x

04-Laput-Reklamasi

Iklan

Agus Purworaharjo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Reklamasi dan Keseimbangan Ekonomi

Reklamasi seharusnya bisa meng-upgrade kemajuan kota besar di sekitarnya, bukannya melahirkan problem ekologi,. sosiologi dan ketidakseimbangan ekonomi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pelaksanaan reklamasi di Teluk Jakarta sebetulnya sudah berjalan cukup lama, namun pemberitaannya baru mengemuka pada minggu-minggu ini. Banyak pihak seolah terkejut, dan mereka bereaksi dengan pandangan dan kepentingan masing-masing. Segala kehebohan ini bermula dari tangkap tangan yang dialami Mohamad Sanusi, anggota DPRD Jakarta dari partai Gerindra yang menerima suap dari Ariesman Widjaya, Direktur Utama Agung Podomoro. Diduga suap juga mengalir ke beberapa anggota dewan yang lain. Terkait dengan itu, beberapa anggota dewan yang lain seperti Selamat, Taufik, Ongen dan Prasetya juga diperiksa oleh KPK. Bestari Barus, Ketua Fraksi Partai Nasdem, juga tak luput dari dugaan kasus suap tersebut, terkait kepemilikan atas sebuah mobil Toyota Alphard dan sebuah toko di Thamrin City.

       Dalam hal ini Presiden Jokowi belum memberikan sikap yang jelas, sementara Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta Ahok hentikan dulu sebelum memenuhi aturan perundang-undangan. Namun mesti sudah dilarang, pembangunan di pulau C dan D jalan terus. Padahal dari pihak Dinas Tata Kota DKI Jakarta juga sudah meminta menghentikan pembangunan di pulau reklamasi tersebut. Melalui proses yang panjang akhirnya pada tanggal 28 Mei 2016 reklamasi dihentikan sambil menunggu payung hukumnya jelas. Dan dengan dilaksanakannya reklamasi ini, kita bisa melihat beberapa persoalan yang telah timbul dan juga yang mungkin akan timbul.

       Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) Zona Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Pantura Jakarta, dan Raperda atas Revisi Perda No.8 tahun 1995 tentang Reklamasi dan Tata Ruang Pantura belum disyahkan, tetapi para pengembang sudah berani melaksanakan proyek reklamasi tersebut. Mereka telah curi start, dan bisa dibilang aktivitas ini ilegal. Logika publik tentu akan berkata, pasti ada pejabat atau sebuah lembaga, yang berada dibalik pelaksanaan proyek reklamasi tersebut. Tanpa adanya beking, para pengembang tak mungkin berani memulai proyek reklamasi tersebut. Dan dalam era reformasi ini, kita segenap anak bangsa sudah bersepakat bahwa segala aktivitas beking membeking harus dihapuskan. Pengembang yang tak punya beking mesti dia capable, akan dikalahkan oleh pengembang yang punya beking. Hal yang lain adalah, keadaan akan lebih baik kalau pemerintah merespon ini dari awal. Setelah pembangunan berjalan, pengembang sudah keluar modal, kemudian terjadi kasus suap, baru dihentikan. Artinya kalau tidak ada kasus duap berarti pembangunan belum berizin ini akan tetap berjalan. Dan hal semacam ini tentu saja berimplikasi menimbulkan kerugian bagi banyak pihak. Selain berantakannya wilayah Teluk Jakarta yang sudah terlanjur di acak-acak, belum kerugian secara ekonomis, sosiologis dan psikologis bagi masyarakat yang berdiam di Teluk Jakarta, terutama nelayan. Kelestarian lingkungan dan keseimbangan alam wajib dijaga, namun menjaga keseimbangan sosiologis dan keseimbangan ekonomi jauh lebih penting lagi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Keseimbangan Ekonomi

       Dalam pandangan saya, sesungguhnya program reklamasi itu sesuatu yang amatlah baik. Reklamasi berpengaruh signifikan terhadap  pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Cuma sesuatu yang punya korelasi positif terhadap pertumbuhan, apabila waktu dan lokasinya kurang tepat, akan berkorelasi negatif terhadap stabilitas dan pemerataan pembangunan perekonomian. Pembangunan yang maju, simultan dan terintegrasi antara unsur stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan akan melahirkan terbentuknya ekonomi yang seimbang dan berkeadilan.

       Saya yakin cukup banyak orang tahu, obyek wisata Ancol, juga merupakan hasil reklamasi. Di beberapa daerah di wilayah pesisir di Indonesia juga cukup banyak beberapa titik lokasi yang direklamasi, kita sebut saja di Sukabumi, Semarang dan Surabaya. Di sini bisa kita lihat, reklamasi cenderung berada disekitar kota-kota besar yang sudah maju dan pesat pertumbuhan ekonominya. Reklamasi menjadi satelit dari sebuah planet besar yang sudah terbentuk dan mapan. Ibarat kata, kota-kota besar itu adalah buminya, dan kota-kota yang direklamasi adalah rembulannya. Atau lebih ekstrimnya lagi, reklamasi bisa diumpamakan sebagai benalu yang numpang hidup pada pohon besar tempat dia bergantung. Reklamasi tidak jadi benalu dan akan bermanfaat kalau dia tidak menghisap saripati dari pohon tempat dia bergantung, tapi dia malah menyuburkan pohon itu. Artinya disini, adanya reklamasi harus bisa meng-upgrade kemajuan kota besar di dekat lokasi reklamasi, bukannya melahirkan problem ekologi,. sosiologi dan ketidakseimbangan ekonomi.

       Dengan melihat informasi dari berbagai media kita tahu, biaya pembangunan reklamasi di Teluk Jakarta berkisar antara Rp. 6 juta sampai dengan Rp. 10 juta per meter persegi, sementara harga jualnya ditaksir Rp. 36 juta per meter persegi. Taksiran harga jual ini mengacu pada harga per meter persegi dari pemukiman di daratan terdekat; Penjaringan Rp. 10,5 juta,  Pantai Indah Kapuk Rp. 22 juta, Puri Jimbaran Rp. 23 juta, dan Ancol Rp. 20 juta. Tentu saja dengan profit yang yang fantastis ini; bisa mencapai  sekitar 500 persen, membuat para pengembang berlomba-lomba untuk mendapatkan proyek reklamasi tersebut. Sebagai dampaknya, timbul salah satu efek negatif, yaitu terjadinya kasus suap.

       Namun profit yang dinikmati pengembang itu harus dibayar dengan harga yang sangat mahal, yang ditanggung oleh masyarakat yang tinggal di kota-kota besar yang terdekat dengan lokasi reklamasi, yaitu problem ekologi, sosial, ekonomi dan budaya. Keuntungan yang didapat tidak sepadan dengan kerugian yang harus dibayar, meski tidak semua bisa di ukur dengan materi. Dampak ekologis pasti, diantaranya naiknya permukaan air laut, rusaknya lingkungan, pencemaran air laut dan berkurangnya habitat ikan. Untuk dampak sosiologis di antaranya penderitaan masyarakat akibat penggusuran, kerusakan struktur masyarakat dan kesenjangan yang semakin melebar antara kaya-miskin. Sedangkan untuk dampak ekonominya adalah keuntungan reklamasi hanya dinikmati pengembang dan masyarakat kelas atas, sementara masyarakat sekitar terutama nelayan semakin sulit menjalankan aktivitas ekonominya dalam mencari ikan karena lahan semakin sempit dan lokasi yang semakin jauh. Memang untuk nelayan di sediakan rusun, tetapi tidak semua kebagian rusun, dan dengan lokasi rusun yang jauh dari tempat nelayan melaut akan menambah kesulitan dan beban hidup lebih berat bagi mereka.

       Sekarang di era reformasi yang penuh kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan ini, para konglomerat tiba waktunya menengok ke belakang. Bukan hanya keuntungan sebesar-besarnya yang dicari, tapi juga bagaimana keuntungan yang di dapat itu mendatangkan manfaat, kesejahteraan dan keadilan untuk semua pihak. Profit mungkin tidak terlalu banyak, tapi akan lebih awet dan berkah, karena tidak membuat salah satu pihak tersakiti serta mendapat banyak dukungan. Akan sangat indah bila reklamasi dilaksanakan di kota-kota yang belum terlalu maju, seperti di Muara Gembong, Pakis, Indramayu, Pemalang atau Pekalongan. Biaya pasti akan tinggi, karena harus bikin infrastruktur segala, dan dengan harga jual yang belum terlalu tinggi, tentunya profit tidak terlalu banyak. Tapi ini akan menjadikan keterpusatan ekonomi yang selama ini dominan di kota-kota besar, menjadi menyebar ke seluruh pelosok Nusantara. Aktivitas bisnis akan menyebar, dengan sendirinya kesejahteraan akan menyebar. Dan kepadatan penduduk, problem sosial serta kemacetan yang banyak terjadi di kota-kota besar denagn sendirinya akan terurai dan teratasi.  Apabila hal ini bisa berjalan lancar dan kontinyu,  dengan sendirinya keadaan ekonomi yang merata dan seimbang akan lebih mudah dicapai. (Bekasi, AudriIfiGraha, 020516). 

 

Agus Pamuji Purworaharjo

Rakyat Biasa, Aktif di Komunitas Sastra Kalimalang

Alumnus Universitas Muhammadiyah Surakarta

Ikuti tulisan menarik Agus Purworaharjo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu