Lupa kata sandi Tempo ID anda?
Belum memiliki akun? Daftar di sini
Sudah mendaftar? Masuk di sini
Seminar ini merupakan salah satu bentuk kegiatan akademik yang bertujuan membuka wawasan pengetahuan para peserta seputar peran ulama Indonesia dalam studi Al-Qur’an dari berbagai bidang.
Para peneliti, akademisi, dan mahasiswa menyampaikan sudut pandang memgenai peran ulama Indonesia dalam studi Al Quran.
Gelar Pahlawan Nasional yang diberikan untuk KH. Ahmad Sanusi merupakan sebuah proses dan perjalanan panjang, mungkin mayoritas anak-anak muda Indonesia bahkan anak-anak muda di Tatar Sunda ada yang bertanya-tanya siapakah KH. Ahmad Sanusi sehingga beliau bisa mendapatkan gelar pahlawan nasional ? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya teringat ketika napak tilas ke salah satu pesantren tua yang ada di Sukabumi.
Melalui buku ini, saya mendapat informasi baru terkait teka-teki kisah yang masyhur di kalangan santri Miftahul Huda, bahwa di salah satu dinding marmer Masjidil Haram ada nama Ahmad Choer Affandi yang ditulis oleh telunjuk Uwa Ajengan. Namun sayangnya, cerita tersebut belum diperkuat dengan bukti dokumentasinya. Ada momen luar biasa lagi yang dijelaskan penulis ketika Uwa Ajengan melaksanakan ibadah haji, saat itu akan diadakan musyawarah para ulama dunia di Mina, mereka meminta seorang ulama dari Indonesia untuk berceramah, Buya Hamka dan Pak Natsir bersepakat bahwa Ajengan dari Tasikmalaya yang akan menyampaikan ceramah agama tersebut dengan tema kondisi Islam sekarang ini. Tentu saja Uwa Ajengan sedikit kaget, kenapa tidak Buya Hamka dan Pak Natsir.
Bergetar hati dan bulir-bulir bening pun tak terasa menetes di pipi ketika saya membaca novel ini, apalagi novel ini diawali dengan membahas masa fitnah yang begitu menyesakkan, perjuangan Tentara Islam Indonesia (TII) di gunung, peristiwa rajam dan pembunuhan 2 ulama kharismatik Tasikmalaya yakni Ajengan Masluh dan Ajengan Fakhrudin yang dituduhkan kepada TII, hingga kontak senjata antara Darul Islam dan Darus Salam di Pesantren Cipari.
Secara historis kitab Talīm al-Mutaallim Tarīq al-Taallum merupakan rujukan penting di lembaga pendidikan Kesultanan Utsmaniyyah, yakni Harm Asyraf al-Mulūk wa as-Salāthīn. Dari namanya dapat dipahami bahwa lembaga tersebut bersifat privat bagi keluarga para Sultan Utsmani, semacam lembaga khusus untuk pembinaan para anak Sultan sehingga terwujud generasi penerus yang layak memimpin masyarakat. Oleh karena itu, kitab tersebut disusun syarah-nya oleh Syaikh Ibrahim ibn Isma’il rahimahullāh dan dipersembahkan kepada Khalifah al-Ghazi Murad III Khan ibn Salim II ibn Sulaiman al-Qanuni ibn Salim ibn Bayazid II ibn Muhammad II al-Fatih ibn Murad II ibn Muhammad ibn Bayazid ibn Murad ibn Urkhan ibn Utsman ibn Urthughril ibn Sulaiman rahimahumullāh.
Narasi ini penting untuk diluruskan, bahwa bangsa kita tidak pernah dijajah 350 tahun, tetapi bangsa kita 350 tahun berjihad fii Sabilillah melawan penjajahan. Jika kita mengakui narasi bahwa bangsa kita dijajah 350 tahun, kadang kadang kita terpengaruh cerita, dan membayangkan para pendahulu kita, leluhur kita, kakek kita itu nyembah nyembah, bodoh-bodoh, dan lemah-lemah. Padahal leluhur kita angkat senjata, kita melawan, sehingga jazirah nusantara dari ujung barat hingga timur disuburkan dengan jutaan liter darah syuhada.
Sejarawan GJ Resink menggugat klaim Indinesia dijajah selama 350 tahun. Berdasar bukti-bukti yang dimilikinya, Resink membangun narasi bahwa Belanda efektif menjajah Indonesia cuma selama 50 tahun. Klaim Resink itu merujuk pada keberadaan kesultanan-kesultanan di Nusantara hingga tahun 1910-an. Tak hanya eksis. Kesultanan-kesultanan itu juga bebas merdeka menentukan sikap.
Hal yang menarik dan menjadi keunikan dari Pesantren Miftahul Huda sebagai hasil didikan KH. Choer Affandi ada dalam strategi manajemen komunikasi yang diterapkan dalam pengembangan sumber daya manusia, yakni dengan manajemen komando imāmah jamā’ah yang dalam aplikasinya menggunakan doktrin ideologi tauhid sebagai falsafah dan ta’at serta patuh pada imam sebagai doktrin operasional (Prasanti, 2017).
Pesantren Miftahul Huda didirikan pada 7 Agustus 1967 oleh K.H. Choer Affandi (Fauzianti, Suresman, & Asyafah, 2015). 7 Agustus 1967 merupakan simbol peralihan perjuangan dakwah KH. Choer Affandi dari jihad mengangkat senjata menjadi jihad dengan pemikiran (jihad bil fikroh) (Wawancara Aliyun Murtado, 2015). Selain sebagai filosofis titik nol peralihan perjuangan dakwah KH. Choer Affandi dari jihad mengangkat senjata menjadi jihad dengan pemikiran, 7 Agustus 1967 juga bisa diartikan sebagai titik nol dakwah Pesantren Miftahul Huda sekaligus hadirnya kilauan cahaya dari Manonjaya, Tasikmalaya.
Saat itu diriwayatkan ada seorang raja bawahan dari Majapahit, namanya Raja Kresna Kapakistan dari Kerajaan Gel Gel, yang sekarang di Kabupaten Karang Asem. Dalam kitab yang disebut sejarah Dalem Waturenggong dijelaskan ketika Raja Kresna Kapakistan melakukan kunjungan menghadap Majapahit, dan ketika mau pulang oleh Raja Majapahit dia dikasih hadiah, hadiahnya berupa 60 prajurit terbaik untuk mengawalnya ke Bali dan 60 prajurit terbaik ini dalam sejarah Dalem Waturenggong di Bali disebutkan semuanya nyamaselam, nyama artinya saudara, selam artinya Islam. Inilah 60 muslim pertama di Bali, prajurit terbaik Majapahit yang dihadiahkan semuanya didikan Maulana Utsman Haji. Dengan riwayat ini dapat dinyatakan sebenarnya Umat Islam di Bali memiliki hutang sejarah dan hutang budi kepada Palestina.
Tak lengkap rasanya jika kita berkunjung ke Lombok tak mengetahui ulama pejuang dan kharismatik yang berasal Lombok, meskipun dalam kunjungan pertama ini saya belum bisa berziarah langsung dan napak tilas perjuangan beliau, setidaknya saya sudah mengenal terlebih dahulu sang ulama tersebut.
Sade adalah salah satu dusun di desa Rembitan, Pujut, Lombok Tengah. Dusun ini dikenal sebagai dusun yang mempertahankan adat suku Sasak. Suku Sasak Sade sudah terkenal di kalangan wisatawan yang datang ke Lombok. Dinas Pariwisata setempat menjadikan Sade sebagai desa wisata karena keunikan Desa Sade dan suku Sasak yang menjadi penghuninya. Meski terletak persis di samping jalan raya aspal nan mulus, penduduk Desa Sade di Rembitan, Lombok Tengah masih berpegang teguh menjaga keaslian desa. Dapat dikatakan, Sade adalah cerminan suku asli Sasak Lombok walaupun listrik dan program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dari pemerintah sudah masuk ke sana, Desa Sade masih menampilkan suasana perkampungan asli pribumi Lombok (wikipedia.org).
motif dari perlawanan KH. Zainal Musthafa bukan hanya atas dasar melawan kezaliman penjajahan kafir Belanda dan kafir Jepang, tetapi hakikatnya dilandasi dengan nilai-nilai tauhid karena menolak kemusyrikan. Saat itu setiap pagi masyarakat Tasikmalaya diharuskan melakukan saikeirei, membungkuk setengah badan ketika matahari terbit ke arah Tokyo. Oleh karena itu, landasan perjuangan KH. Zainal Musthafa dilandasi dengan ketauhidan dan menginginkan Indonesia merdeka berdasarkan Islam.
Senja Kamis (27/6/2019) baru saja kapal meninggalkan pelabuhan Tanjung Perak, ketika daratan pulau Jawa sudah hilang di pandangan mata dan langit mulai gelap, suasana seketika syahdu dan hening, mendengarkan suara adzan Maghrib bersahutan saat senja meskipun kalah keras dengan suara mesin kapal. Setelah matahari terbenam total dan warna si merah jingga tak terlihat lagi di ufuk barat sana, segera saya menuju mushola kapal. Inilah peristiwa pertama saya bisa melaksanakan shalat berjama’ah di atas laut, meskipun sebenarnya ini bukanlah pengalaman naik kapal pertama kali. Namun untuk bisa shalat di atas laut ini baru pertama kali.
enjara Kalisosok adalah bekas penjara yang terletak di kawasan utara Surabaya, Indonesia. Penjara ini dibangun pada masa pendudukan Belanda dan pernah digunakan menjadi tempat penahanan sejumlah tokoh kemerdekaan Indonesia. Gedung ini memang lekat dengan sejarah panjang pejuang kemerdekaan. Gedung yang awalnya loji VOC tersebut disulap Daendels menjadi penjara. Sejumlah tokoh kemerdekaan pernah merasakan kurungan dan siksaan di sini. Di antaranya Haji Oemar Said Tjokroaminoto, Ir. Soekarno, WR Soepratman, pencipta lagu Indonesia Raya, lalu KH Mas Mansur, santri KH Hasyim Asyari yang kemudian memimpin persyarikatan Muhammadiyah. Selain menjadi museum, sebagian lahan akan digunakan untuk depo MRT, taman bermain untuk warga Surabaya Utara. Juga akan ada centra ekonomi kreatif dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) (ditjenpas.go.id, 6/8/2014).
Pakar penerjemah naskah-naskah kuno Jawa ini sudah tiada. Beliau adalah sosok langka di negeri ini. Melalui kerja kerasnya sudah terkumpul 200-an naskah kuno dari berbagai pelosok. Naskah yang dikumpulkan bermacam-macam. dalam bentuk daun lontar, kulit kayu dluwang, kertas eropa, hingga kertas bergaris ala Indonesia. Isi naskah yang diterjemahkannya pun beragam, mulai dari primbon, kisah nabi, kisah syaikh, kisah wali, babad, tawasuf dan lain-lain.
Ustadz Rachmad Abdullah, M. Pd pada hari ini menghadap Rabb-Nya. Beliau wafat di tengah wabah dan di hari saat jamaah haji sedang melaksanakan wukuf di padang Arafah 9 Dzulhijjah 1442 H. In sya Allah beliau Husnul khatimah. Berikut adalah catatan Kebersamaan dengan penulis produktif sejarah Islam dan buku best seller Trilogi Walisongo tersebut.
Pertama kali saya mengenal Drs. KH. Muchtar Adam dimulai pada tahun 2013, kebetulan saat itu saya baru masuk menjadi santri di PPM Miftahul Khoir Bandung yang memang masih ada kaitan keluarga dengan beliau. Dalam sejarah berdirinya PPM Miftahul Khoir Bandung pun, beliau pernah tercatat menjadi salah seorang dewan asatidz dan pengajar.
Sukabumi merupakan salah satu daerah di Jawa barat yang memiliki jaringan Ulama, atau dalam istilah Sunda disebut dengan Ajengan, yang berjasa besar dalam pengembangan Islam yang sudah sepantasnya mendapatkan perhatian (M. Syahru Ramadhan dalam Ajengan Dadun Abdulqohhar Tokoh Ulama Kesohor di Sukabumi (1936-2006), Jurnal Al-Turas, Vol. XIX, No. 1 tahun 2013).
Palestine Walk yang berada di Jalan Alun-alun Timur, Kota Bandung itu dibuat sebagai bentuk dukungan dari Indonesia untuk kemerdekaan Palestina. Taman sepanjang 100 meter tersebut diresmikan langsung oleh Wali Kota Bandung Oded M. Danial bersama Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Palestina Dr. Riad Malki. Palestina walk ditempatkan di lokasi strategis berada di pusat kota. Selain itu, letak Alun-alun Bandung berdekatan dengan Gedung Merdeka yang menjadi tempat bersejarah pertama kali Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955 (detik.com, 13/10/2018).
Kota Kudus diyakini sebagai miniatur Baitul Maqdis. Mulai dari nama kota, masjid, hingga gunungnya nampaknya memang sengaja disesuaikan dengan kondisi tempat di Baitul Maqdis. Kota Kudus, layaknya sebuah monumen kerinduan tentang Al-Aqsha.
Penjara itu berlokasi di Komplek Setukpa Lemdikpol, Jalan Bhayangkara Kota Sukabumi. Tempat dimana dulunya berdiri bangunan penjara yang menjadi saksi bisu pedihnya fitnah yang disematkan kepada Buya Hamka. Sekarang lokasi itu sudah berubah menjadi lapangan tenis.
Novel ini diawali dengan sosok Onong Husnen yang semangat dalam mencari ilmu, hingga digambarkan beliau menjadi santri kelana yang belajar kepada para Ajengan di Jawa Barat, Jakarta hingga Jawa. Onong Husnen belajar kepada KH. Abdul Hamid, KH. Zainal Mushtafa, Ajengan Masluh Legokringgit, KH. Shobir (Pesantern Pani’is), KH. Dimyati (Pesantren Tunagan), KH. Mansur (Pesantren Jembatan Lima Jakarta), KH. Ahmad Sanusi (Pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh Sukabumi), KH. Dimyati (Pesantren Tipar Sukabumi), KH. Didi Abdul Majid dan masih banyak ajengan-ajengan lainnya. Sebagaimana ada sisi kemanusiannya, Kang Fauz Noor mampu menggambarkan sosok Onong Husnen yang senang bermain bola, bahkan berposisi sebagai gelandang dan menyukai pagelaran wayang golek.
Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa merupakan sosok yang sangat layak untuk diteladani bagi generasi muda saat ini, sosok yang sangat pemberani dalam melakukan perlawanan terhadap segala bentuk kezaliman dan penjajahan karena tidak semua orang diberikan keberanian untuk melakukan semua itu. Begitu banyak pengorbanan yang beliau berikan untuk generasi kita hari ini, beliau bukan hanya menumbalkan kebahagiaan pribadi dan keluarganya saja tetapi beliau telah memberikan dan mengorbankan semuanya hingga jiwa raga untuk generasi kita hari ini.
K.H. Choer Affandi lahir pada 12 September 1923 M di Kampung Palumbungan Desa Cigugur Kecematan Cigugur Kabupaten Ciamis. Dalam diri Choer Affandi mengalir darah bangsawan dan darah ulama yang membentuk kepribadian beliau. Beliau sangat tertarik terhadap ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Jiwa anti-kolonial mendorong K.H. Choer Affandi bergabung dengan Hizbullah.
Dalam sebuah majelis KH. Abdul Mujid Ridlwan (alm) yang merpakan tokoh NU, pernah menyampaikan sebuah pertanyaan. “Kenapa perlawanan rakyat Surabaya itu terjadi 10 November 1945, kenapa tidak sehari atau dua hari sebelumnya padahal pada saat itu tentara dan rakyat sudah siap ?” Melihat tak satupun diantara yang hadir dalam majelis itu dapat menjawab, pertanyaan itu dijawab sendiri oleh Kyai Mujib, “Jawabannya adalah saat itu belum diizinkan KH. Hasyim Asy’ary untuk memulai pertempuran. Mengapa tidak diizinkan ? ternyata Kyai Hasyim Asy’ary menunggu kekasih Allah dari Cirebon yang akan datang menjaga langit Surabaya, beliau adalah KH. Abbas Abdul Jamil dari Pesantren Buntet Cirebon dan KH. Amin Sepuh dari Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon”
Beliau adalah Drs. KH. Ahmad Rifa’i, biasa dipanggil Abah, begitulah sebagian kami santri-santrinya memanggil beliau. Abah lahir di Bandung pada 9 Juli 1942 dan wafat di Bandung hari Kamis, 11 Juni 2020. Abah merupakan salah seorang kyai sepuh yang masih ada di Kota Bandung. Abah bagi saya merupakan seorang sosok ulama, kyai, guru yang memainkan peranan sebagai mu’allim, murobby, muzakki, mu’addib, mudarris, mursyid dan mujahid. Bagi saya, Abah juga merupakan seorang sosok orang tua, sahabat, cendekiawan, pemikir ekonomi, sastrawan, aktivis, bahkan seorang organisator yang handal dan sangat langka dijumpai di dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan aktif di mingguan Hadramaut, kemampuan Abdullah bin Nuh sebagai seorang penulis pun semakin terasah dan berkembang. di usianya yang ke 20 (1925), Mama Abdullah bin Nuh menulis sebuah prosa berbahasa Arab yang berjudul "Ukhuwah Islamiyah" (Persaudaraan Islam)
Seminar Nasional, Pelatihan Guru dan Call for Paper yang diselenggarakan Ikatan Alumni Ilmu Pendidikan Agama Islam Universitas Pendidikan Indonesia selesai diselenggarakan pada hari Kamis, 22 November 2018. Kegiatan yang mengangkat tema Optimalisasi Kompetensi Profesionalisme Guru Melalui Karya Tulis dan Publikasi Ilmiah dalam membangun Karakter Bangsa dan Memperkokoh NKRI menghasilkan sebuah gagasan dan pengalaman yang berharga.