Hingga hari ini, Tidak ada bukti, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok , terlibat kasus korupsi pada Proyek Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang akhir akhir ini, gencar ditudingkan lawan politiknya kepada Ahok. .
Polemik bantuan nasi bungkus PT .Agung Podomoro Land
Setelah adanya pemberitaan Tempo terkaitnya bocoran Berita Acara penyidikan KPK, dimana adanya pengakuan Presdir PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja yang mengklaim bahwa PT Agung Podomoro Land turut membiayai pembelian nasi bungkus untuk para petugas penggusuran kawasan prostitusi Kalijodo di Penjaringan, Jakarta Utara, pebruari lalu.
Masih menurut Ariesman, bantuan nasi bungkus PT Agung Podomoro tersebut , PT. PT Agung Podomoro, telah menghabiskan dana tak kurang dari Rp.6 Milyar sesuai permintaan Ahok kepada ke PT Agung Podomoro.
Dari pengakuan Ariesman ke pada penyidik KPK itulah, kini pemberitaan tudingan lawan ahok kepada Ahok korupsi pada Proyek Reklamasi Pantai Utara Jakarta bertambah kencang.
Namun berita miring tentang PT. Agung Podomoro membantu nasi bungkus untuk petugas penggusuran di Kalijodoh itu, langsung dibantah Ahok . Kata Ahok, Klaim Ariesman itu tidak benar .
“ Pembelian nasi bungkus untuk petugas dilapangan menggunakan anggaran Pemprov APBD DKI tahun 2016 “ ujar Ahok. .
Bantahan Ahok tersebut, ditebali lagi oleh Wakil Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Pemprov DKI, Yani Wahyu Purwokom, yang mengaku, ia tak tahu menahu ada anggaran lain pada pembelian nasi bungkus pada waktu penggusuran Kalijodoh..
Masih menurut Wahyu Purwokom , setahu dia sumber anggaran untuk pembelian nasi bungkus pasukannya sebanyak 2500 personil , ketika menggusur Kalijodo pada akhir Februari lalu berasal dari anggaran lembaganya. Yakni Anggaran Satuan Polisi Pamong Praja Pemprov DKI 2016.
Sementara itu General Manager PT Agung Podomoro Land Alvin Andronicus, nampaknya ia juga merasa malu dengan adanya klaim Ariesman tersebut. Untuk itu maka terpaksalah ia membatah pernyataan atasannya sendiri yakni Presdir PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja yang kini masih mendekam di tahanan KPK.
Masih menurut Alvin Andronicus, pernyataan Ariesman itu tidak benar.
“ PT Agung Podomoro Land, tidak turut membiayai penggusuran lokalisasi Kalijodoh “ Ujar Alvin Andronicus
Namun, Alvin mengakui bahwa rumah susun Daan Mogot dibangun oleh perusahaannya sebagai bagian dari kewajiban pengembang.
Dari polemik berita Tempo itulah , kini mulai berkembang berita yang dihembuskan lawan Ahok, yang menuding Ahok sudah pasti bersalah, Ahok sudah pasti korupsi, Ahok tinggal menunggu waktu aja segera akan dicokok KPK ...dstnya... dstnya.,
Kita selaku orang yang bukan Ahoker dan juga bukan Hater Ahok, kadang kadang menjadi bingung sendiri dengan opini yang dikembangkan baik oleh Ahoker maupun Heter Ahok.
Apa benar Ahok korupsi ?
Untuk itulah maka tulisan ini di tulis, sekedar berita penyeimbang terkait tudingan dugaan Ahok Korupsi pada Proyek Reklamsi Pantai utara Jakarta.
Lalu pertanyaan apakah Ahok sudah korupsi atau tegasnya apakah Ahok sudah makan suap pada proyek Reklamsi Pantai utara tersebut sebagaimana yang banyak ditudingkan oleh Lawan Ahok ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut diatas, maka mau tidak mau kita harus mengkaitkan polemik proyek reklamasi itu dengan Pasal 12 hurup “ a “ Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak korupsi.
Mari kita simak bersama bunyi Pasal 12 huruf “a “ UU No 31/1999 jo UU No 20/2001 tentang Tipikor tersebut, Khususnya terkait dengan “ Suap “ penyelenggara negara.
Sebagai berikut :
“ di pidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat ) tahun dan paling lama 20 (dua puluh ) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.200.000,- (dua ratsus juta rupiah ) dan paling banyak 1 (satu) milyar rupiah.
a. Pegawai negeri atau Penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji , padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. “
Lalu dari pasal 12 huruf “ a “ tersebut diketahui unsur unsur sebagai berikut “
1. Unsur Pegawai Negeri atau penyelenggra negara
2. Menerima hadiah atau janji
3. Unsur padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.
4. Unsur yang bertentangan dengan kewajibannya.
Terdapat 3 Kasus pada proyek Reklamasi
Namun sebelum itu , untuk memudahkan pembahasan, maka penulis akan menyederhanakan dan memperinci Proyek Reklamsi Pantai Utara Kota Jakarta menjadi 3 Objek pembahasan sebagai berikut :
1. Kasus OTT suap mantan Ketua Komisi DPRD DKI Sanusi bersama dengan Presdir PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja dkk terkait Raperda Reklamsi pantai utara kota Jakarta..
2. Kasus Proyek Reklamasi terkait Pemberian izin oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang dituding oleh para lawan politik Ahok, banyak menabrak peraturan perundang undangan bahkan ada yang menuding Ahok tidak memiliki landasan hukum menetapkan pemberian izin kepada pengembang di Proyek Reklamasi Pantai Utara Kota Jakarta,
3. Kasus Proyek Reklamasi terkait . Ahok menerima bantuan nasi bungkus oleh PT. Agung Podomoro dan Bangunan Rumah Susun serta bangunan lainnya dari Presdir PT Agung Podomoro Land, Sebagaimana pengakuan General Manager PT Agung Podomoro Land Alvin Andronicus.
Untuk mengkaji terkait 3 kasus proyek Reklamasi tersebut diatas , penulis akan menggunakan pisau analisis pada ucapan dan pendapat standar dari para komisoner KPK , sebagaimana yang banyak dimuat media mainstream ketika mereka menjelaskan perkembangan penanganan KPK terkait Perkara RS Sumber Waras ke publik.
Mari kita mulai kaji bersama
Kajian atas hubungan hukum
1. Kasus OTT Sanusi, terkait Raperda Proyek Reklamasi Pantai utara Jakarta.
Kasus OTT Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI, Sanusi bersama dengan Presdir PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja dkk. Dapat diastikan Ahok tidak terlibat. Karena Ahok memang tidak tahu menahu adanya uang suap Ariesman ke pada Sanusi. Sehingga secara hukum tidak ada hubungan hukum untuk melibatkan Ahok pada kasus Suap Ketua Komisi D DPRD DKI Sanusi. Karena Ahok tidak tahu menahu tentang kasus suap Sanusi tersebut, maka tidak ada alasan hukum untuk menarik narik Ahok kepusaran kasus Suap Sanusi.
Disini Ahok tidak terlibat kasus suap Sanusi
“ Ahok Clear “.
Kajian atas Prosudural.
2. Kasus terkait Pemberian izin Reklamasi oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama.
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang dituding oleh para lawan politiknya , banyak menabrak peraturan perundang undangan dalam pemberian izin kepada para pengembang Proyek Reklamasi Pantai Utara kota Jakarta. bahkan ada juga yang menuding Ahok tidak memiliki landasan hukum jelas dalam menetapkan pemberian izin kepada pengembang di Proyek Reklamasi pantai Utara Kota Jakarta tersebut. Karena Peraturan yang digunakan Ahok sudah basi , sudah kedaluwarsa. Ahok menetapkan dan pemberian izin Reklamsi tanpa aturan yang jelas. Peraturan daerahnya belum terbit, Perdanya belum ada, namun Ahok berani beraninya memberi izin kepada perusahaan pengembang. Ada apa dengan Ahok ?, tentu menurut lawan politik Ahok pasti ada apa apanya yang di dapat Ahok pemberian izin dimaksud
Terkait dengan Prosedure pemberian izin oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kepada para perusahaan pengembang Reklamasi Pantai Utara Kota Jakarta, maka penulis akan menggunakan dan mendasarkan kajian pada ucapan standar para komisoner KPK ketika mereka menjawab pertanyaan media mainstream bahwa pada pembelian lahan RS Sumber Waras , Ahok juga dituding banyak menabrak peraturan peundang undangan .
Masalah prosedure menurut KPK
Sebagai contoh, pada kasus RS Sumber Waras Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan persoalan prosedur pembelian lahan RS Sumber Waras yang ditudingkan BPK kepada Ahok, dimana Ahok dipandang banyak melanggar peraturan perundang undangan, menurut Saut Situmorang persoalan presedure itu , bukan wilayah KPK. Itu urusan BPK . KPK itu urusannya korupsi .
Lalu seusai menjadi pembicara pada diskusi pengiat antikorupsi di Kota Malang , jawa Timur (27/4) , Komisioner KPK, Saut Situmorang menyatakan berdasarkan hasil kajian KPK, kata Saut , proyek pembelian lahan rumah sakit oleh Pemprov DKI Jakarta itu lebih pada persoalan prosedur.
"Kekeliruan prosedur itu mulai dari urutannya, terburu – buru keputusannya dan tak memasukan anggaran APBD hingga tanpa melalui Musrenbang. Karena itu, KPK tak bisa masuk ke masalah itu." tambah Saut. (27/4)
Sebenarnya masih banyak ucapan para komsioner KPK yang dapat kita jadikan pegangan dalam pembahasan masalah Korupsi. Namun untuk menyingkat pembahasan, maka penulis mencukupkan hanya pada pernyataan Wakil ketua KPK Saut Situmorang terkait cara pandang KPK terhadap “ persoalan prosedure “, terutama cara pandang KPK terhadap prosedure pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI tahun 2014 lalu.
Dengan kata lain karena tidak ditemukan ada unsur kerugian negara dan niat Jahat Ahok pada pembelian lahan RS Sumber Waras tersebut, , maka hingga kini penanganan perkara RS Sumber Waras oleh KPK, “ jalan ditempat”
Disini menurut Saut Situmorang KPK tidak bisa masuk , bila hanya berlandaskan pada tatacara atau prosedural. Peroalan prosudural itu menjadi urusan BPK ., bukan urusan KPK., urusak KPK hanyalah korupsi, adanya kerugian negara dan niat jahat Ahok
Kembali ke kasus Reklamasi pantai Utara
Bahwa sebagaimana tulisan para para Hater Ahok i, terkait Polemik reklamasi pantai utara kota Jakarta , mereka banyak mempersoalkan bahwa Ahok memberikan izin kepada para pengembang Reklamasi , banyak melanggar prosedural, Ahok banyak menabrak peraturan perundang undangan, Bahkan sebagian lagi menuding Ahok , tidak memiliki landasan hukum.Karena Perda tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta belum jadi , namun Ahok sudah memberikan izin kepada para perusahaan pengembang.
Bercermin kepada kasus Sumber Waras, pada persoalan “ prosedure” maka menurut penulis KPK tidak akan masuk kepada polemik Reklamsi Pantai Utara Kota Jakarta, jika hanya berlandaskan persoalan prosedur pemberian izin oleh Ahok kepada Perusahaan pengembang. Karena menurut KPK persoalan prosedural pemberian perizinan adalah urusan BPK.. bukan urusan KPK
Sampai disini kembali lagi
“ Ahok Clear “
Kajian terkait pemberian suap Reklamasi
Menurut pengakuan Presdir PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja , Ahok sudah menerima bantuan nasi bungkus untuk para petugas yang bertugas menggusur lokalisasi Kalijodoh. Pada bulan Pebruari 2016 lalu.
Walaupun pengakuannya ini sudah dibantah bawahannya sendiri, oleh General Manager PT Agung Podomoro Land Alvin Andronicus.
. “Untuk Kalijodo, setahu saya kami tidak ada kontribusi apa pun,” kata Senior General Manager PT Agung Podomoro Land Alvin Andronicus, kemarin. Namun, ia mengakui bahwa rumah susun Daan Mogot dibangun oleh perusahaannya sebagai bagian dari kewajiban pengembang.|
Kemudian Ahok juga menerima bantuan dari PT. Agung Podomoro land, menyumbang dengan membangun jalan inspeksi.
“Kalau dia keluarkan uang untuk membangun jalan inspeksi, itu benar,” katanya Ahok di Jakarta Timur, Kamis, 12 Mei 2016.
Beberapa proyek sudah diterima Ahok dari PT, Agung Podomoro Land antara lain, di antaranya proyek Rusunawa Daan Mogot, pembelian furnitur rusun, proyek Kali Ciliwung, pembangunan pompa, hingga penertiban Kalijodo dengan total nilai kontrak Rp 392,6 miliar.
Misalnya, untuk proyek pembangunan Rusun Daan Mogot, tertulis nilai kontrak Rp 92 miliar. Dari jumlah tersebut, PT APL baru membayar Rp 84,6 miliar sehingga sisa yang harus dibayar Rp 7,3 miliar. Dan dari total semua proyek, kekurangan yang harus dibayarkan tertulis Rp 173,9 miliar.
Disini sudah jelas bahwa Ahok selaku Gubernur DKI telah menerima bantuan dari PT. Agung Podomoro land berupa Rusun Daan Mogot dan Jalan Inspeksi di Kalijodoh serta furnitur rumah Susun Daan Mogot , pompa air .
“ Pertanyaannya apakah dengan menerima bantuan jalan Inspeksi Kali jodoh dan bangunan rumah Susun di Daan Mogot, pembanguan Pompa air dsbnya tersebut Ahok sudah dapat dikatakan Korupsi ?”
Kasus Ahok tidak memenuhi unsur korupsi (suap ) UU Tipikor
Untuk menjawab pertanyaan tersebut diatas kita harus memahami dulu posisi kasus Ahok selaku Gubernur DKI menerima bantuan dari perusahaan pengembang baik berupa bangunan ataupun barang dikaitkan dengan unsur unsur tindak pidana korupsi pada pasal 12 huruf “a” UU 31/1999 jo UU 20/2001 tentang Tipikor terkait dengan Suap , lalu kita kaitkan lagi dengan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU No 31 /1999 jo UU 20 Tahun 2001 tentang Tipikior berkenaan dengan penyalagunaan wewenang dan kerugian negara pada proyek Reklamasi Pantai utara Jakarta. .
Untuk menyingkat dan memudahkan kajian, disini penulis akan mencuplik berita dari Viva co.id berjudul “Ahok Marah Disebut Terima Rp300 M dari Agung Podomoro “ tertanggal 13 Mei 2016 antara lain sebagai berikut :
“ Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, marah besar saat ditunjukkan data yang menyebut ia menerima kontrak senilai lebih dari Rp300 miliar dari salah satu pengembang reklamasi, Agung Podomoro Land (APL), untuk mereklamasi Pulau A sampai Pulau E.
"Kamu kira, kalau gue nyimpen duit Rp300 miliar, gue taruh di mana itu duit? Kamu kira, gue dapat duit ini lalu, gue bangun (proyek-proyek yang dituliskan)? Makanya, gue tanya sama lu orang. Makanya, ini gue bilang fitnah men-spin (memutar balikkan fakta). Sori ya. Ini men-spin yang jahat sekali," ujar Ahok.
Ahok mengatakan, kepada APL, dia selaku pimpinan Pemerintah Provinsi DKI, meminta APL memberi tambahan kontribusi sebagai kompensasi diberikannya izin pelaksanaan reklamasi Pulau G. Tambahan kontribusi, diatur dalam Keputusan Gubernur DKI Nomor 2238 Tahun 2014.
Tambahan kontribusi, juga tidak berupa uang, melainkan aset. Pemerintah, kemudian melakukan penaksiran untuk menentukan aset yang diserahkan memenuhi besaran nilai tambahan kontribusi.
"Gila kalau gue terima. Gue terima uang, atau barang?," ujar Ahok.
Dari jawaban Ahok sebagaimana yang dimuat Viva co.id tersebut diatas, perbuatan Ahok selaku Gubernur DKI. yang memintah tambahan kontribusi kepada PT. Agung Podomoro land,Gubernur DKI berupa aset Pemrov DKI baik berupa bangunan, jalan maupun barang tidak masuk wlayah korupsi sebagaimana yang dimaksud Pasal 12 huruf “a” dan .2 ayat (1) serta Pasal 3 UU 31/1999 jo UU 20 /2001 . tentang Tipikor.
Untuk memperkuat argumen tulisan ini penulis kembali akan mencuplik ucapan salah seorang komisioner KPK .
“ Kita harus yakin betul didalam kejadian itu ada niat jahat , kalau hanya kesalahan prosedure , tetapi tidak ada niat Jahat , ya.. susah juga “ Ujar Alexander Marwata di Gedung KPK Jakata Selatan.
Ini yang dimasud penulis perbuatan Ahok meminta tambah kontrubusi kepada para perusahaan pengembang Proyek Reklamasi Pantai Utara Kota Jakarta terkait pemberian Izin pengelolaan sejumlah pulau buatan dipantai Utara Kota Jakarta, tidak memnuhi unsur tindak pidana korupsi.
Untuk menyingkat penulisan Penulis akan mencuplik unsur yang utama saja dari Pasal 12 huruf a , Pasal 3 UU 31/1999 jo UU 20 tahun 1999 jo UU 201 tahun 2001 tentang Tipikor
Mari kita Simak :
Dari 4 Unsur pada pasal 12 huruf “ a “ UU 31/1999 jo UU 20/2001 tentang Tipikor , penulis hanya akan mencuplik 2 unsur saja sebagai berikut :
1. Menerima hadiah atau janji
2. Unsur padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.
Jawaban Pasal 12 huruf a UU 31/1999 jo UU 20/2001 sebagai berikut :
-
1. Unsur Menerima hadiah
Yang dimaksud menerima hadiah disini adalah hadiah untuk diri Ahok.Untuk orang lain kawan Ahok, Untuk keluarga Ahok. Sementara hadiah atau pemberian PT Agung Podomoro sebagaimana diuraikan tersebut diatas adalah berbentuk bangunan, jalan , barang yang didaftarkan sebagai barang inventaris milik Pemrov DKI atau menjadi aset Pemprov DKI.
Dengan kata lain unsur menerima hadiah sebagaimana mauksud Pasal 12 huruf “a” tidak terpenuhi
2. Unsur padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.
Disini Ahok menggunakan kewenangannya, bukan untuk merugikan keuangan negara, tapi sebaliknya Ahok menggunakan kewenangannya untuk barter menambah kekayaan negara atau memberikan keuntungan kepada negara berupa aset negara yaitu berbentuk Rumah Susun di Dan Moogot, jalan., dan barang funiter serta pompa air yang kini tercatat sebagai milik negara atau milik Propv DKI yang terdaftar pada daftar barang inventaris Pemprov DKI. Dengan kata lain unsur menerima hadiah atau janji sebagaimana mauksud Pasal 12 huruf “a” tidak terpenuhi
Catatan pada sistem pembuktian hukum Pidana Indonesia. Semua unsur harus terpenuhi, bila salah satu unsur tidak terpenuhi,. Maka terdakwa yang didakwa tidak terbukti bersalah atau dengan kata lain terdakwa tidak terbukti telah melakukan pebuatan korupsi
Dari uraian tersebut diatas, Ahok tidak terbukti menerima suap atau dengan kata lugas Ahok tidak terbukti korupsi sebagaimana dimaksud Pasal 12 huruf a UU 31/1999 jo UU 20./2001 tentang Tipikor
Pembuktian Lanjut
Dari 4 unsur pasal 3 UU Tahun 1999 jo UU 20 Tahun 2001 penulis hanya akan mencuplik satu unsur saja , dengan catatan bila satu unsur ini saja tidak terbukti/tidak terpenuhi, maka sesuai dengan sistem pebuktian hukum pidana Indonesia, seluruh unsur pasal 3 UU 31/1999 jo UU 20/2001 tersebut gugur. Dan tersangka dinyatakan tidak bersakah
Salah satu Usur pasal 3 UU tahun 31 jo UU 20 Tahun 2001 tentang tipikor adalah unsur merugikan keuangan negara
Maka bertdasarkan uraian terdsbut diatas, Ahok tidak terbukti merugikan keuangan negara ,. Ahok tidak ada niat jahat untuk mencopet dana pemberian dari PT Agung Podomoro, semua pemberian yang diberikan oleh PT Agung Podomoro adalah berbentuk bangunan, jalan dan barang . Semuanya pemberian pihak ketiga tercatat pada daftar barang inventaris milik pemprov DKI atau dengan kata lain seluruh pemberian PT Agung Podomoro tidak ada yang befbetuk uang. Semua berbentuk bangunan dan barang yang dijadikan sebagai tambahan aset pemtov DKI dari pihak ketiga.
Dengan kata lain tidak ada pemberian dari PT Agung podomoro tersebut yang masuk ke kocek Ahok, Tidak terbukti ada niat Ahok untuk mengambil keuntungan dari pemberian PT. Agung Podomoro sebagaimana dimaksud Pasal 3 UU no 31 tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentahg Tipikor
Kembali disini Ahok tidak terbukti korupsi sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 UU 31/1999 jo UU 20 /2001 tentang Tipikor
Ahok tidak terbukti korupsi pada proyek Reklamasi Pantai utara Jakarta
Ahok tidak korupsi
Ahok Clear
Kembli kejudul
Dipastikan Ahok tidak korupsi pada Proyek Reklamasi Pantai Utara Kota Jakarta
Sumber :
http://metro.news.viva.co.id/news/read/771814-ahok-marah-disebut-terima-rp300-m-dari-agung-podomoro
Ikuti tulisan menarik Andi Ansyori lainnya di sini.