Kopi, Agama, dan Bredel Itu

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Anda tahu, Bach juga melahirkan komposisi jenius Coffee Cantata sebagai parodi ketakutan kaum Bavaria atas ngetopnya kopi melebihi bir lokal.

Menyesap kopi kini menjadi bagian gaya hidup. Biji kopi yang mengandung banyak kafein ini tak hanya  menjadi teman begadang, tapi juga kaya manfaat. Dengan kandungan kafein yang tinggi, kopi bisa meningkatkan stamina kita. Seetelah meminum kopi, kita seperti mendapatkan energi baru untuk mengerjakan aktivitas kita. Kopi bisa mencegah diabetes tentu jika dikonsumsi tak berlebihan dan tanpa gula. Selain itu, kopi bisa mencegah kita akan risiko menderita alzheimer, demensia, dan parkinson. Dan tentu saja dengan kesegaran yang diperoleh dari menyesap kopi, mood kita bakal terjaga. 

Dengan manfaat yang tinggi itu, ternyata kopi  membuat sejumlah negara ketakutan atas ancamannya. Beberapa negara dan pemuka agama pun melarangnya. Kabar teranyar, di negara bagian California, Amerika Serikat, hakim Pengadilan Tinggi Los Angeles, Elihu Berle pada akhir Maret lalu menyatakan bahwa Starbucks dan seluruh perusahaan kopi sejenis telah gagal menunjukkan tidak ada risiko signifikan dari karsinogen (zat penyebab kanker) dari proses me-roasting kopi. Hakim Berle menyatakan seluruh gerai kopi di California wajib menulis peringatan bahaya kanker di kemasan atau pada setiap cangkir kopi yang dijual. Apa pasal? Ada bahan kimia berbahaya berma akrilamida, yang digunakan dalam produk sampingan dari biji kopi panggang yang berkadar tinggi saat menyeduh kopi.

Pelarangan, atau mungkin salah faham terhadap kopi punya riwayat berabad silam. Masuk juga di wilayah "agama". Pada 1511 Gubernur Mekah Khair Beg mengusir para jamaah peminum kopi jelang salat malam. Ia lalu memerintahkan semua kedai kopi ditutup. Paus Clement VIII berfatwa ngopi itu budaya bid'ah yang infidel, yang mengancam.

Raja Charles di awal abad 17 menutup semua kedai kopi di London tersebab khawatir dipakai buat permufakatan makar, seiring dengan petisi petisi perempuan anti kopi yg marak di negeri Kristen Oxford. Juga Raja Jerman yang menegaskan bahwa bir lah minuman nasional. Gereja ortodoks Ethiopia juga mengharamkannya pada abad 18.

Tapi, bagi kaum sufi minum rebusan bijih kopi atau qahwa diyakini bisa menjaga kekhusyukan zikir dan tahajud. Filsuf Voltaire meneguk kopi untuk kecermerlangan berfikir.

Anda tahu, Bach juga melahirkan komposisi jenius Coffee Cantata sebagai parodi ketakutan kaum Bavaria atas ngetopnya kopi melebihi bir lokal. Begitulah, aroma perang dagang juga kental. Maklum, lebih dari 1,5 miliar cangkir kopi diseruput di seantero jagad. Jumlah yang cukup memenuhi 3000an kolam renang ukuran Olimpiade! Selamat ngopi. Wahyu Muryadi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Santri Bakiak

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Kopi, Agama, dan Bredel Itu

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
img-content

Berpolitik Sehat ala Merauke ~ Wahyu Muryadi

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Peristiwa

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua