x

Iklan

aniek

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Liputan “Peringatan Hari Tani Nasional 2016”

Liputan Aksi Solidaritas Perempuan, Memperingati Hari Tani Nasional 2016

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Solidaritas Perempuan Anging Mammiri Mendesak: Reforma Agraria Berkeadilan Gender.

Oleh : Suryani

Makassar, 26 September 2016. Ketimpangan penguasaan agrarian atas nama investasi dan pembangunan telah mengakibatkan perempuan kehilangan hak, atas kontrolnya dalam penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber agrarian. Keberpihakan pemerintah terhadap korporasi telah melahirkan beragam peraturan diantaranya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Asing, Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan yang memfasilitasi penguasaan sumber-sumber agrarian bagi korporasi, dan diperkuat melalui Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Momentum Hari Tani Nasional, yang diperingati setiap tanggal 22 September. SP Anging Mammiri memperingati Hari Tani Nasional 2016 dengan melakukan aksi damai di bawah Jembatan Layang (Fly Over) Makassar, orasi perempuan yang mengalami ketidakadilan  atas akses dan control Sumber Daya Alam, serta melakukan dialog dengan Komisi A DPRD Prov. Sulsel, dialog dihadiri sebanyak 32 orang, terdiri dari 5 Perempuan 2 Laki-laki Petani perwakilan dari Takalar, 12 Perempuan Nelayan Kel. Tallo, 4 orang Aktivis SP, dan 9 orang anggota Solidaritas Perempuan.  

Massa aksi menuntut Pemerintah Sulsel menyelesaikan konflik agrarian yang terjadi di Sulsel. Salah satu diantaranya konflik lahan PTPN XIV Takalar. Sejak tahun 1980 warga di paksa untuk mengontrakkan lahannya kepada pihak Perusahaan (PTPN XIV) tanpa ada ganti untung. Di mana sejak 25 tahun PTPN XIV mengolah lahannya dengan menanami tebu.  Konflik lahan di wilayah perkebunan tebu PTPN XIV Takalar yang dimulai sejak 2007 tidak kunjung jelas penyelesaiannya.

Tidak hanya tanah, hutan, gunung dan laut pun tak luput dari incaran keserakahan para pemodal. Laut yang merupakanmilik publik pun diprivatisasi melalui reklamasi. Pembangunan kawasan Center Point of Indonesia (CPI) seluas 157 Ha, telah mengabaikan hak publik terhadap pesisir dan pantainya dan juga hak hidup dan melanjutkan hidup para nelayan. 60 Perempuan Nelayan di Mariso, tidak lagi mencari kerang karena wilayah untuk mencari kerang tidak dapat diakses oleh perempuan.

Pentingnya Reforma Agraria yang Adil Gender

Sampai saat ini, Masyarakat khususnya perempuan petani masih terus menyaksikan dan mengalami diskriminasi.

Dimana perempuan petani di paksa atau terpaksa berpindah profesi menjadi buruh di perkebunan atau mereka terpaksa ke sektor informal di perkotaan  sebagai pekerja kasar dengan upah rendah.  

Penguasaan dan  pengelolaan sumber daya telah berpindah  tangan ke perusahaan skala besar, yang dulu menjadi miliknya atau yang pernah digarapnya sebagai sumber kehidupan perempuan dan keluarganya. Ungkap Musdalifah Korlap aksi.

Dialog dengan Komisi A DPRD Prov. Sulsel, berlangsung selama kurang lebih 2 jam. Massa aksi di terima oleh HAM. Yagkin Padjalangi Ketua Komisi bersama jajarannya, di ruang rapat komisi Gedung DPRD. Dalam dialog petani dan perempuan nelayan menyampaikan situasi atau konflik lahan dengan perusahaan PTPN XIV Takalar serta ancaman penggusuran tempat tinggal dan perampasan mata pencaharian Perempuan Nelayan akibat proyek reklamasi Kota Makassar.

HAM. Yagkin Padjalangi, berkomitmen akan menindaklanjuti tuntutan Solidaritas Perempuan khususnya persoalan konflik tanah di Takalar. Komisi A akan memfasilitasi pertemuan warga dengan pihak PTPN XIV, BPN serta pihak terkait dengan konflik lahan PTPN XIV.   

Menurut Nur Asiah (Ketua Badan Eksekutif Komunitas SP Anging Mammiri) sistem budaya patriarki yang kuat telah mengakibatkan posisi dan peran perempuan dalam penguasaan dan kepemilikan tanah maupun dalam pengelolaan agraria menjadi tidak diakui dan diperhitungkan oleh keluarga, komunitas dan Negara. 

Data Sensus Pertanian Sulawesi Selatan 2013 menunjukkan jumlah petani sebanyak 1.173.954 jiwa, petani laki-laki sebanyak 942.570 (80,29%) dan petani perempuan sebanyak 231.384 (19,71%). Hal ini menunjukkan bahwa kerja-kerja produktif perempuan tidak diakui sebagai pekerjaan dan diterjemahkan sebagai kegiatan/tindakan membantu suami atau ayahnya dalam satu rumah tangga. Padahal perempuan juga memiliki peranan penting dalam pengelolaan tanah atau sumber-sumber agrarian.

Untuk itu, memperingati Hari Tani Nasional tahun ini. Kami dari Solidaritas Perempuan Anging Mammiri, menyampaikan tuntutan kepada Pemerintah Sulawesi Selatan dan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan untuk:

  1. Mendorong pelaksanaan reforma Agraria yang adil gender, dengan mengeluarkan kebijakan yang melindungi hak perempuan dan masyarakat miskin lainnya atas tanah dan sumber agrarian, dengan memastikan jaminan perlindungan hak perempuan atas tanah dan sumber agraria, serta mendukung perempuan dalam hal pengetahuan, kapasitas dan pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumber daya Agraria.
  2. Menghentikan proyek pembangunan investasi yang merampas ruang kelola  masyarakat dan memiskinkan perempuan .
  3. Menyelesaikan konflik agraria di Sulawesi Selatan dengan memperhatikan situasi, kondisi dan dampak yang dialami perempuan akibat dari konflik tersebut, khususnya  konflik lahan PTPN XIV di Kabupaten Takalar.

Meninjau kembali Perda Rencana Tata Ruang Wilayah kota Makassar yang telah disahkan, pada 21 Agustus 2015 yang melegitimasi reklamasi pesisir Kota Makassar yang berpotensi semakin meminggirkan dan memiskinkan perempuan.

Ikuti tulisan menarik aniek lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler