x

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Kapolri Tito Karnavian menjawab pertanyaan awak media seusai melakukan pertemuan tertutup di Mabes Polri, Jakarta Selatan, 29 Juli 2016. Pada pertemuan tersebut Menteri Keuangan dan Kapolri melakukan video c

Iklan

Prastowo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sri Mulyani dan Amnesti Pajak

Apa arti penting kehadiran seorang Sri Mulyani dalam menanangani program amnesti pajak?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Secara mengejutkan, Presiden Joko Widodo memilih Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan, menggantikan Bambang Brodjonegoro, tepat ketika program amnesti pajak sedang berjalan. Apa arti penting kehadiran seorang Sri?

Kini, amnesti pajak memasuki tahap pelaksanaan yang sangat krusial. Meski antusiasme publik cukup besar dan reaksi pasar cukup positif, konsistensi implementasi merupakan kunci keberhasilannya. Di balik segala kerumitan teknisadministratif, spirit amnesti pajak yang mudah dan pasti harus terejawantahkan ke dalam rasa saling percaya yang tinggi, sehingga membuat yang remang menjadi benderang dan yang sulit menjadi teratasi.

Setidaknya terdapat tiga hal penting yang harus segera diatasi pemerintah pada tahap ini. Pertama, mepetnya waktu pelaksanaan amnesti pajak membuat semua pihak kalangkabut, bahkan Presiden Jokowi pun turun langsung melakukan sosialisasi. Namun, apa yang tampak bagus dan besar ini belum cukup karena ada beberapa lubang yang berpotensi menggelincirkan program ini ke sudut kegagalan. Sebab, sosialisasi masif yang dilakukan belum dibarengi keseragaman pemahaman di lingkup internal Direktorat Jenderal Pajak, dari pucuk sampai akar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain ketidaksiapan perangkat pendukung, perbedaan tafsir dan perlakuan di lapangan serta beberapa praktek penyimpangan turut menyulitkan upaya merebut kepercayaan publik. Presiden sudah memulai langkahnya dengan mengumpulkan dan menyampaikan pengarahan kepada seluruh pejabat pajak. Setelah itu, seharusnya minggu ini semua perangkat teknis—baik aplikasi, standard operating procedure, modul teknis pelaksanaan, sistem pengawasan, dan complaint system—harus sudah tersedia. Ini akan sangat memudahkan petugas lapangan dan wajib pajak, sehingga mendongkrak partisipasi yang maksimal.

Kedua, repatriasi merupakan ukuran keberhasilan, seperti yang diharapkan Presiden. Skema tarif yang tak mendorong repatriasi merupakan hal yang disayangkan, meski tak perlu diratapi. Pemerintah perlu segera merumuskan siasat jitu agar repatriasi terwujud dan berhasil. Alihalih menyalahkan pihak lain, kita sebaiknya segera melakukan perbaikan fundamental dan menyeluruh: kepastian hukum, reformasi fiskal dan moneter, serta kepastian politik dan keamanan—agar insentif nontarif dapat dinikmati para wajib pajak. Lebih mendesak lagi adalah kebijakan dan peraturan teknis tentang repatriasi dan investasi yang lebih longgar serta ramah bagi kebutuhan konkret para pengusaha.

Ketiga, menempatkan amnesti pajak sebagai jembatan atau program antara menuju reformasi perpajakan menyeluruh. Amnesti pajak adalah langkah yang harus diambil karena pilihan yang ada dalam jangka pendek amat terbatas. Terapung di antara ekonomi domestik dan global yang mengalami perlambatan dan tekanan kebutuhan pembiayaan pembangunan telah memaksa kita menggenjot penerimaan pajak.

Hal yang dilupakan adalah kebijakan yang agresif dengan target ambisius justru berpotensi memperdalam luka, bukan menyembuhkannya. Alihalih mencapai target, keterbatasan kapasitas kelembagaan, sempitnya ruang ekstensifikasi, dan minimnya koordinasi penegakan hukum mengantar kita ke kesimpulan penting: reformasi perpajakan membutuhkan basis data akurat dan titik pijak rekonsiliasi yang kokoh. Dari situ, kita lantas bisa mulai menata sistem dengan lebih baik yang dipersenjatai dengan sistem kepatuhan dan penegakan hukum yang kuat (macroparadigm). Dengan kata lain, amnesti pajak berpotensi mengantar ke sistem perpajakan yang lebih berkeadilan sejauh diperlakukan sebagai paradigmaantara (mesoparadigm) yang mengatasi microparadigm, yaitu kemandekan ekonomi dan sistem perpajakan yang lembam menuju macroparadigm.

Dalam konteks cuaca ekonomipolitik Indonesia harihari ini, kehadiran Sri Mulyani tak bisa dimungkiri merupakan pencapaian repatriasi terpenting. Pengalamannya sebagai Menteri Keuangan dengan rekam jejak yang panjang tentang reformasi pajak menjadi modal awal yang amat berharga. Sri dikenal publik sebagai sosok yang memiliki visi yang terang, berintegritas tinggi, berkompetensi unggul, dan punya daya kepemimpinan yang kuat. Secara diagnostik, ia amat paham akan likaliku internal Ditjen Pajak, tahu apa yang harus dilakukan, dan mengerti ke mana hendak menuju. Amnesti pajak yang memasuki fase kritis bertemu dengan kepentingan atas kehadirannya. Pengawasan yang efektif dan konsistensi implementasi yang menjadi prasyarat keberhasilan amnesti merupakan kebutuhan penting yang akan dipenuhi oleh Sri. Sikap tanpa kompromi terhadap penyimpangan akan memperkokoh bangunan kepercayaan wajib pajak. Ia pun menjadi harapan baru bagi para reformis pajak yang hampir saja masuk labirin frustrasi.

Reformasi pajak juga membutuhkan visi besar dan kepemimpinan yang tangguh. Presiden Jokowi perlu menuntaskan janji Nawacita karena selama ini terjadi kesenjangan kelembagaan, yaitu kegagalan menteri teknis dan perangkat birokrasi menerjemahkan visi Presiden ke dalam detail program yang jelas dan terukur. Meski jalan ke depan terjal dan tak mudah, kehadiran Sri Mulyani menjadi oase yang menyegarkan. Secara simbolis, ia memenuhi harapan publik yang dahaga akan kepastian masa depan dan kejelasan arah kebijakan ekonomi serta corak administrasinya. Di sisi lain, Sri Mulyani cukup lama meninggalkan Indonesia, sehingga perlu memutakhirkan informasi dan pengetahuan terkini. Selain itu, ia harus belajar dari pengalaman masa lalu perihal komunikasi politik dan pentingnya seni berselancar di ombak politik serta birokrasi tanpa harus mengorbankan tujuan akhir.

Kita boleh berharap amnesti pajak dan masa depan dunia perpajakan akan lebih baik, terlebih karena kepulangan Sri Mulyani dapat dibaca sebagai kunci pembuka repatriasi lewat sikap patriotik memenuhi panggilan Ibu Pertiwi. Cukup jelas, ia bukan penentang amnesti, melainkan conditio sine qua non bagi keberhasilan amnesti dan masa depan perpajakan Indonesia yang gemilang.

Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis

*) Artikel ini terbit di Koran Tempo, 2 Agustus 2016

Ikuti tulisan menarik Prastowo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler