Menulis Mensyaratkan Kemerdekaan

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menulis tidak cukup hanya sekedar berisi informasi dan tata aturan menulis. Menulis juga mensyaratkan kondisi penulis dalam keadaan merdeka.

Menulis dalam level sederhana bisa berangkat dari pengungkapan deskriptif apa-apa saja yang sedang kita rasakan atau alami dalam keseharian. Artinya, kita dapat menuliskan apapun tanpa harus terbelenggu oleh sesuatu. Namun, bagaimana mungkin dapat menulis apabila kita takut?

Menulis haruslah merasa merdeka. Tanpa harus merasa tertekan oleh hal-hal di luar diri kita sendiri.

Sebagai contoh, mau menulis, tapi takut salah menggunakan tanda baca. Ingin menulis ide pikiran kita tentang suatu hal tapi takut dianggap jelek atau tidak relevan. Ingin menulis skripsi atau karya ilmiah tetapi tidak berani ambil posisi dan lebih memilih ‘jalur aman’ karena takut didebat oleh dosen.

Bahkan, yang lebih parah apabila kita terjebak dalam pikiran kita sendiri bahwa tulisan yang kita buat tidak akan terlalu berguna sehingga tidak perlu menulis sama sekali.

Bila menulis sengaja kita tujukan untuk menyampaikan perasaan ketika kita ada masalah dan kita merasa bahwa dengan menyampaikannya lewat kata-kata dapat mengurangi kesedihan kita, misalnya, kenapa tidak?

Bukankah sudah terlalu banyak ide-ide dan potensi yang menguap begitu saja hanya karena kita tidak berani memulai menulis?

Saya setuju bahwa kita harus berpikir dua kali sebelum benar-benar menulis. Banyak modal pula yang wajib dipersiapkan agar tulisan kita berisi. Namun, hal itu juga tidak terlalu menjamin terdorongnya diri kita untuk tidak takut.

Pun, seandainya memang hasil tulisan itu tidaklah bagus, kurang tajam, kurang ‘berisi’ (dalam pandangan orang lain), biarkan itu menjadi kesalahan yang dapat diperbaiki oleh si penulisnya. Biarkan pula, bila berkenaan dengan ide, dapat mendorong kontestasi ide yang siapa tahu dapat menjurus kepada ide lebih baik.

Saya sedang membayangkan seandainya menulis dengan merdeka dapat menjadi alternatif cara untuk mendapatkan suara dari mereka yang tertindas dan selama ini tak terdengar, tak tergali bahkan tak diketahui sama sekali?

Karena, kemerdekaan dalam menulis berarti juga merdeka untuk berpikir, merdeka untuk merasa juga.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Luthfi Ersa Fadillah

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Peristiwa

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua