x

Umbu Landu Paranggi membaca puisi Huesca di Jatijagat Kampung Puisi, Denpasar saat peringatan hari kelahiran Chairil Anwar, 26 Juli 2016. TEMPO/Bram Setiawan

Iklan

Muhammad Rois Rinaldi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Deklamator Terbaik Indonesia (Bagian 2)

Melanjutkan tulisan sebelumnya, Deklamator Terbaik Indonesia

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Melanjutkan tulisan sebelumnya, Deklamator Terbaik Indonesia

KH. AHMAD MUSTOFA BISRI

KH. Ahmad Mustofa Bisri atau lebih sering dipanggil dengan Gus Mus (lahir di Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944 adalah penyair, kolomnis, pelukis, dan ulama yang Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang dan menjadi Rais Syuriah PBNU. Ia adalah salah seorang pendeklarasi Partai Kebangkitan Bangsa dan sekaligus perancang logo PKB yang digunakan hingga kini. Gus Mus merupakan tokoh Indonesia yang bisa memasuki berbagai ruang. Dihargai dan dihormati, juga dicintai karena kelemahlembutannya dalam bersikap.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menyoal deklamasi sajak, sebenarnya tidak ada hal yang tampak menonjol ketika Gus Mus mendeklamasikan sajak-sajaknya. Rentang suara yang sempit, gerakan yang ala kadarnya, dan ekspresi yang juga seadanya. Hanya saja, setiap kali Gus Mus mendeklamasikan sajak-sajaknya, ia selalu sanggup membuat para penonton terdiam mendengarkan kata perkata yang ia keluarkan. Penyebabnya tidak lain tidak bukan adalah kesederhanaan yang Gus Mus miliki. Kesederhanaan yang tampak mewah dan bermakna.

SOSIAWAN LEAK

Sosiawan Leak lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 23 September 1967. Ia bernama asli Sosiawan Budi Sulistyo adalah seorang aktor, penyair, penulis, dan pembicara asal Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Solo tahun 1994. ia aktif dalam berbagai bidang kesenian di antaranya teater, pertelevisian, dan tentunya sastra.

Gaya deklamasi puisi seorang Sosiawan Leak lebih ekspresif dan aktraktif, banyak memanfaatkan gerak. Lelaki berambut panjang dan keriting yang selalu dikuncir ini, memiliki suara yang tipis dan melengking. Sebagai penggiat teater, olah napasnya tentu saja mumpuni. Ia sanggup melafalkan kalimat panjang dan berulang tanpa putus, terutama pada bagian-bagian klimaks atau pembuka sajak. Ketenangan dan control emosinya juga benar-benar telah matang. Pada satu bagian ledakan saja, ia sanggup mengontrol ledakan itu agar tetap nyaman bagi para penonton.

Ia kini masih aktif di dunia sastra. Ia bertindak sebagai penggerak Puisi Menolak Korupsi dan Memo Untuk Presiden yang diikuti oleh puluhan penyair Indonesia.

EL TRIP UMIUKI

Kalau berbicara mengenai penyair el Trip Umiuki yang deklamator, saya langsung teringat pada ketenangan, kesabaran, dan kekuatan suara yang terkontrol.  Lelaki yang lahir di Yogyakarta, 15 Januari 1956 dengan nama Luqman ini kerap juga tampil dut atau kolaborasi dengan deklamator lainnya. Setiap ia berduet atau berkolaborasi, ia berperan sebagai penyeimbang yang baik. Bahkan, jika yang bertugas menciptakan klimaks di akhir tidak berhasil atau nanggung, Trip dengan seketika mengambil inisiatif untuk memenuhi klimaks itu.

Kemampuan Trip memahami porsi dan kompisisi suara dan ruang ketika berduet atau berkolaborasi ini jarang dimiliki deklamator lainnya di Indonesia. Kebanyakan di saat dua atau tiga deklamator tampil bersama, yang terjadi hanya membaca puisi/sajak secara bergantian. Bahkan pada beberapa kesempatan, saya perhatikan banyak sekali yang suaranya bertabrakan. Mungkin inilah hasil penyerapan Trip yang sedari muda tahu hakikat berjalan bersama atau berkelompok.

Lelaki yang berkesenian di Tangerang semenjak 1978 ini mendirikan Teater Rell yang kemudian menjadi Sanggar Satoeempatsatoe dan ia juga merupakan pendiri Dewan Kesenian Kabupaten Tangerang (DKKT). Dari sana mungkin ia belajar  bagaimana cara berjalan bersama dengan selaras, serasi, dan harmonis.

ASRIZAL NUR

Asrizal Nur Lahir lahir di Pekanbaru, Riau, 16 November 1969 merupakan penyair yang cukup banyak sering melakukan pertunjukan atau konser deklamasi puisi, di antaranya Festival Kesenian Riau TIM pada tahun 2002; pada tahun 2004 Asrizal Nur membawa tim kesenian Bengkalis untuk tampil keliling Eropa; dan pada tahun 2007, Asrizal Nur menggelar pekan Presiden Penyair, Sutardji Calzoum Bachri. Hingga kemudian, Asrizal Nur dinobatkan sebagai penerima Anugerah Sagang kategori seniman/budayawan serantau. Beberapa karyanya: Sang yang Hitam (1992), Umar Bin Khattab (1992), Merambah Belantara Naga (1993).

Gaya deklamasi sajak Asrizal dapat disebut sebagai deklamator yang peka terhadap perkembangan zaman, di mana ia memanfaatkan perkembangan audio-visual dalam setiap pementasannya—konsepnya diberi nama deklamasi multimedia.

Asrizal tidak mau hanya mendeklamasikan sajak lalu selesai, melainkan ia ingin memberi napas baru dalam dunia deklamasi. Ada perpaduan antara gerak tari, nyanyian, dan yang paling menonjol, Asrizal menyiapkan satu atau dua layar besar di pentas. Layar tersebut berisi video yang selaras dengan sajak yang dibacakan Asrizal. Jika tentang hewan, maka dalam layar tersebut akan dimunculkan semacam video dunia hewan. Terlepas video dalam layar tersebut simbolis atau realis.

LANDUNG SIMATUPANG

Landung Simatupang merupakan aktor yang pernah meraih penghargaan Pemeran Pendukung Pria Terbaik Festival Film Indonesia 2011, dalam film Rindu Purnama. Lelaki kelahiran Yogyakarta 25 November 1951 ini aktif di dunia perlifilm-an dan teater. Selain sebagai aktor, ia juga bertindak sebagai sutradara. Pada kisaran tahun 1998 ia terlibat dalam pementasan teater luar negeri bersama Black Swan Theater Company dari Perth, Australia.

Dalam hal deklamasi puisi, Landung lebih memanfaatkan suaranya yang berat dan bulat. Jarang sekali (untuk mengatakan tidak pernah) Landung mengeluarkan suara dengan volume yang sangat keras atau melengking sampai begitu tinggi. Landung lebih banyak tampil live dari pentas ke pentas, ia tidak banyak melakukan gerakan ekstrem, hanya gerakan-gerakan seadanya. Meski demikian, Landung terbilang cukup berhasil membangun suasana setiap kali mendeklamasikan sajak.

Artikel terkait

Ikuti tulisan menarik Muhammad Rois Rinaldi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler