Hukum. Dalam memuluskan agenda reklamasi, pemprov menjadikan Perpres No 52 Tahun 1995, tentang reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Sebagai landasan hukum untuk melegalkan reklamasi tersebut. Padahal, Perpres yang dijadikan sebagai landasan hukum oleh Pemprov, dalam hal ini, sudah tidak berlaku, sebab pemerintah sudah mengeluarkan aturan baru, tentang reklamasi, yakni, Perpres No 122, Tahun 2012, tentang Reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Seharusnya yang dijadikan landasan Hukum oleh Pemprov dalam pelaksanaan reklamasi, bukanlah Perpres No 52 Tahun 1995, akan tetapi Perpres No 122 Tahun 2012, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam undang-undang (UU). disamping itu, dalam proses reklamasi juga, seharusnya Pemprov tidak hanya menggunakan Perpres semata, sebagai acuan, akan tetapi Pemprov juga harus menggunakan aturan-aturan yang berkaitan dengan persoalan reklamasi, seperti Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Menteri Kelautan, dan juga Peraturan Menteri Lingkungan Hidup.

Bagaimana pun, Indonesia sebagai negara hukum. maka segala persoalan yang berhubungan dengan persoalan negara harus sesuai dan tidak bertentangan dengan Hukum yang ada. Secara logika hukum, agenda reklamasi sudah tidak sesuai, dengan ketetapan-ketetapan yang telah diatur. Banyaknya aturan-aturan yang ditabrak, dan dilewati.

Persoalan ini memperlihatkan bahwa pelaksanaan Reklamasi di Pantai Teluk Jakarta, seperti berada dalam ruang yang gelap. Hal ini disebabkan karena agenda reklamasi berpihak dan mengutamakan kehendak swasta dibandingkan  kehendak masyarakat.

Ini menjadi catatan penting, bagi kita semua sebagai warga negara, bagaimana pun hukum harus menjadi panglima. Jangan sampai, politik memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari hukum. Reklamasi pantai teluk Jakarta bukan solusi yang paling konkret untuk dilakukan saat ini, bagaimana pun pelaksanaan reklamasi harus sesuai dengan mekanisme dan prosedur Hukum.

Jika reklamasi pantai teluk Jakarta, terus dilakukan, oleh pemprov, dengan dalih pemanfaatan sumber daya lahan, dan perluasan wilayah di Ibu Kota, maka Indonesia sebagai negara hukum, telah luntur, terserabut, dan keliru.

Jangan sampai, pelaksanaan reklamasi ini, melewati prosedur hukum dan mengalahkan aturan yang ada, demi kepentingan swasta. Agenda reklamasi dalam hal ini, bukanlah hal yang paling mendesak untuk dilakukan oleh pemprov. Sebab, reklamasi dalam hal ini akan meninggalkan dampak yang buruk bagi kondisi perairan Jakarta, maka seharusnya Pemprov melakukan kajian dengan semua elemen, baik dari pihak pemerintah, maupun institusi diluar pemerintahan.

Upaya pemerintah, dalam memperluas wilayah di DKI, dengan cara melakukan  reklamasi, bukanlah solusi yang tepat untuk dilakukan, selain tidak memiliki aturan yang kuat, dan membunuh mata pencaharian, reklamasi juga akan berdampak buruk pada kondisi perairan di DKI Jakarta, jangan sampai keinginan pemprov untuk melakukan perluasan wilayah, demi pembangunan ini, nantinya memperkeruh kondisi Jakarta.

Meskipun Jakarta merupakan daerah padat penduduk. reklamasi bukanlah solusi, sekalipun laut Jakarta tidak memiliki potensi yang baik, seharusnya pemerintah tidak mengeksploitasi sumber daya alam, demi kepentingan swasta. Dewasa ini, imajinasi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, dalam versi pemerintah, memiliki perbedaan yang sangat jauh dan tidak seimbang.

Kesejahteraan selalu diukur dari banyaknya pembangunan, padahal kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini bukanlah ditentukan oleh seberapa banyak pembangunan secara fisik itu hadir. akan tetapi seberapa banyak masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut.

Selama ini pembangunan, selalu menguntungkan pihak lain, dan masyarakat selalu menjadi penonton dalam pembangunan itu. Begitupun dengan persoalan reklamasi pantai Teluk Jakarta, apakah pembangunan itu mesti mengeksploitasi sumber daya alam dan mengorbankan kehidupan masyarakat Pesisir. ?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Deni Iskandar lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu