x

Iklan

Danur Osda

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

4 Tantangan Utama Sertifikasi Halal untuk Industri Kesehatan

Sertifikasi Halal untuk Industri Kesehatan di Republik Indonesia bukanlah suatu hal yang mudah, berbagai kendala yang dikhwatirkan dapat muncul kedepannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Anda memiliki perusahaan farmasi obat dan vaksin? Mulai sekarang, harus segera mengurus sertifikasi halal. Pasalnya, tahun 2019 mendatang, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal diberlakukan secara utuh.

Hal tersebut membawa dampak positif sekaligus tantangan sertifikasi halal untuk industri kesehatan (obat dan vaksin). Suka atau tidak, perusahaan farmasi harus mengikuti aturan yang berlaku. Jika dilanggar, pastinya ada sanksi untuk pelakunya. Di sisi lain, sertifikasi halal tersebut mengurangi keresahan masyarakat soal keamanan produk farmasi.

Nah, berikut ini ada empat tantangan utama yang harus dihadapi industri kesehatan menjelang pemberlakuan UU JPH Nomor 33 Tahun 2014.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Mendapatkan Bahan Baku yang Halal

Minimnya bahan baku obat dan vaksin dalam negeri mendorong industri farmasi untuk mengimpor dari negara lain. Sampai saat ini, tidak kurang dari 95 persen bahan berasal dari Cina, Korea, India, dan Amerika Serikat. Karena itu, sebagian produk sulit mendapatkan label halal dari pemerintah dan MUI.

Namun, hal tersebut masih bisa diupayakan selagi ada sokongan dana riset bahan baku dari pemerintah. Pasalnya, untuk mendapatkan formula yang sempurna, memerlukan penelitian mendalam. Dengan demikian, kehalalan produk terjamin karena industri kesehatan tak harus mengimpor bahan baku dari negara lain.

 

Dukungan Infrastruktur Memadai untuk Proses Produksi

Pasal 50 dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 menyebutkan bahwa, pelaku usaha harus memisahkan lokasi, proses produksi, sampai dengan pendistribusian produk halal dan nonhalal. Untuk melaksanakan pasal tersebut, tentu membutuhkan fasilitas yang mumpuni. Semisal, pembangunan infrastruktur baru agar tempat pembuatan produk bisa dibedakan.

Bagi perusahaan besar, mungkin mudah melakukan perubahan. Namun, industri kecil yang sedang berkembang, kerap mengalami kesulitan pendanaan. Belum tentu, mereka bisa membangun infrastruktur baru secara cepat. Padahal, di sisi lain, industri tersebut harus segera mengeluarkan produk yang dibutuhkan masyarakat.

 

Kualitas versus Bahan Baku Halal

Menurut Anda, apakah label halal bisa menjamin kualitas produk farmasi? Belum tentu; bisa jadi pengurangan komposisi tertentu justru menurunkan mutu obat dan vaksin. Sebaliknya, efektivitas produk lebih terjamin jika hanya ditekankan pada kriteria aman, berkualitas, serta berkhasiat.

Itulah tantangan bagi pelaku usaha farmasi yang harus dicarikan solusinya. Jika tetap mengganti formulasi atau komposisi, perusahaan tersebut mesti mengulang beberapa uji. Dari mulai uji stabilitas, kinerja sediaan, klinik, hingga revalidasi proses. Pastinya, tindakan ini memerlukan waktu sangat lama. Sementara kekosongan produksi obat atau vaksin tersebut berdampak pada keselamatan pasien.

 

Kendala Waktu dan Biaya untuk Mendapatkan Sertifikasi

Idealnya, proses pengeluaran sertifikasi halal sekitar 3-4 minggu. Namun, beberapa perusahaan membutuhkan waktu lebih dari itu. Ada yang terkendala kelengkapan dokumen, produk tidak memenuhi syarat, hingga persoalan biaya. Lalu, benarkah untuk mendapatkan sertifikasi halal harus membayarkan sejumlah dana?

Mengenai biaya, beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 memang menyebutkannya. Semisal, Pasal 23 Huruf c yang mengungkapkan bahwa, sertifikat halal bisa diperoleh dengan biaya terjangkau. Kemudian, di Pasal 44 Ayat 1-3 juga disebutkan masalah pendanaan sertifikasi dibebankan kepada pelaku usaha.

Namun, bagi pelaku usaha mikro, beban biaya bisa dialihkan kepada pemerintah daerah setempat atau lembaga lainnya. Secara gamblang, hal itu dijelaskan dalam ketentuan umum UU JPH Nomor 33 Tahun 2014 poin ke-5. Bahwa, pendanaan bisa ditanggung oleh APBD, APBN, lembaga sosial, asosiasi, lembaga keagamaan, atau komunitas.

 

Itulah pembahasan mengenai tantangan sertifikasi halal untuk industri kesehatan (obat dan vaksin). 

 

Referensi: Pentingnya Pendampingan Konsultan Hukum dalam Pelaksanaan Sertifikasi Halal.

Ikuti tulisan menarik Danur Osda lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 jam lalu

Terpopuler