x

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan dalam acara meresmikan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah di Istana Negara, Jakarta, 20 September 2016. Penyelenggaraan rakernas ini untuk meningkatkan kualitas

Iklan

andi putra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Stop, Jokowi Bukan Tukang 'Cuci Piring' Ahok

Persoalan yang dialami oleh Ahok benar-benar telah menyita energi Presiden Jokowi. Tentu bukan sekali ini saja.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Persoalan yang dialami oleh Ahok benar-benar telah menyita energi Presiden Jokowi. Tentu bukan sekali ini saja. Yaitu tentang kasus dugaan penistaan agama yang akhirnya mendorong mobilisasi massa besar dari berbagai daerah di Indonesia pada 4 November 2016.

Dalam beberapa waktu sebelumnya, Ahok juga tak kurang-kurangnya untuk mencari perlindungan kepada sosok Presiden Jokowi. Sosok yang memang dalam kurun waktu, sekitar 2 tahunan bersama-sama memimpin Ibukota Jakarta sejak Pilkada 2012.

Ahok ketika menghadapi masalah yang berkaitan dengan reklamasi Jakarta, tak segan-segannya untuk mengatakan bahwa Jokowi bisa menjadi presiden karena dukungan pengembang. Pun ketika reklamasi ditentang oleh beberapa menteri terkait, Ahok masih terus menekan Jokowi untuk mengeluarkan sikapnya dengan dalih bahwa Reklamasi dasar hukumnya adalah Keppres. Jelas terbaca dengan jelas bahwa Ahok sedang menekan Jokowi untuk segera bersikap membelanya ketika Ahok sedang berhadapan dengan para menteri-menteri Jokowi.

Pun ketika melakukan penggusuran di Bukit Duri, Ahok tak segan-segang mengatakan bahwa penggusuran tersebut merupakan kebijakan dari pemerintahan pusat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kini, setelah Ahok berulangkali menunjukkan cara melindungi diri dari kasus-kasus yang dia hadapi dengan cara menyeret Jokowi, persoalan yang dihadapi oleh Jokowi benar-benar telah sarat dengan persoalan politik.

Mengapa saya sebut dengan sarat politik? Karena dalam kacamata publik, informasi yang telah berkembang selama Ahok berkuasa sebagai Gubernur di DKI Jakarta, Jokowi dikesankan sebagai pihak yang meindungi Ahok. Pandangan publik demikian bukan tanpa sebab. Karena sikap Ahok – tentu juga karena sikap pendukung Ahok yang serupa dengannya – yang memang menginginkan Jokowi terus berperan sebagai pelindung Ahok.

Situasi yang terjadi saat ini memang sangat disayangkan. Seolah seperti tak ada ruang yang dapat dipilih kecuali diposisikan sebagai pendukung (lovers) atau pembenci (haters). Padahal ketika ada kritik terhadap kekuasaan, baik itu kepada semua bupati/walikota, gubernur, menteri maupun presiden, belum tentu karena kita benci terhadapnya. Tetapi karena kita ingin agar kekuasaan tersebut benar-benar dijalankan sesuai harapan publik ketika Pemilu atau Pilkada diselenggarakan.

Akibat dari penciptaan garis demarkasi di publik (hanya) menjadi 2 bagian : pendukung (lovers) dan pembenci (haters), yang terjadi kemudian adalah stigmaisasi atau pelabelan terhadap publik. Maka tak heran jika kini kerap muncul tudingan bahwa pihak tidak mendukung sang petahana atau Ahok adalah kelompok intoleran, pendukung koruptor, dan sejenisnya.

 

Solusi Politik Presiden Jokowi untuk Masa Depan Indonesia

Sejak aksi 4 November 2016 berakhir, presiden Jokowi kini justru terlihat makin sibuk untuk mentralisir keadaan dalam negeri. Untuk itu, Presiden Jokowi pun memilih untuk membatalkan kunjungannya ke Australia pada 6-8 November 2016 ini. Setelah itu, hingga tanggal 8 November 2016 ini, Presiden Jokowi terus melakukan safari politik ke PBNU dan PP Muhamadiyah.

Sementara itu, proses penyelidikan yang dilakukan oleh Polri terhadap dugaan kasus penistaan agama oleh Ahok terus berlangsung, proses hukum terhadap para pihak yang diduga memprovokasi aksi damai 4 november 2016 juga berjalan beriringan. Akan tetapi situasi yang berkembang di publik masih belum mereda. Salah satunya dipengaruhi oleh sikap dari para pendukung calon di pilkada DKI, terutama para buzzer AHOK. Para buzzer-buzzer Ahok justru tidak berusaha juga untuk menenangkan keadaan.

Siapa yang tidak kawatir jika keadaan ini terus berlangsung akan memudahkan provokator-provokator untuk memanfaatkan situasi. Ambil contoh penjarahan yang terjadi di kawasan Penjaringan yang beriringan dengan aksi 4 november 2016 lalu. Apalagi kondisi ekonomi masyarakat dalam situasi masih belum tumbuh signifikan, sehingga memungkinkan untuk diprovokasi.

Oleh karenanya, keadaan yang telah sarat politik ini, perlu segera ada penyelesaian secara politik.  Apalagi keadaan sekarang, secara politik telah berkembang kepada penilaian publik bahwa Jokowi terlambat merespon tuntutan aksi 4 November 2016. Hingga pada hari ini, akhirnya Presiden harus mengungkapkan kelemahan atau kekuranganya setelah melakukan silaturahmi ke PBNU dan PP Muhammadiyah.

Solusi politik yang memungkinkan ditempuh oleh Presiden Jokowi saat ini adalah dengan terus mempertimbangkan masukan yang diberikan oleh PBNU, Muhamadiyah dan tokoh-tokoh lainnya. Selain itu, Jokowi juga perlu segera untuk menertibkan sikap para pendukung Ahok -- yang merupakan bagian dari pendukung Jokowi ini -- untuk tidak lagi memperkeruh keadaan melalui media sosial. 

Ikuti tulisan menarik andi putra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB