x

Iklan

Andi irawan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

2018-2019 akankah menjadi Tahun politik Identitas

Tahun 2018-2019 adalah tahun politik dimana Indonesia akan melakukan pilkada serentak untuk pemilihan gubernur dan bupati/walikota, pileg dan pilpres

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

2018-2019 akankah menjadi Tahun politik Identitas

@ Andi Irawan

            Semua orang itu punya identitas.  Identitas yang melekat kepada seseorang bisa dikarenakan agama, suku, ras dan ideologi dan masih banyak identitas lainnya. Identitas bagi manusia adalah universal, artinya tidak ada manusia yang tidak punya identitas.  Identitas tersebut dalam persepektif politik bisa diramu dan dieksploitasi sedemikian rupa dalam rangka mendapatkan power. Ketika ini yang dilakukan kita mengenalnya sebagai politik identitas.

            Kalau ada yang merasa sebagai penafsir tunggal tentang NKRI, pancasila dan UUD 45. Menempatkan diri sebagai pemilik hegemoni dari NKRI, pancasila dan UUD 45. Tafsir yang tidak sesuai dengan tafsir mereka distigma bahkan bisa dipersekusi sebagai anti pancasila, anti NKRI, radikalis, anti kebhinekaan dan lain-lain. Ini bentuk Politik identitas anda dapat memberinya nama sebagai ultra nasionalisme atau nasionalisme ekstrim

            Kalau ada yang mendemarketisasi lawan politiknya sebagai para sekularis bahkan yang lebih keras bisa menyebut thogut, kafir, munafik terhadap mereka yang berbeda haluan politik walaupun sama agama dengan dirinya sekalipun. Ketahuilah ini juga bentuk politik identitas yang berlabel agama.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

            Dua bentuk politik identitas ini sedang marak hadir dan mungkin akan semakin marak di tahun 2018 dan tahun 2019. Saya ingin menyatakan pendapat kepada kedua kubu pengusung politik identitas ini.

            Jualan politik identitas (baik nasionalisme ekstrim dan isu agama) tidak akan laku bahkan kontraproduktif bagi suara anda. Kekalahan Ahok adalah karena para pendukungnya dilihat oleh single majority sebagai pengusung nasionalisme sempit (ultra nasionalisme) sebagai pemonopoli tafsir dan pemilik tinggal Pancasila, NKRI, UUD 45 dan Bhinneka Tunggal Ika. Ada aura arogansi yang sangat kentara dan kental yang menyebabkan single majority voter DKI  meninggalkan Ahok.

            Kekalahan Ahok bukan justifikasi untuk menerapkan politik identitas berbasis agama. Pada para pengusung politik identitas berlabel agama ini saya ingatkan bahwa track-record jualan asesoris, jargon, bahkan ideologi agama tidak pernah menarik single majority voters dan menjadikan partai agama manapun menjadi besar dan memiliki kekuatan mayoritas di Republik ini sejak kita merdeka apalagi di era reformasi ini.

            Kalau anda ingin menawarkan Islam dalam politik. Anda harus menawarkan islam yg hadir, membumi, yang nyata hadir sebagai rahmatan lil a'lamiin yg bisa dinikmati semua manusia. Bukan jargon dan stempel artifisial tentang politik dan negara idealitas Islam. Yang dibutuhkan manusia adalah Islam yang nyata hadir dan rahmatan lil a'lamin bukan Islam retoris, utopis dan asesoris.

            Kepada para politisi saya sampaikan pandangan, hal yang mendasar menyebabkan anda ditinggalkan dan dipilih konstituen dan publik adalah rekam jejak perilaku, tindakan, kebijakan yang selama ini telah mereka rasakan tentang anda dan ekspetasi ke depan voters bahwa anda adalah benar-benar harapan dan solusi bagi permasalahan hidup mereka.

            Pemerintah harusnya mencegah kehadiran politik identitas ini dengan menindak tegas kedua belah pihak.  Maraknya politik identitas ini karena pemerintah tidak berada pada posisi yang adil.  Tindakan tegas dan law enforcement terkesan hanya ditujukan kepada mereka-mereka yang mengusung politik identitas berbasis agama dengan delik ujaran kebencian, pelanggaran UU ITE, pencemaran nama baik dan sebagainya.  Padahal pihak yang mengusung nasionalisme ekstrim juga berperilaku sama tapi tidak mendapatkan law enforcement yang serupa. Perbedaan perlakuan ini hanya akan memperdalam penggunaan strategi politik identitas dalam pilkada 2018 dan pilpres dan pileg 2019. Masifnya kehadiran politik identitas di tengah pasar politik kita hanya akan berkontribusi terhadap polarisasi dan perpecahan bangsa yang lebih dalam.

 

 

Ikuti tulisan menarik Andi irawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler