x

Sejumlah alat berat masih berada di proyek reklamasi pulau C dan D di Pesisir Jakarta, 11 Mei 2016. Penghentian ini juga terkait dijadikannya Ketua Komisi D DPRD DKl, M. Sanusi dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja atas kasus

Iklan

karim laode

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Stop Permanen Reklamasi Teluk Jakarta

Presiden Jokowi telah memutuskan agar reklamasi dan pembangunan Giant Sea Wall terpadu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Problem Reklamasi Teluk Jakarta kini diambil alih pemerintah pusat. Presiden Jokowi telah memutuskan agar reklamasi dan pembangunan Giant Sea Wall terpadu. Oleh karenanya kedua mega proyek ini berada dalam kewenangan pemerintah pusat. Pengambilalihan ini lalu ditindaklajuti dengan moratorium sementara reklamasi supaya semua legalitas hukum dan kelembagaannya memenuhi persyaratan untuk meneruskan proyek ini. Problemnya, pemenuhan legalitas hukum tatkala proyek yang sudah berjalan menyebabkan tindakan ketidakpastian hukum. Imbasnya, bakal bermunculan proyek reklamasi baru di berbagai daerah di Indonesia yang mengabaikan legalitas dan perizinan. Pasalnya, kasus Teluk Jakarta reklamasi bisa berjalan urusan legalitas dan perizinan belakangan. Ini pastinya menimbulkan preseden buruk bagi penegakan hukum di wilayah pesisir dan pulau kecil. Oleh karena itu reklamasi mesti dihentikan permanen. Pertanyaan pokoknya: siapa yang bakal mengelola Teluk Jakarta dan apa kelembagaannyayang kini berada dalam kewenangan pusat?

Degradasi Sumberdaya

Jika Gubernur DKI Jakarta Basuki Cahaya Purnama (Ahok) berpendapat di media massa publik bahwa reklamasi akan memperbaiki ekosistem laut  di Teluk Jakarta. Maka, sejatinya pandangan ini tidaklah tepat. Reklamasi justru mendegradasi sumberdaya kelautan di Teluk Jakarta. Mulai dari perikanan tangkap, perikanan budidaya, ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove hingga padang lamun yang jadi kekhasan wilayah pesisir yang saling terkait satu sama lain dalam siklus hidupnya. Saling keterkaitan inilah yang menjamin keberlanjutan metabolisme alam.Jika metabolisme alam ini terganggu mengakibatkan;pertama, merosotnya kelimpahan sumberdaya ikan di Teluk Jakarta akibat ulah manusia (antroposentris) lewat buangan limbah, maupun reklamasi yang kini jadi perhatian publik. Jika demikian, reklamasi bukan memperbaiki kondisi yang ada, melainkan memperparah degradasi sumberdaya ikan. Reklamasi Teluk Jakarta bakal menimbulkan kerugian ekonomi perikanan tangkap dan budidaya yaitu:(i)hilangnya fishing groundikan yang menjadi wilayah tangkapan nelayan yang mengoperasikan payang, dogol, bubu, gillnet dan budidaya kerang hijau (Perna viridis) seluas 1.527,34hektar.; (ii)  berkurangnya manfaat ekonomi perikanan tangkap senilai Rp. 314,5 miliar yang 35 persennya (Rp 109 miliar) bersumber dari perikanan gillnetper tahun (IPB, 2013) yang dioperasikan nelaya tradisional; (iii)merosotnya kontribusi perikanan terhadap perokonomian Jakarta Utara. Kurun waktu 2006-2012 saja telah merosot dari 0,10% menjadi 0,08%. Padahal ia menyediakan lapangan kerja 30.000 orang (Zulham, 2016).

            Kedua, menghilangkan manfaat ekonomi ekosistem terumbu karang di Teluk Jakarta. Nilaiekonomi total (Total EconomicValue) ekosistem terumbu karang di Taman Nasional kepulauan Seribu seluas 98.176 ha mencapai Rp 20.2 miliar per tahun (Subekti et al, 2013). Artinya, reklamasi bakal menghilangkan manfaat ekonomi terumbu karang ini sebesar Rp 20,2 miliar setiap tahun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketiga, menghilangkan manfaat ekonomi ekosistem mangrove. Hutan mangrove di wilayah pesisir di Teluk Jakarta kini tinggal 376,02 hektar (BPLHD, 2014). Jika diasumsikan nilai manfaat bersih mangrove Rp 40 juta/hektar (Kusumastanto et al, 1999), reklamasi menghilangkan manfaatnya Rp15,04miliar/tahun.Menghentikan permanen reklamasi akan mempertahankan nilai manfaat ekonominya. Juga, biota yang menggantungkan hidupnya pada ekosistem ini akanmelimpah dan terjamin keberlanjutannya seperti ikan, kepiting, udang dan kerang-kerangan.

            Keempat, menghilangkan fungsi ekosistem padang lamun sebagai pelindungpantai, daerah asuhan ikan, teripang, kuda laut dan udang serta menjadi stabilisator dan penangkap sedimenyang penting bagi keberadaan ekosistem pesisir lainnya seperti terumbu karang dan mangrove.Penelitian Fortes (1990) mendapatkan bahwa nilai manfaat ekonomi total padang lamun dikaitkan dengan kehidupanbiota pada ekosistem inisebesar US$ 412.325/hektar/ tahun (Rp 5,78 milyar/hektar/tahun).  Biota tersebut antara lain ikan baronang, makro-alga, moluska, krustasea, dan ekinodermata (seperti teripang).Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta (2014) melaporkan bahwa luas padang lamun di Teluk Jakarta kini mencapai 16.036,78 hektar. Merujuk Fortes, nilai manfaat ekonominya mencapai Rp 92,57 triliun per tahun. Artinya, reklamasi menghilangkan nilai manfaatnya sebesar Rp 92,57 triliun per tahun.

            Jika membandingkan nilai manfaat ekonomi ekosistem pesisir Teluk Jakarta inidengan aset tanah hasil reklamasi seluas 2.589 hektar memang lebih kecil yang diperkirakan Rp 1.526,10 triliun jika nilai jualnya Rp 30 juta per hektar.  Tapi, reklamasi dalam jangka panjang akan berdampak luas karena menghilangkan manfaat ekonomi, ekologi dan sosial ekosistem pesisir di kawasan itu. Belum lagi pasca reklamasi bakalmenimbulkan ekses baru yang kian memperparah kondisi sumberdaya alam Teluk  Jakarta. 

 

Solusi Konstitusional

            Masyarakat pesisir Teluk Jakarta: nelayan, pembudidaya ikan, pengelola jasa wisata dan pelaku usaha mikro dan kecil, menggantungkan hidupnya dari keberadaan sumberdaya alam pesisir dan ekosistemnya. Bila merujuk pasal 33 UUD 1945, mereka adalah warga negara yang mesti mendapatkan hak-hak konstitusionalnya agar cabang-cabang produksi yang jadi sumber penghidupan mereka tidak mengalami kehancuran. Sebab, sumberdaya alam di pesisir dan ekosistemnyatidak termasuk kategori “cabang-cabang produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak”, yang harus dikuasai negara lewat BUMNseperti minyak, gas dan mineral. Melainkan, sebagai kategori sumberdaya yang dapat  dikerjakan masyarakat pesisir lewat UKM dan koperasi. Makanya,mempertahankan keberadaan dan keberlanjutan (sustainability) ekosistem tersebut tanpa reklamasi adalah solusi konstitusional buat kesejahteraan seluruh rakyat dipesisir  di Teluk Jakarta.

Kini pemerintah pusat mengambilalih soal reklamasi Teluk Jakarta dan memoratorium sementara proyek ini. Namun, bila pemerintah hendak mengelolanya untuk mewujudkan pencapaian kesejahteraan (welfare) dan keberlanjutan (sustainability) sebagai kata kunci dalam tujuan pembangunan berkelanjutan, mau tidak mau reklamasi mesti dihentikan secara permanen. Sebagai Kawasan Strategi Nasional, pemerintah pusat membentuk lembaga pengelolaannya yaitu: Badan Pengelola Teluk Jakarta (BPTJ)yang melibatkan tiga provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. BPTJ bakal mengelola dan mengembangkan kawasan ini sesuai prinsip tujuan pembangunan berkelanjutan yang lintas sektoral, dan institusi negara serta melibatkan masyarakat pesisir. Lewat BPTJ dapat dikembangkan mekanisme tatakelola perikanannya (fisheries governance) dan kebijakan maritimnya (Martime policy)yang bersifat tersendiri dan khas dalam Pengelolaan Teluk. Lembaga inibertanggungjawab langsung kepada Presiden RI.

Bagi nelayan korban reklamasi kebijakannya: pertama, merevitalisasi dan merekonstruksi perkampungan mereka sebagai wujud reforma agraria di pesisir dan pulau – pulau kecil (Coastal and Small Islands Agrarian Reform). Membangun infrastruktur pendukung berupa pelabuhan tambatan kapal, groin pemecah ombak, jalan, perbaikan sanitasi lingkungan dan fasilitas lainnya. Nantinya kampung nelayan jadi daerah wisata (ekowisata). Dengan demikian, pemerintah mengembangkan kawasan itu menjadi kampung wisata pesisir berbasis kearifan dan budaya lokal. Gagasan ini nantinya bakal mewujudkan “keadilan ruang”, “keadilan ekologi” dan “keadilan ekonomi” dalam memanfaatkan dan mengelola ruang kawasan pesisir  dan pulau-pulau kecil Teluk Jakarta.

            Kedua, menyiapkan instrumen kelembagaan yang mendukung pengembangan kampung nelayan berupa Perda Pengelolaan dan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di kawasan pesisir Teluk Jakarta yang memberikan keadilan distribusi ruang dan ekologi sehingga nelayan tidak menjadi korban pembangunan.

Ketiga, nelayan yang tak beridentitas kependudukan Jakarta, lebih baik  merelokasinya ke daerah asalnya dengan mengkoordinasikan dengan pemerintah daerah setempat.  Atau, merelokasi ke pulau kecil Teluk Jakarta yang sesuai dengan budaya mereka sebagai nelayan maupun pembudidaya ikan. Prasyaratnya, mereka mudah mengakses dan mendapatkan ikan di lokasi baru disertai dukungan insentif rumah dan sarana produksi perikanan. Imbasnya mereka tetap berproduksi dan berprofesi sebagai nelayan. Mereka bukan termarjinalkan melainkan kembali ke habitus dan profesinya serta mendapatkan perlindungan yang dijamin UU Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam No 7/2016

Jika, reklamasi dihentikan permanen, lahan hasil urugan: pertama, direhabilitasi dengan cara ditanami mangrove agar menjadi kawasan jalur hijau yang dapat melindungi kawasan pesisir Teluk Jakarta dari ancaman kenaikan muka air laut, rob dan instrusi air laut. Tidak mesti membangun Giant Sea Wall maupun pulau-pulau palsu, karena jika diganti menjadi pelindung alami, akan menyebabkan perbaikan ekosistem pesisir, dan meningkatkan kelimpahan sumberdaya ikan. Jenis mangrove yang bisa ditanam seperti Avicennia spp (Api-api) lebih senang tumbuh pada lahan berpasir agak keras, dan Pidada, (Sonneratia spp) pada lahan berlumpur lembut. Tanaman mangrove ini selain berfungsi sebagai buffer zone juga dapat memulihkan metabilosme alam yang berlangsung di wilayah itu dan meningkatkan kualitas daya dukung lingkungannya.Mangrove juga bisa menjadi media jebakan sedimen untuk mengurangi dampak buangan limbah seperti tumpahan minyak yang kerapkali terjadi di Teluk Jakarta akibat dilewati kapal-kapal tangker berbobot besar.

Kedua, eks lahan reklamasi dapat juga menjadi break water atau groin untuk menglindungi pantai dari abrasi yang kini sudah mengkhawatirkan. Meskipun, secara oseanografi diperlukan kajinan yang mendalam agar mengetahui bagaimana dampaknya di masa datang. Merujuk paparan artikel ini, menghentikan reklamasi secara permanen menjadi jalan terbaik bagi keberlanjutan ekosistem dan kehidupan masyarakat di Teluk Jakarta. 

 

Oleh: Muhamad Karim

Direktur Pusat Kajian pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim/Dosen Universitas Trilogi

 

Ikuti tulisan menarik karim laode lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu