x

Ilustrasi buku. Sxc.hu

Iklan

ruby supriadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Melestarikan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia yang harus dipertahankan keberadaannya agar tetap lekat dan membudaya dalam bangsa Indonesia sendiri

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Melestarikan Bahasa Indonesia

Sebuah negara yang kokoh dipercaya mempunyai identitas yang tercermin dari bahasanya. Mempertahankan kebahasaan sebagai jati diri bangsa merupakan juga amanat dari sumpah pemuda. Berpuluh tahun lalu, para pemuda Indonesia mencanangkan isi sumpah pemuda, yaitu berbahasa satu bahasa Indonesia. Sewaktu membacanya  para pemuda itu demikian bangga. Dengan penuh kepercayaan diri, mereka lantang mendeklarasikannya.

Bahasa adalah elemen terluhur dari sebuah bangsa demikian kata Ernst moritz A. Bahasa merupakan keluhuran bagi para penggunanya. Keluhuran bahasa mengacu pada kemuliaan yang menjunjung tinggi nilai historis dan budaya. Sejarah perjuangan pembentukan sebuah bahasa adalah untuk membawa sebuah bangsa kepada identitas sesungguhnya. Pengenalan identitas demikian penting untuk menunjukkan jati diri dengan tujuan meningkatkan rasa percaya diri kebangsaan.

Namun, sampai sejauh ini keluhuran bahasa Indonesia tidak lagi terjunjung tinggi. Bahasa Indonesia tidak lagi membuat para penuturnya bangga ketika menggunakannya. Nilai-nilai historis sumpah pemuda yang salah satunya menyematkan bahasa Indonesia sebagai bahasa induk nasional dan persatuan tidak lagi berwibawa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ada beberapa penyebab bahasa Indonesia sudah tidak lagi digandrungi oleh penuturnya bahkan penggunaannya semakin lama bisa hilang sama sekali. Pertama ketika penetrasi budaya asing yang masuk ke dalam negeri. Semakin banyak budaya asing yang masuk tentu akan mempengaruhi keseimbangan budaya asal untuk tetap bereksistensi. Apalagi bila budaya asing dinilai lebih populer dan sebagai tolok ukur nilai kemodernan suatu peradaban. Mentalitas pecinta budaya asli akan merasa inferior karena kebiasaannya untuk tetap konsisten memakai budaya sendiri tidak didukung oleh masyarakat yang berjiwa setengah Indonesia. Akibatnya, perkembangan budaya berbahasa Indonesia semakin kecil nilainya di negeri Indonesia.

Lihat saja sekarang ini, baik iklan komersial, papan petunjuk umum, kata-kata yang terpampang  di baliho pinggir jalan raya dan lainnya, tak jarang mengobral bahasa asing yang lebih banyak dalam bahasa inggris. Padahal ada kewajiban untuk menggunakan bahasa Indonesia dan ketentuannya sudah diatur dalam UU nomor 24 tahun 2009 bab 3 pasal 36 dan 38. Tetapi,Istilah-istilah asing itu tetap muncul supaya terlihat lebih modern, maju, dan up to date. Pemerintah pun seakan mengabaikan masalah tersebut. Padahal negara lain masih konsisten dan menjunjung tinggi bahasa sendiri dengan meminimalkan bahasa asing penggunaannya di tempat-tempat umum. Malaysia salah satunya. Negara yang tetap mempertahankan bahasa melayu dipakai sebagai bahasa utamanya.

Kedua, yaitu isu MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) yang sedang berlangsung keberadaannya di Indonesia. Hal itu membuat masyarakat berbondong-bondong menyikapinya dengan rasa keindonesiaannya yang tertekan. Tak jarang masyarakat mengira bahwa bahasa internasional (inggris) sebagai modal utama menembus kesuksesan di MEA. Hal itu membuat bahasa Indonesia semakin termajinalkan keberadaannya. Meskipun keberadaan bahasa Indonesia sudah dijamin oleh UU nomor 24 tahun 2009 pasal 33 yang melindungi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi nasional, tetap saja ketakutan masyarakat dalam menghadapi MEA masih ada. Hal itu juga karena tidak adanya kepastian dari pihak pemerintah yang tidak ada campur tangan untuk mengatasi masalah itu. Kerunyaman tersebut juga berakibat pada dunia pendidikan. Banyak mahasiswa yang tidak lagi tertarik mengambil mata kuliah bahasa Indonesia, dan baru mengambilnya ketika kebutuhan menyusun tugas akhir (kompas 9/10).

Patut menjadi perhatian bersama, gulungan masalah ini pantas untuk diselesaikan agar tercapainya identitas bangsa semula yang berasal dari sumpah pemuda. Pertama perlu adanya sikap sungguh-sungguh dari pemerintah untuk mengatasi krisis kebudayaan bahasa ini. Pemerintah bisa memperbaiki pendidikan bahasa dan sastra di elemen pendidikan. Jalannya yaitu dengan menggalakan kembali literasi (bacaan Indonesia) dalam materi pembelajaran sekolah. Kegiatan itu diharapkan dapat mengembalikan jati diri dan tidak terombang-ambing dalam gelombang globalisasi kata seniman Eka Budianta (kompas, 9/10)

Kedua yaitu tugas berat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa agar siap bergerilya memerangi segala ketidakpatuhan berbahasa Indonesia pada setiap institusi negeri atau swasta, perusahaan negeri atau swasta, dan lain-lain yang masih cinta memakai embel-embel bahasa asing untuk menunjukkan kemodernannya. Badan Bahasa tentu harus berani bertindak agar kekacauan berbahasa dapat diminimalisir bahkan ditekan sampai habis. Sanksi-sanksi hukum perlu dihadirkan untuk mengawal cita-cita pelestarian kebudayaan berbahasa Indonesia. Pemerintah jelas harus turun tangan juga. Pemerintah memegang peranan sangat penting dalam mendorong Badan Bahasa agar berani menegur siapa pun yang enggan mematuhi UU nomor 24 tahun 2009.

Ketiga adalah komitmen bersama, kita sebagai anak bangsa bertekad melestarikan bahasa persatuan (bahasa Indonesia) sebagai bahasa nasional. Kita sudah seharusnya bangga menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai warisan budaya luhur dan konsisten melestarikannya tanpa terpengaruh oleh beragam bentuk pengaruh budaya asing.

 

 

Ikuti tulisan menarik ruby supriadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB