x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Einstein Pun Pernah Gagal

Genius mengajak kita memahami potret Albert Einstein dengan lebih utuh, manusia yang berusaha menyingkap rahasia alam semesta.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Albert Einstein barangkali termasuk di antara sangat sedikit orang—bila bukan satu-satunya orang—yang otaknya mengundang rasa ingin tahu para ahli. Bahkan, otaknya—secara fisik, bukan kecerdasan intelektualnya semata—diteliti. Kejeniusannya mengusik manusia lainnya: “Apa yang membuatnya secerdas itu?”

Saya pun punya rasa ingin tahu serupa. Walter Isaacson dalam buku tebalnya yang terbit pada 2007, Einstein: His Life and Universe, mencoba memotret sosok jenius ini lebih dari seorang manusia yang bertanya ihwal rahasia alam semesta, tapi sebagai manusia. Sutradara Ron Howard (yang memproduseri bersama Brian Grazer) seakan menegaskan sisi kemanusiaan jenius ini dalam film seri Genius yang kini sedang diputar di kanal National Geographic.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sudah dua episode Genius saya tonton, dan saya merasakan sentuhan Howard sebagaimana ia mendekati sosok John Nash dalam Beautiful Mind, yang diangkat dari biografi yang ditulis Sylvia Nasar. Howard menyajikan figur yang bukan hanya memiliki keunggulan yang dipuji oleh banyak orang, tapi juga kelemahan dan kegagalan yang pernah melingkupinya.

Setelah tidak tahan dengan cara belajar di Jerman, Einstein muda mengadu untung dengan mendaftar ke Institut Politeknik Zurich di Swiss. Anak muda dengan pertanyaan besar tentang alam semesta ini tak mampu menempuh batu ujian masuk. Ia hanya lulus untuk bidang matematika dan fisika, tapi gagal di sejumlah bidang lain—sastra, biologi, politik, maupun bahasa Prancis.

Ya, Einstein gagal dan diberi kesempatan untuk mengikuti ujian kembali tahun berikutnya. Lolos dengan nilai bahasa Prancis pas-pasan. Ia diterima karena direktur Politeknik mengerti bahwa Einstein menyimpan potensi besar, meski juga memiliki keangkuhan dan kekeraskepalaan yang tidak kepalang tanggung. Einstein seperti membentengi diri untuk tidak mudah menerima masukan dari orang lain, hingga kemudian ia bertemu Mileva Maric—satu-satunya gadis di ruang kuliah Politeknik dengan nilai masuk matematika yang melampaui Einstein.

Einstein terpesona oleh kecerdasan Mileva, yang kontribusinya pada Einstein dalam membuat rumusan matematis gagasan-gagasannya masih diperdebatkan kebenarannya. Sayangnya, ketika Einstein lulus ujian dan meraih diploma politeknik, Mileva gagal. Bahkan, ia terpaksa menghentikan ambisi ilmiahnya karena mengandung anak Einstein.

Howard berkisah dalam gerak maju-mundur: Einstein tua, Einstein muda, Mileva-muda, Mileva remaja. Balutan isu kebangkitan Nazi di Jerman menjadikan sisi-sisi manusia Einstein semakin terlihat. Sebagai Einstein muda yang pembangkang, Johnny Flynn bermain bagus sebagaimana Geoffrey Rush menghidupkan figur Profesor Einstein yang menikmati perannya sebagai bintang di ranah fisika.

Jika Anda menyukai kota-kota tua, bangunan-bangunan tua, Genius menawarkan sedikit tamasya arsitektural yang menawan. Biografi seseorang tak ubahnya pintu gerbang ke masa lampau yang memberi banyak pelajaran sepanjang kita tidak tersesat dalam kekaguman pada adegan dan gambar-gambar indahnya hingga kita terlepas dari konteksnya. Ini kisah tentang manusia yang berusaha menemukan cahaya di tengah kegelapan zamannya sekalipun ia memiliki kelemahannya sendiri. (Sumber foto: channel.nationalgeographic.com) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler