x

Pekan-pekan Menentukan bagi Amnesti Pajak

Iklan

makmun syadullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Belajar dari Implementasi Skema GST di Berbagai Negara

Goods and Services Tax(GST) merupakan bentuk pajak konsumsi baru dan mirip dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pajak penjualan adalah bentuk pajak tidak langsung yang dikenakan pada konsumen, yang dikumpulkan oleh badan usaha dan dikenakan pada produsen pada saat penjualan dan importir barang kena pajak. Sementara itu, pajak jasa juga merupakan pajak tidak langsung yang dikenakan pada pelanggan yang mengkonsumsi makanan atau layanan di tempat-tempat seperti restoran, hotel, atau yang terlibat pada layanan profesional seperti audit dan perusahaan berbadan hukum.

Goods and Services Tax(GST) merupakan bentuk pajak konsumsi baru dan mirip dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang banyak diterapkan di banyak negara lain. Dalam hal ini, pajak dikenakan pada pasokan barang dan jasa pada setiap tahap dari rantai pasokan, dari pemasok ke tahap ritel distribusi. GST menjadi pajak konsumsi berbasis luas yang mencakup semua sektor ekonomi. Fundamental dasar GST adalah self-policing featuresyang memungkinkan perusahaan untuk mengklaim kredit pajak masukan mereka dengan pemotongan otomatis dalam sistem akuntansi mereka.

Kebijakan pajak memainkan peran penting terhadap perekonomian melalui dampaknya terhadap efisiensi dan pemerataan. Sebuah sistem pajak yang baik harus mempertimbangkan distribusi pendapatan dan pada saat yang sama juga berusaha untuk menghasilkan pendapatan pajak untuk mendukung belanja pemerintah untuk pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur. Cascading pendapatan pajak memiliki dampak yang berbeda-beda pada perusahaan-perusahaan dalam suatu perekonomian. Argumen ini dapat diperluas pada daya saing internasional pada  sektor-sektor yang dipengaruhi oleh faktor produksi dalam perekonomian. Faktor domestik dan internasional akan berdampak pada alokasi sumber daya produktif dalam ekonomi.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dampak Ekonomi

Pengalaman India menunjukkan bahwa penerapan skema GST secara komprehensif telah meningkatkan PDB dalam kisaran 0,9 persen menjadi 1,7 persen. Keuntungan ekspor diperkirakan bervariasi antara 3,2 dan 6,3 persen. Impor meningkat antara 2,4 dan 4,7 persen. Singkatnya, pelaksanaan GST secara komprehensif di India diperkirakan akan menyebabkan alokasi yang semakin efisien dari faktor-faktor produksi sehingga menyebabkan meningkatnya PDB dan ekspor yang pada akhirnya akan ada peningkatan kesejahteraan masyarakat (Rajesh Chadha, 2009).

Perlu diketahui bahwa dalam rangka mempromosikan ekspor,  pemerintah India baik pemerintah pusat maupun daerah menyediakan berbagai pengecualian dan insentif kepada eksportir di bawah rezim pajak tidak langsung saat ini. Insentif pajak ekspor dapat diperpanjang di bawah Foreign Trade Promotion, dengan berbagai skema yaitu; Served from India Scheme ('SFIS'), Focus Product Scheme ('FPS'), Focus Market Scheme ('FMS'), Export Promotion Capital Goods Scheme ('EPCG'), Establishment of Export Oriented Units ('EOU'), Special Economic Zones ('SEZ'), Foreign Trade & Warehouses Zones ('FTWZ'), dan lain-lain.

Di Australia skema GST merupakan pajak yang berbasis luas pada kebanyakan barang, jasa dan barang-barang lain yang dijual atau dikonsumsi di Australia (zona pajak tidak langsung) dan juga pada sebagian besar impor barang dengan dengan tarif 10%. Namun ekspor barang dan jasa dari Australia pada umumnya dibebaskan dari pajak sepanjang terdaftar pada GST. Ini berarti harga ekspor barang-barang dari Australia bebas pajak. Namun ilplementasi GST memberikan dampak pada sektor industri yang berbeda-beda.  Sektor industri yang mendapatkan dampak positif terbesar adalah sektor keuangan dan asuransi, konstruksi, manufaktur, perdagangan retail, dan sektorTransportasi, Pos dan Pergudangan. Sedangkan sektor-sektor yang tidak mendapatkan keuntungan dari penerapan GST adalah sektor akomodasi dan makanan, kesehatan dan bantuan sosial, dan pendidikan.

Sejak April 2015 Malaysia juga menerapkan skema GST. Undang-undang terkait dengan skema GST sebenarnya sudah disahkan sejak kuartal ketiga 2011 namun tertunda pelaksanaannya. Harapan dan tujuan penerapan GST ini adalah untuk menggantikan pajak penjualan dan jasa  yang telah digunakan di negara ini selama beberapa dekade.

Skema GST dipungut dan dikenakan dengan tarif yang diusulkan 6 persen pada nilai pasokan. pajak ini dapat dipungut dan dikenakan hanya jika perusahaan tersebut terdaftar atas GST. Sementara jenis GST di Malaysia meliputi (i) standard rate- dikenakan hanya pada pasokan barang dan jasa yang menjadi obyek pajak pada  bisnis di Malaysia. GST juga dikenakan pada barang dan jasa yang diimpor dan diterapkan pada standard ratekecuali ada ketentuan yang menyatakan bahwa hal itu dapat diperlakukan berbeda. Ada beberapa pembebasan untuk barang dan jasa tertentu, dan untuk usaha kecil, (ii) pengecualian, - GST tidak dikenakan pada pasokan. Ini tidak berarti bahwa bebas GST.  Jika pasokan sepenuhnya dibebaskan, maka perusahaan tidak perlu mendaftar untuk GST. Oleh karena itu, GST akan menjadi biaya tambahan untuk bisnis. Contohnya termasuk kesehatan swasta, pendidikan swasta dan jasa keuangan tertentu, dan (iii) ruang lingkup - persediaan ini berada di luar sistem GST. Oleh karena itu, tidak ada GST terhutang. Contohnya persediaan yang dibuat oleh pemerintah, seperti penerbitan paspor dan izin, kecuali beberapa perlengkapan layanan yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Berdasarkan pengalaman dari India dan Australia, pelaksanaan GST di Malaysia juga diharapkan meningkatkan alokasi faktor-faktor produksi dalam PDB dan daya saing ekspor. Sejak diimplementasikan pada bulan April 2015, Malaysia menerapkan tarif GST 6 persen yang merupakan tingkat terendah di kawasan ASEAN. Implikasinya, daya saing ekspor Malaysia mengalami peningkatan.Total perdagangan Malaysia untuk tahun 2015 tumbuh sebesar 1,2persen mencapai RM1.466 triliun, dibandingkan dengan RM1.448 triliun pada tahun sebelumnya.

Pertanyaannya adalah apakah peningkatan ekspor Malaysia akibat diimplementasikannya GST? Ataukah karena dampak dari pemberian sejumlah insentif? Seperti diketahui, Malaysia memiliki sejarah panjang dalam menawarkan berbagai insentif pajak untuk investasi di bidang manufaktur, pertanian, dan pariwisata. Namun menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh World Bank pada tahun 2006, insentif di Malaysia, termasuk di negara-negara berkembang pada  umumnya tidak mencapai target. Namun masih menurut laporan World Bank, pemberian insentif untuk industri berskala besar di Malaysia sangat efektif. Waktu yang akan menjawab, masih terlalu dini untuk mengevaluasi dampak dari pelaksanaan GST di Malaysia terhadap daya saing industrinya.

Bagaimana dengan Indonesia? Pemerintah sepertinya sedang menyiapkan strategi baru mendongkrak penerimaan pajak. Untuk itu mekanisme pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) akan diubah dari skema saat ini value added tax (VAT) menjadiskema GST. Rencana ini akan dimasukkan dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM). Apabila pemerintah berhasil menerapkan skema GST, harapannya Ditjen Pajak memiliki peluang menambah objek PPN, sehingga penerimaan pajak akan naik. Penerapan skema GST dapat  mengkompensasi penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) dari 25persen menjadi 18 persen.

 

Makmun Syadullah

Peneliti Utama Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu

Ikuti tulisan menarik makmun syadullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler