x

Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 2 Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memberikan keterangan di Rumah Lembang, Menteng, Jakarta, 5 Januari 2017. TEMPO/Larissa

Iklan

Wendie Razif Soetikno

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kontroversi Masa Jabatan Ahok

Polemik tentang masa jabatan Ahok telah menyudutkan pemerintah sebagai pihak yang tidak netral dalam Pilkada DKI. Maka pelurusan hukum mesti dilakukan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hari ini, polemik tentang masa jabatan Ahok telah sampai pada penafsiran secara semena-mena berbagai ketentuan perundang-undangan yang bisa menyesatkan publik dan langsung menuduh pemerintah sebagai pihak yang tidak netral dalam kasus persidangan Ahok. Cermat dan teliti merupakan langkah awal menuju  pemilukada yang berkualitas

1.  Apakah tersangka bisa langsung dibatalkan pencalonannya dalam Pilkada?

Banyak pihak juga tidak tahu akan adanya Putusan MK No.71/PUU-XIV/2016 yang mengijinkan terpidana Gubernur petahana Prov Gorontalo: Rusli Habibie untuk maju lagi dalam Pilkada Gubernur Gorontalo.  Putusan final dan mengikat MK ini yang mengijinkan Rusli Habibie yang sudah di vonis bersalah ini akan menjadi preseden untuk mengijinkan Ahok tetap melaju dalam Pilkada DKI sekalipun Ahok dinyatakan bersalah. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

2. Apakah terdakwa harus langsung ditahan?

Anggapan ini menyalahi ketentuan Pasal 18 ayat 1 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia : setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana (penistaan agama) berhak dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan.   

Harus ada klarifikasi (tabayun) kepada tertuduh untuk menjamin diterapkannya azas praduga tak bersalah.

Klarifikasi ini dilakukan kepada rombongan MUI yang berkunjung ke Israel Kunjungan salah satu Ketua MUI, Istibsyaroh ke Israel tanggal 18 Januari 2017 menunjukkan bahwa MUI sendiri tidak memahami perjuangan Islam melawan zionisme (http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/14/08/13/na7f7c-oki-kutuk-kejahatan-perang-israel?fb_comment_id=570465569731035_570614919716100#f1ee30e81)

 dan baru mau akan melakukan klarifikasi (tabayun) ke Istibsyaroh (bukan langsung mengambil tindakan seperti kasus Ahok), padahal klarifikasi itu tidak dilakukan untuk kasus Ahok, sehingga melanggar azas praduga tak bersalah : https://m.tempo.co/read/news/2017/01/24/173839390/anggota-mui-ke-israel-tim-tabayun-dibentuk

Banyak terdakwa tidak pernah ditahan bahkan sampai keluarnya putusan kasasi yang menyatakan bahwa dia bersalah, sehingga eksekusi tidak bisa dilakukan karena yang bersangkutan tidak diketahui lagi keberadaannya (artinya selama ini tidak pernah ditahan).  Misalnya : ada 43 terpidana korupsi yang tidak diketahui keberadaannya karena tidak ditahan : http://nasional.kompas.com/read/2013/10/20/1658098/43.Terpidana.Korupsi.Belum.Dieksekusi.Kejaksaan

Kritik terhadap fatwa MUI yang tidak melalui mekanisme yang benar, telah lama disuarakan secara lugas dan konsisten oleh Buya Syafii Maarif : http://www.kompasmetro.net/2016/11/tamparan-keras-buya-syafii-maarif-untuk.html 

3. Usulan Fadli Zon (Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra) untuk memperpanjang cuti Ahok akan melanggar ketentuan Pasal 3 UU No.10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota: cuti diluar tanggungan negara bagi petahana hanya berlaku selama masa kampanye.

Artinya, setelah masa kampanye yang ditetapkan oleh KPUD usai (setelah tanggal 11 Februari 2017), petahana berhak menjabat sebagai gubernur definitif kembali sampai selesai masa jabatannya.

4. Ahok dapat langsung di non aktifkan

Anggapan ini menyalahi ketentuan Pasal 83 ayat 1 UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah : “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Artinya, penon-aktifan Ahok hanya mungkin terjadi kalau Jaksa Penuntut Umum menuntut Ahok paling singkat atau lebih dari 5 tahun penjara. Kalau Ahok dituntut kurang dari 5 tahun, maka Ahok tidak bisa di non-aktifkan.  Apalagi sampai sekarang, persidangan masih berlangsung (belum sampai pada tahap penuntutan oleh JPU)

Disamping itu, ketentuan Pasal 83 ayat 1 yang banyak dikutip para pakar itu tidak bisa langsung dieksekusi karena ketentuan Pasal 83 ayat 1 itu mempunyai prasyarat yaitu sudah sampai pada proses kasasi di MA.  

Simak ketentuan Pasal 83 ayat 4  UU No.23 Tahun 2014: “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

Ahok dikenakan dakwaan alternatif, yakni Pasal 156a KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Artinya, ancaman hukumannya adalah maksimal 4 th (dibawah ancaman hukuman Pasal 83 ayat 1 UU No.23 Tahun 2014)

Sedangkan menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Artinya, ancaman hukumannya adalah maksimal 5 th (dibawah ancaman hukuman Pasal 83 ayat 1 UU No.23 Tahun 2014)

Tergantung dari JPU, Ahok akan dituntut berapa tahun, dengan melihat fakta persidangan ke-8 dan ke-9 serta saksi-saksi yang meringankan yang akan mulai dihadirkan di persidangan ke-10

5. Sampai dengan persidangan ke-9 kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok, terkuak adanya dua kejanggalan :

a. Fakta persidangan ke-8 saat KH Ma'ruf Amin (Ketua MUI yg juga pernah menjadi Wantimpres jaman SBY) telah berbohong

Adanya percakapan SBY dan KH Ma'ruf Amin yang dibantah oleh KH Ma'ruf Amin yang telah disumpah di persidangan ini telah dimuat di Majalah Tempo, edisi November 2016 : Pls cek  https://twitter.com/arifz_tempo/status/826596197938769921/photo/1

Lalu kenapa dibantah dibawah sumpah? Banyak pihak yang kecewa karena ternyata Fatwa MUI ini adalah fatwa pesanan SBY

b. Tentang kedudukan saksi yang dipersoalkan pengacara pada sidang ke-9 (Selasa 7 Februari 2017). Saksi Hamdan Rasyid,  yang dihadirkan JPU sebagai saksi ahli adalah anggota Komisi Fatwa MUI,  sehingga tidak memungkinkan Hamdan memberi penilaian pada Fatwa MUI, karena Hamdan Rasyid terlibat langsung di dalam penyusunan Fatwa MUI itu.

Hal ini dibuktikan dari BAP : KH Ma'aruf Amin (Ketua MUI) diperiksa pada 16 November 2016 pukul 08.00 WIB oleh penyidik. Selang 30 menit, giliran Hamdan Rasyid (anggota Komis Fatwa MUI) yang diperiksa penyidik.   Dari BAP terlihat ada kesamaan jawaban yang ditemukan dalam pertanyaan pada poin 2, 8, dan 9. Bahkan tim kuasa hukum menuturkan ada kesamaan kesalahan tulis dalam keterangan tersebut (http://news.liputan6.com/read/2849792/ketika-pengacara-dan-saksi-ahli-mui-saling-bantah-di-sidang-ahok )

Berdasar kesaksiannya, Hamdam Rasyid menyatakan bahwa aulia itu adalah pemimpin, dan tidak pernah dalam sejarah umat Islam mengangkat pemimpin kafir.

Maka nampak bahwa ;

(i) tentang aulia, saksi telah mengabaikan pendapat Prof. Dr. H. Hamka Haq MA dalam buku Islam Rahma Untuk Bangsa (https://islam-rahmah.com/2012/08/08/islam-rahmah-untuk-bangsa/), dan pendapat Prof. Dr. Quraish Shihab dalam Penafsiran Tabayyun dalam Al Qur’an Menurut Tafsir Al-Misbah

(ii)  Tentang pemimpin kafir : Khalifah Harun al-Rasyid dan puteranya Al-Makmun pada zaman keemasan Dinasti Abbasiyah membangun Badan Penerjemahan (BAITUL HIKMAH) dan mengangkat Hunayn bin Ishaq bersama puteranya Ishaq bin Hunayn dari kalangan Kristen, mengepalai lembaga tersebut, sekaligus Ketua Tim Dokter Istana. Penerjemah dari Kristen Nestoria adalah Bakhtisyu’, juga diangkat menjadi Kepala Rumah Sakit Baghdad. (Lihat buku sejarah Akhbar al-‘Ulama’ bi Akhyar al-Hukama’ Juz I, hal. 77 oleh Al-Qufty; Tarikh al-Islami Juz 4 hal.491 oleh Al-Dzahaby dan Wafyat al-A’yani wa Anba’u Abna’ al-Zaman Juz I, hal. 205 oleh Ibn Khillikan). 

Dalam sejarah modern, cukup banyak pemimpin non muslim di negeri muslim, seperti Boutros Ghali (PM Mesir 1846-1910) yang beragama Kristen. Cucunya Boutros Boutros-Ghali adalah Menteri Negara Urusan Luar Negeri Mesir, yang kemudian menjadi Sekjen PBB yang mengharumkan nama Mesir di forum internasional). Negara Islam Sudan, pernah punya Wakil Presiden dari Kristen, yaitu Abel Alier (1976-1982),Yosep Lagu (1982-1985), G.K.Arof (1994-2000), dan Moses K.Machar (2001-2005). Di era Sadaam Husein menjabat PM Irak, Wakil PM Irak : Tareq Azis adalah Kristen

Terlihat bahwa saksi telah memberdayakan sentimen agama di tengah-tengah kemajemukan dan hal itu akan sangat berbahaya.  Seperti menyemprotkan minyak dalam kobaran api (sabbu az-zait ala an-nar)

Tingkat kepercayaan masyarakat ke GNPF MUI merosot tajam sejak :

i. Ketua FPI yang juga merupakan motor demo 411 dan demo 212 ternyata tersangkut perkara mesum dengan Firza, sehingga kritik terhadap  Ahok tidak seganas dulu lagi. Kasus mesum ini mengingatkan orang akan peri laku anggota DPR dari Fraksi PKS : Arifinto, yang ketahuan menonton film porno saat sidang paripurna DPR : https://m.tempo.co/read/news/2017/01/30/064841193/polisi-usut-chat-mesum-yang-diduga-rizieq-fpi-firza-husein

ii. Salah satu peserta demo 212 yaitu Patrialis Akbar (PAN) yang juga menjabat hakim MK yang diangkat secara kontroversial oleh SBY, telah tertangkap melalui OTT oleh KPK di Grand Indonesia bersama wanita yang bukan muhrimnya (Anggita Eka Putri) sehingga tujuan demo mulai diragukan banyak pihak

iii. Ketua Umum Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI) Bachtiar Nasir  diperiksa sebagai saksi dalam kasus pengalihan kekayaan Yayasan Keadilan untuk Semua atau Yayasan Justice for All. Yayasan ini disebut-sebut menampung dana masyarakat dalam Aksi Bela Islam II dan III.

Bachtiar, hendak diperiksa soal kasus pengalihan kekayaan yayasan kepada pembina, pengurus dan pengawas baik dalam bentuk gaji, baik upah maupun honorarium atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang. 

(https://m.tempo.co/read/news/2017/02/08/063844290/ketua-gnpf-mui-pencucian-uang-dan-dana-aksi-bela-islam)

Publik terhenyak karena ternyata rumor yang beredar bahwa ada hater (penyebar kebencian) dan pendemo yang dibayar itu benar sudah menyusup sampai ke ormas keagamaan

Pada persidangan ke-10 dan selanjutnya, tiba giliran Ahok untuk menghadirkan saksi yang meringankannya, karena semua saksi yang memberatkannya (40 saksi) sudah diperiksa semuanya di pengadilan dalam persidangan 1 sampai 9.

Yang harus diwaspadai adalah penghapusan kewajiban penggunaan aplikasi Qlue oleh Plt Gubernur DKI Jakarta : Dr Sumarsono, yang telah membuat rakyat tidak bisa melaporkan kejanggalan yang terjadi di saat-saat akhir kampanye, mulai dari praktek money politics, kampanye terselubung di minggu tenang, sampai adanya intimidasi saat minggu tenang dan saat akan mencoblos di TPS.

Imam Al Albani dalam “Silsilah Ahadits Shahihah” (no. 2166) telah mentakhrij hadits wasiat Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa Salaam kepada Abu Dzar Rodhiyallahu anhu, “dan Beliau Sholallahu ‘alaihi wa Salaam memerintahkanku untuk berkata benar, sekalipun itu pahit”.

 

Ikuti tulisan menarik Wendie Razif Soetikno lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler