x

Acara International People Tribunal untuk Tragedi 1965 di Den Haag, Belanda. TEMPO/Purwani Diyah Prabandari

Iklan

Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Yurisdiksi Universal Pelanggar HAM Berat~Abdul Hakim Garuda

YU itu bersifat komplementer, yakni hanya dapat digelar bila negara tempat terjadinya kejahatan HAM berat itu tidak mau dan mampu untuk mengadilinya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

ABDUL HAKIM G. NUSANTARA

Mantan Ketua Komnas HAM

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada 20 Juli 2016, Zakaria Yacoob, hakim ketua Mahkamah Rakyat Internasional untuk kasus 1965 (IPT 1965), di Cape Town, Afrika Selatan, membacakan putusan IPT atas perkara kejahatan HAM yang terjadi pada 1965 sampai 1970 di Indonesia. Dia menyatakan pemerintah Soeharto dan aparatnya telah melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan serta meminta pemerintah Indonesia untuk meminta maaf kepada para korban dan keluarganya, mengadili para pelaku, serta memberikan kompensasi dan memulihkan hak para korban.

Sampai saat ini pemerintah Indonesia tidak mengakui IPT 1965 dan putusannya. Lalu, apakah para korban dan atau pihak ketiga yang berkepentingan dalam perkara ini dapat meminta pengadilan di negara-negara penganut yurisdiksi universal untuk mengadili dan menghukum para pelaku dan pemerintah Indonesia?

Kemajuan paling penting dalam konteks penegakan hukum HAM, khususnya bagi pengakhiran impunitas, adalah dianutnya konsep yurisdiksi universal (YU) bagi para pelanggar HAM berat oleh banyak negara di dunia, seperti, Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, Belgia, Australia, dan Amerika Serikat. Hampir 125 negara mengakui YU dalam konstitusi-konstitusi nasional mereka.

Konsep YU telah diperkenalkan oleh Robert H. Jackson, hakim pengadilan Nuremberg, Jerman, pada pertengahan abad ke-20. Ada beberapa prinsip pertama YU. Pertama, ini adalah yurisdiksi pidana berdasarkan semata-mata sifat kejahatan tanpa mengindahkan di mana kejahatan itu dilakukan, kebangsaan terdakwa atau terpidana, kebangsaan korban, atau adanya hubungan lain dengan negara yang menjalankan yurisdiksi itu. Kedua, hal ini boleh dilaksanakan oleh pengadilan biasa suatu negara yang berwenang mengadili terdakwa di bawah hukum internasional, asalkan orang itu hadir di depan pengadilan tersebut.

Ketiga, negara boleh meminta ekstradisi terpidana atau tersangka, asalkan negara telah menetapkan bukti yang kuat atas kesalahan orang tersebut dan orang yang dicari itu akan diekstradisi untuk diadili atau dihukum sesuai dengan norma dan standar internasional perlindungan HAM, dalam konteks peradilan pidana. Keempat, negara akan menjalankan yurisdiksi universal dengan iktikad baik dan sesuai dengan hak dan kewajibannya di bawah hukum internasional.

Prinsip kedua YU menyatakan bahwa kejahatan serius di bawah hukum internasional itu termasuk perompakan, perbudakan, kejahatan perang, kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, dan penyiksaan. Menurut Undang-Undang Pengadilan HAM Indonesia, genosida dan kejahatan kemanusiaan merupakan pelanggaran HAM berat. YU itu bersifat komplementer, yakni hanya dapat digelar bila negara tempat terjadinya kejahatan HAM berat itu tidak mau dan mampu untuk mengadilinya.

YU pernah dijalankan oleh pengadilan Belgia terhadap Ariel Sharon, mantan Menteri Pertahanan Israel, yang didakwa terlibat dalam pembantaian ribuan penduduk sipil Palestina pada 1982. Penuntutan terhadap Sharon tidak dilanjutkan oleh pengadilan karena Amerika Serikat diduga mengancam akan memindahkan markas besar NATO dari Brussels dan akhirnya Parlemen Belgia menyatakan YU tidak sah.

Contoh lain adalah kasus Henry Kissinger, mantan Menteri Luar Negeri AS, yang didakwa terlibat kasus pelanggaran HAM berat selama kudeta militer di Cile oleh pengadilan Washington, DC, AS. Banyak bukti tentang keterlibatan Kissinger, tapi dia belum berhasil dihadirkan di pengadilan. Lalu, kasus Jenderal Augusto Pinochet di pengadilan Inggris. Inggris untuk beberapa saat berhasil menahan Pinochet, yang sedang dirawat di sebuah rumah sakit di London. Namun, setelah pemerintah Spanyol mencabut permohonan ekstradisi Pinochet, ia dilepaskan ke Cile dan dikenai tahanan rumah.

Contoh-contoh itu menunjukkan bahwa pelaksanaan YU mengundang intervensi politik dari negara yang berkepentingan. Intervensi itu berhasil bila dilakukan oleh negara kuat, seperti yang terjadi dalam kasus Ariel Sharon. Tapi lobi poltik itu biasanya tidak efektif bila dilakukan negara berkembang yang umumnya lemah.

Bagaimana dengan nasib IPT 1965? Dari segi normatif-teoretis, terbuka jalan bagi penerapan yurisdiksi universal atas kasus ini, karena kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida, sebagaimana yang disebut dalam putusan IPT, berada dalam wilayah kompetensi dan wewenang YU.

Pemerintah Indonesia di bawah Joko Widodo harus mengantisipasi kemungkinan laporan dan putusan IPT menjadi dasar tuntutan atau gugatan yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan di pengadilan negara-negara penganut YU. Dalam putusan IPT disebut keterlibatan Amerika Serikat, Inggris, dan Australia dalam kejahatan berat HAM tersebut. Ini bisa membuka jalan bagi diajukannya kasus itu di depan pengadilan di negara-negara tersebut guna menuntut dan menghukum para pelaku. Selanjutnya, pemerintah Indonesia dapat dikenai hukuman untuk membayar ganti rugi dan sebagainya. Bila putusan itu diabaikan, harus diantisipasi dampak putusan itu terhadap aset-aset pemerintah Indonesia di negara-negara tersebut.

Pengadilan di negara-negara itu mempunyai alasan untuk menjalankan yurisdiksi universal karena selama puluhan tahun pemerintah Indonesia tidak mau dan mampu untuk menyelesaikan secara adil kasus kejahatan berat HAM tersebut. Untuk itu, pemerintah Indonesia perlu segera menyelesaikan kasus ini dengan mengadili para pelakunya atau melalui jalan rekonsiliasi menurut standar hukum internasional.

Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu