x

Iklan

Heri Andreas

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tidak Ada Waktu Membicarakan Bumi Datar

Sekelompok orang dengan cukup serius membangun trending topic tentang Bumi Datar kemudian bikin mumet banyak orang

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bumi Datar ada-ada saja

Sekarang ini sedang ramai dibicarakan topik mengenai bumi datar. Sekelompok orang di Amerika sana dengan cukup serius dan cukup cerdik berusaha membangun opini tentang bumi datar atau flat earth.  Dikatakan bahwa apa yang diyakini hampir semua orang di dunia ini selama kurang lebih 500 tahun lamanya terkait bentuk bumi bulat telah terbantahkan oleh hasil kerjaan mereka yang menyatakan bahwa bumi sebenarnya datar.  Opini ini cukup bikin heboh juga di media sosial.  Banyak orang yang percaya dengan hasil kerjaan mereka, apalagi ketika dikaitkan dengan perihal agama.  Selama ini sebagian kaum Gereja, serta sebagian kaum muslim ada yang mempercayai menurut pandangan agama bahwa bumi itu adalah datar.  Bahkan ada yang sampai ekstrem mengatakan bagi yang tidak percaya bumi datar maka orang itu telah kafir dari agamanya.  Cukup seru juga mendengarnya.

Obama sempat mengomentari seperti ini “we don’t have time for a meeting of the flat earth society”.  Dan pernyataan itu sepertinya benar untuk diucapkan.  Kita tidak ada waktu untuk mengomentari bumi datar sebenarnya.  Para peneliti di dunia dengan metodologi penelitiannya yang seksama sejak dahulu telah membuktikan dengan jelas bahwa bumi itu bulat.  Namun demikian, apabila kita melihat orang yang cukup awam terkait ilmu bumi dan angkasa, maka hal ini tidak dapat dengan serta merta diabaikan begitu saja.  Terlebih masalah bumi datar ini telah masuk ke dalam ranah keyakinan sebagian orang.  Untuk itu membicarakan sekilas tentang bumi datar versus bumi bulat, meski tidak ada waktu, mau tidak mau harus dilakukan, untuk berbagi ilmu dan pengetahuan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kelompok pengungkap bumi datar tidak mempercayai foto bumi bulat yang diambil dari satelit.  Menurut mereka bahwa foto tersebut adalah hoax, hanya berupa CGI (Computer Graphic Imagery) saja.  Satelit itu juga hoax, tidak pernah ada di angkasa sama sekali.  Belasan ribu satelit yang ada mereka bantah keberadaannya.  Katanya masa ribuan satelit tidak kelihatan kalau kita teropong dari teleskop.  Hal ini wajar, karena hoax-nya foto bumi harus dibarengi dengan hoax-nya satelit.  GPS (Global Positioning System) yang merupakan teknologi satelit yang cukup populer dikenal masyarakat sekarang ini (contoh Pokemon Go aja Pakai GPS) dibilang tidak menggunakan satelit, melainkan hanya menggunakan BTS (Base Transceiver Station) seperti halnya HP (handphone), dan google map diambil pakai drone (pesawat tanpa awak) bukan pakai satelit untuk mendukung hoax mereka.  Kemudian tidak berhenti di sini saja, roket yang membawa satelit juga harus dibantah juga.  Jadi menurut mereka bahwa roket yang dibawa satelit kelihatan melengkung di udara, jadi tidak pernah sampai ke angkasa.  Alasan-alasan mereka ini menjadi komplit kalau dirunut, bahwa roket tidak pernah sampai membawa satelit ke angkasa, sehingga satelit tidak pernah ada, maka foto bumi bulat dari satelit menjadi tidak pernah ada juga alias semuanya hoax.

Untuk menguatkan argumen mereka, maka mereka harus juga menyatakan beberapa hal yang mendukung teori bumi datarnya mereka, diantaranya bahwa gaya gravitasi adalah mitos, jarak bumi ke bulan dan matahari tidaklah jauh, USGS membuat peta datar, kita tidak pernah dapat menembus antartika, gerhana bulan akibat benda celestial, percobaan HANE (High Altitute Nuclear Explosion) menunjukkan selubung angkasa bumi tidak bisa dihancurkan, pergerakan matahari bukan karena kelengkungan bumi namun hanya aspek perspektif, benda jatuh mereka gunakan hukum Archimedes, dan masih ada argumen-argumen cerdik lainnya yang dicoba ditunjukkan.

Kita sebagai orang awam janganlah pusing-pusing memikirkan mitos ada atau tidaknya si gravitasi itu, atau benar tidaknya matahari tidak jauh, dan lain-lain, karena para ahli pasti dapat mematahkan argumen-argumen tersebut dengan mudah.  Sebagai contoh delapan puluh persen fenomena di bumi ini harus dijelaskan dengan rumus gravitasi.  Jarak bumi ke bulan sudah diukur dengan presisi menggunakan teknologi Lunar Laser Ranging, peta datar USGS itu memang merupakan peta proyeksi dari bentuk bumi bulat ke bidang datar dengan memperhitungkan distorsi, scale factor, dan lain sebagainya, jadi biarlah para ahli-ahli dibidangnya yang berbicara.  Untuk kita mari kita bantah dengan hal yang ringan-ringan saja, yaitu kita bantah yang terkait hal bahwa roket tidak pernah sampai membawa satelit ke angkasa, sehingga satelit tidak pernah ada, GPS tidak pakai satelit tapi pakai BTS, google map tidak diambil pakai satelit tapi Pakai drone, foto bumi bulat dari satelit menjadi tidak pernah ada juga alias hoax

Ok, kalau roket tidak pernah sampai ke angkasa, tapi kembali lagi ke bumi, mengapa dari ribuan roket beserta satelit yang diluncurkan ke angkasa hampir tidak pernah terdengar jatuhnya dimana kan.  Logikanya kalau katanya roket gak pernah sampai ke angkasa, maka harus ada laporan roket jatuhnya dimana, apa di pasar kek, apa di alun-alun kek, atau di tempat lainnya.  Baru-baru ini kita bisa melihat secara live peluncuran satelit BRI, dan kita tidak melihat roket beserta satelit-nya itu jatuh, karena memang enggak.  Mungkin mereka bisa bantah semuanya jatuh ke laut, tapi ya jangan segitunya juga bantahannya.  Lagian roket memang di desain miring untuk mempermudah mengitari bumi untuk menuju orbitnya yang berbentuk ellips atau lingkaran.  Kemudian kalau roket sudah melewati atmosfer dimana efek rotasi bumi tidak nampak, sementara pengamat yang ada dibumi masih dipengaruhi rotasi bumi, maka efeknya akan kelihatan roketnya melengkung.  Bukti roket melengkung sebenarnya telah dengan jelas menunjukkan bahwa bumi adalah bulat.

Selanjutnya ketika katanya ribuan satelit tidak kelihatan di angkasa, ya wajar saja karena satelit itu ukurannya kecil, hanya beberapa meter kali beberapa meter saja, mungkin ada satu atau dua yang merupakan stasiun angkasa besarnya sebesar lapangan bola.  Nah dengan jaraknya yang sangat jauh (paling dekat saja kira-kira 500 kilometer, bahkan ada yang mencapai puluh ribu kilometer), dengan kecepatan belasan ribu kilometer per-jam, maka analoginya akan sama dengan mencoba mencari semut lari-lari di lapangan bola dengan teropong.  Artinya susah sekali.  Mungkin saja ketika kebetulan akan kelihatan.  Ada fakta contoh satelit kelihatan seperti titik cahaya kunang-kunang di angkasa.  Atau kalau ketika kita kebetulan melamun di tengah malam melihat ke angkasa, tiba-tiba ada bintang jatuh, nah itu adalah satelit yang kebetulan solar panelnya memantulkan cahaya dan tidak sengaja terlihat oleh kita.  Itu bukti keberadaan satelit.

Untuk membuktikan bahwa GPS itu pakai satelit bukan pakai BTS caranya mudah sekali.  Kita tinggal pergi ke tengah laut misalnya, atau ke gunung dimana sinyal HP tidak ada, coba buktikan sendiri saja bahwa sinyal GPS pasti ada.  Ini artinya GPS pakai satelit bukan pakai BTS.  Bukti lainnya seperti ini, GPS pertama kali diuji coba di Indonesia itu tahun 1989, dimana BTS HP pada waktu itu belum ada.  Kita telpon aja masih pakai telpon koin di telpon umum pinggir jalan kalau mau telpon gebetan.  Itu jelas jadi bukti bahwa GPS pakai satelit.  Satu lagi google map itu menggunakan kombinasi satelit inderaja atau remote sensing dengan drone.  Kalau pakai drone saja yang daya jelajahnya kecil, akan susah sekali untuk memetakan bumi yang segitu luasnya.  Tanyakan saja langsung sama perusahaan google kalau tidak percaya.

Alhamdulillah harusnya terjawab ya bantahan terhadap bumi datar.  Memang tidak ada dari sananya bumi itu datar.  Ayat di kitab suci saja tidak secara tegas mengatakan bumi itu datar.  Kata-kata “dihamparkan” pada ayat itu tidak berarti harfiah begitu saja.  Kalau dimaknai maka tetap mendukung bahwa bumi itu bulat.  Ada hal menarik bahwa kelompok penganut bumi datar itu berusaha untuk menguak kebohongan kaum globalis atas monopoli mereka terhadap dunia.  Hal ini sah-sah saja namun mendingan cari cara lain yang lebih elegan dan lebih efektif.  Mereka tidak bohong, hanya sekarang lebih pintar saja dari kita, tapi kita bisa lebih pintar dari mereka, kalau kita mau, itu pasti.

Heri Andreas, Pengajar dan Peneliti Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Institut Teknologi Bandung

Ikuti tulisan menarik Heri Andreas lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu