x

Seorang transgender menari saat berlangsungnya Festival Chhath Puja di Kolkata, India, 6 November 2016. Ap Photo

Iklan

Eddi Elison

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Serial India Mengada-ada

Semua Opera Sabun India yang diputar TV swasta merupakan kamuflase dari kenyataan yang ada di India.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

BELAKANGAN ini beberapa stasiun televisi swasta sedang kejangkitan “demam India”, setelah pada tahun 2014 serial “Mahabharata” ditayangkan setiap hari di saat “prime time” oleh AnTV. “Mahabharata” bisa merebut ranking utama, karena ada kaitannya, bahwa genre mitologi tersebut telah melegenda di Indonesia, terutama di dunia pewayangan.

Siapa yang tak kenal tokoh-tokoh seperti Gatotkaca, Bima, Arjuna, Srikandi, Yudistira, Bisma, Dorna, Kunti, Sengkuni dan lain-lain. Sekian banyak putra-putri Indonesia diberi nama tokoh-tokoh wayang tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dampak menjalarnya virus “Mahabharata” serial India sedang “booming” dengan ranking teratas, menyebabkan stasiun TV milik Bakrie Brother itu enggan memproduksi sinetron sendiri.

Begitu getolnya AnTV melayarkan serial India. Pagi mulai pukul 06.00 serial India untuk anak, seperti “Shiva”, “Bheem”, “Balveer” dan lain-lain. Lantas mulai pukul 11.00 sampai malam, 6 serial meronai layar, hanya diselangi berita pendek. Dengan demikian AnTV tidak perlu repot memproduksi sendiri acara sejenis. Oleh kaena itu tidak heran jika, ada pihak yang menyebut: “AnTV = perwakilan TV India di Indonesia”. Apalagi pada saat-saat tertentu mendatangkan aktor/aktris India ke Jakarta, dperkenalkan dengan pemirsa Indonesia. Bahkan diajak main dalam serial nasional.

Stasiun SCTV sempat mendemamkan penonton Indonesia terutama kaum perempuan, saat melayarkan serial “Elif”, disusul “Ganggaa” yang sampai saat ini masih tayang, tapi karena jam siarannya dihimpit ketat 6 serial oleh AnTV secara beruntun, posisi “Ganggaa” agak tergeser.

Iklan Sabun

PADA dasarnya semua serial yang ditayangkan televisi, apakah produksi Indonesia, India, Turki, Mexico, Jepang, Taiwan, Hong Kong, Korea Selatan, Australia, Amerika Serikat atau Venezuela, merupakan Opera Sabun (Soap Opera) atau Telenovela (bah. Spanyol). Di Indonesia disebut “Serial Sinetron” (sinema elektronik).

Umumnya menampilkan cerita fiktif, tapi dibumbui adegan-adegan yang didramatisir sedemikian rupa. Banyak yang tak masuk akal. Pusarannya adalah komersial semata, karena asal-muasalnya terkait iklan sabun dan deterjen, menyelingi cerita bersambung di radio Inggris pada tahun 1930-an. Di stasiun TV WGN Chicago (AS) 20 Oktober 1930, menayangkan “Painted Dream” yang diramaikan dan diselangi dengan iklan sabun. Oleh karen itu kisah bersambung itu disebut Soap Opera. “Ma Perkins” dan “One Man’s Family” adalah Opera Sabun pertama di jaringan radio AS.

Kenapa iklan selingan cerita bersambung itu tertumpu pada sabun atau jenis deterjen? Di tahun-tahun 1920-1930-an, kaum perempuan di Eropa atau Amerika umumnya tidak bekerja. Benar-benar jadi ibu tangga mengurus rumah. Itu sebabnya kisah bersambung di radio atau kemudian di televisi, jam tayangnya siang hari dan sponsor iklannya sabun dan sejenisnya, yang memang diperlukan kaum ibu setiap harinya.

Untuk dapat mengikat pemirsa umumnya cerita Opera Sabun adalah fiktif, banyak menuai kontraversi, dari segi penokohan, bahkan pesan-pesan moral terabaikan dan pacekelik edukasi, melulu hiburan. Banyak kontinutas adegan yang tidak berlogika. Hampir setiap sekuen atau adegan dieksploitasi, agar menonjol kedramatisannya atau melahirkan melodramatis, selain untuk memperpanjang durasi serial itu. Plus divariasikan dengan terjadinya pertengkaran antara suami-istri, antara anak-orang tua atau mertua dengan menantu, dibumbui lagi dengan tangisan tanpa air mata plus hadirnya pengintrik atau tokoh-tokoh antagonis, yang terkadang sama sekali mengabaikan ketentuan hukum. Itulah ciri khas Opera Sabun.

Tak Masuk Akal

KHUSUS telenovela India yang kini sedang digandrungi pemirsa Indonesia, dapat diberi catatan, bahwa umumnya materi cerita hanya berkisar pada masalah yang terkait dengan cinta, harta, intrik dan provokasi merebut cinta suami orang atau merampas cinta istri orang, 75 persen dihiasi pertengkaran demi pertengkaran. Biasanya kisah tertumpu di sebuah rumah besar, mewah bagaikan istana. Di rumah ini ada nenek/mertua yang sangat berkuasa, ada menantu perempuan yang difungsikan bagaikan pembantu rumah tangga, ada pengintrik, ada penyabot dan penonjolan “dictatorship” sang nenek/mertua. Tak ketinggalan rencana perebutan harta dan cinta diselang-selingi permasalahan adat istiadat dalam porsi kecil dan sambil lalu saja. Bahkan masalah adat dijadikan bahan untuk pertengkaran atau intrik.

Hampir semua Opera Sabun India pada episode-episode awal sampai pertengahan masih menyentuh benak pemirsa, tapi semakin jauh menuju akhir cerita, kondisinya kian mengada-ada.

Semua Opera Sabun India yang sudah/sedang diputar di sini, merupakan kamuflase dari kenyataan yang ada di India. Tidak satupun serial Bollywood tersebut yang mengisahkan tentang peri kehidupan rakyat India yang jutaan berada di garis kemiskinan. Apakah orang miskin tidak dapat bercinta, atau berjuang mencari harta atau bahkan bertengkar?

Sayangnya Opera Sabun India yang nilai rata-rata senilai dengan sabun pencuci kaki dan satu dua saja yang setaraf dengan sabun pencuci muka seperti “Mahabharata”, “Ramayana”, “Ashoka” (banyak mengalami pelintiran) serta “Anandhi” yang berhasil mengemas edukasi dan falsafah kehidupan sehari-hari. Juga mengharmonisasikannya dengan kebiasaan (adat istiadat) yang perlu dimodernisasi, terkait pernikahan di masa anak-anak, juga tekad memberantas buta aksara. “Anandhi” lebih mengedukasi bagi permirsa,. Tak heran di India sendiri serial ini mencapai 4999 episode dan ditayangkan selama hampir 8 tahun (27 Juli 2008 s/d 31 Mei 2016). Di Indonesia serial “Tukang Bubur Naik Haji” (RCTI), mengikuti jejak “Anandhi”. Sekarang sudah dihentikan tanpa solusi atau klimaks saat episode 2180, 7 Februari lalu, setelah diawali penayangannya 28 Mei 2012 . TBNH mengantar kesan tersendiri, karena di sana-sini diselipkan misi religi keislaman. Tidak tahu pengganti TBNH, “Orang-orang Kampung Duku” (SCTV) dengan pemain-pemain yang sama bisa sesukses TBHN. ***

Oleh: Eddi Elison

Mantan Praktisi Televisi

Ikuti tulisan menarik Eddi Elison lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler