Nama Wapres Jusuf Kalla masih bertengger di papan atas hasil survei belum lama ini. Februari lalu, Populi Center mempublikasikan hasil survei nama-nama calon wapres favorit untuk 2019: Pak JK berada di urutan pertama dengan perolehan 15,6 persen. Hasil survei yang dipublikasikan oleh Litbang Kompas baru-baru ini juga membuahkan perolehan angka yang sama.
Meskipun hasil survei masih mengunggulkan Pak JK sebagai calon wapres favorit, tapi Pak JK mengatakan akan memilih untuk beristirahat. Ini pilihan yang menarik dan tepat, sebab Pak JK sudah menjabat wakil presiden dua kali: pada periode pertama kepresidenan SBY dan sekarang bersama Presiden Jokowi. Secara legal memang ada perdebatan apakah Pak JK masih boleh mencalonkan diri lagi atau tidak, tapi sebagai pelajaran politik rasanya akan lebih baik bila Pak JK tidak mencalonkan diri lagi.
Bila turun panggung dari jabatan orang nomor dua di Republik ini, Pak JK dapat memainkan peran berbeda namun sangat diperlukan oleh masyarakat. Sebaiknya sih, Pak JK tidak perlu lagi terlibat politik praktis yang akan membatasi ruang geraknya. Lebih baik rasanya bila Pak JK mengambil peran seperti yang dijalankan Pak BJ Habibie, menjadi orang bebas yang tidak lagi terikat oleh pengelompokan politik.
Dengan peran barunya ini, Pak JK dapat berbagi pengalaman kepada sebanyak-banyaknya orang dan kelompok masyarakat tanpa disertai motif dan kepentingan politik. Berbekal pengalamannya sebagai pengusaha, ketua umum Golkar, menteri, dan dua kali menjabat wakil presiden, Pak JK dapat memberi nasihat sebagai orang tua kepada banyak orang tentang bagaimana negeri dan bangsa ini sebaiknya dikelola. Betapapun, ia telah belajar banyak dari keberhasilan dan kegagalan ataupun kesalahan.
Setelah tidak lagi menjabat Wakil Presiden, Pak JK tidak perlu menjadi ketua umum partai politik (lagi) seperti dua mantan presiden kita yang hingga kini masih sibuk mengurus partai. Sebagai orang bebas, Pak JK dapat berkontribusi kepada negeri dan bangsa ini tanpa terikat kepentingan politik dan ekonomi pribadi maupun kelompok terbatas (Pak JK kan sudah pernah jadi ketua umum Golkar dan sudah kaya sebagai pengusaha).
Di masa sekarang, ketika banyak orang berebut kuasa, masyarakat memerlukan orang-orang yang mampu dan mau bersikap sebagai ‘orang tua’ karena telah berpengalaman mengurus negara selama berpuluh tahun. Masyarakat membutuhkan orang-orang yang mau berbagi pengalaman, mengingatkan tentang yang baik dan buruk bagi bangsa, memberi masukan dan nasihat tanpa pretensi politik partisan. Jika para mantan orang no-1 dan 2 Republik ini sering bertemu dan mau berbagi pengalaman dan masukan kepada para elite yang masih aktif tanpa dilambari kepentingan politik-ekonomi partisan, maka masyarakat akan tahu kemana perlu berpaling ketika para elite negeri ini ribut sendiri.
Tentang hal ini, para mantan presiden AS dapat menjadi contoh. Tanpa peduli latar belakang politik mereka di masa lalu, Republik atau Demokrat, Jimmy Carter, George H.W. Bush, Bill Clinton, George W. Bush, serta Barack Obama kerap bertemu tanpa terhalang oleh politik masa lampau. Mereka memberi masukan tanpa pretensi ingin didengar atau diikuti masukannya. Mereka menjalankan tugas sebagai negarawan yang peduli benar kepada nasib bangsa, mereka sudah naik kelas dari politikus jadi negarawan.
Saya percaya, selepas dari jabatan Wapres nanti, Pak JK segera naik kelas, begitu pula (mudah-mudahan) dengan para mantan RI-1 dan RI-2 lainnya. Biarlah yang lebih muda memainkan perannya. Bagi orang-orang yang sudah puluhan tahun berkecimpung di politik praktis, pepatah orang bule ini layak juga dikutip: “Enough is enough.” Saatnya mengabdi dengan cara yang berbeda. **
Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.