x

Iklan

Egy Massadiah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Demi Pohon Letjen Doni Pernah Kena Kotoran Sapi

Adalah Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo juga gemar menyapa pepohonan. Bukan hanya menyapa, tetapi juga mengajak bicara.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Catatan Perjalanan Egy Massadiah

Bahasa pohon, bahasa yang hanya bisa dipahami oleh seorang nabi, Nabi Sulaiman AS. Salah satu nabi yang dianugerahi kelebihan mampu berbicara dengan binatang, angin, bahkan tumbuh-tumbuhan.

Adalah Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo juga gemar menyapa pepohonan. Bukan hanya menyapa, tetapi juga mengajak bicara. Benarlah adanya, pohon pun makhluk Tuhan yang dianugerahi “rasa”.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena itu, saat awal April 2019 ia berkesempatan “pulang kampung” ke tanah Ambon Manise, bukan hanya kerabat, handaitaulan, relasi, tetapi juga pepohonan yang ia sambangi. Di tengah serentetan agenda kerja, Doni Monardo tak lupa menyempatkan waktu mendatangi tempat-tempat di mana ia pernah menanam dan merawat pohon-pohon.

Bahkan, jauh sebelum Dr Zakir Abdul Karim, seorang ilmuwan India menguak ihwal tetumbuhan yang punya “rasa”, Doni Monardo sudah meyakininya. Seperti diwartakan republica.co.id 13/4/2019, Dr Zakir Abdul Karim menguak penemuannya di Pusat Riset King Fahd Hospital di Jeddah, Arab Saudi.

Ia mengatakan adanya penemuan sains bahwa tumbuh-tumbuhan bisa merasakan sakit. Mereka pun dapat merasa bahagia, sedih, dan bisa menjerit kesakitan. Akan tetapi, telinga manusia tidak bisa mendengarnya karena frekuensi jeritan yang berbeda.

Suatu percoban di laboratorium menghubungkan tanaman dengan elektroda untuk meneliti apakah tumbuh-tumbuhan yang dicincang bisa mengenali orang yang mencincangnya. Lonjakan grafik terjadi di monitor ketika orang yang mencincangnya ke ruangan.

Sebaliknya, tanaman yang dirawat dengan kasih sayang sambil diajak bercakap-cakap bisa lebih tumbuh sehat dan subur. Ini menjadi bukti kebenaran firman Allah SWT dalam QS Al Israa 17:44.

"Bertasbih kepada-Nya tujuh langit dan bumi dan siapa yang ada di sana, dan tidak ada sesuatu pun yang tidak bertasbih memuji-Nya. Namun kamu tidak paham tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Lembut dan Maha Pengampun."

Sesungguhnya, Doni Monardo bukan tanpa alasan ketika ia begitu masygul hati demi melihat pohon-pohon ditebangi.

Betapa ia sejak diberi amanah mengepalai Badan Negara Penanggulangan Bencana (BNPB) meyakinkan segenap anak bangsa, bahwa manusia harus menjaga alam. Sebab, salah satu penyebab terjadinya bencana alam adalah karena faktor manusia. Manusia yang tidak menjaga alam dan lingkungannya.

Karena itu pula, sejak ia masih prajurit berpangkat perwira pertama, minat dan perhatiannya pada tanaman dan lingkungan hidup sangat besar. Itu dilakukan secara konsisten, termasuk saat menjabat Pangdam Pattimura di Ambon, antara 2015 – 2017. Di bumi Ambon Manise itulah ia banyak menanam pohon, seperti juga di mana pun ia bertugas.

Di sela-sela tugas memimpin komando daerah masih menyempatkan diri menanam pohon, menjadikan Doni Monardo sosok Pangdam spesial bagi masyarakat Ambon. Karenanya, saat ia bergeser tugas menjadi Pangdam III/Siliwangi November 2017, warga Ambon menganugerahinya sebagai warga kehormatan bumi Pattimura setelah melewati sidang Paripurna Khusus DPRD. Sampai saat ini ada dua tokoh lainnya yang menyandang Warga Kehormatan Ambon, yaitu Jenderal Wismoyo Arismunandar dan Jusuf Kalla.

Karenanya, saat awal April 2019 ia mengunjungi “kampungnya” , banyak kenangan lama bermunculan. Kadang menyenangkan, kadang mengharukan, kadang menyenangkan-sekaligus-mengharukan.

Sejatinya, agenda Doni antara lain tugas menjadi pembicara utuama Musrenbang Pemprov Maluku. Selain itu, Rapat Koordinasi Kesiapsiagaan Bencana se-Kodya Ambon di Universitas Pattimura. Terakhir, menyaksikan deklarasi "Katong Jaga Alam, Alam Jaga Katong," di desa Hatu, tak jauh dari Bandara Pattimura.

Nah, di luar hajatan dinas itulah Doni memanfaatkan waktunya untuk menengok pohon-pohon yang pernah ia tanam saat bermukim di Maluku. Salah satunya, sambil olah raga pagi Doni mampir ke Stadion Mandala Remaja Ambon.

Di sekeliling stadion, layaknya menginspeksi pasukan, Doni menyapa satu per satu pohon yang pernah ia tanam. Pohon yang ditanam sejak masih bibit itu, kini tingginya antara 4 sampai 10 meter. Sang pohon seakan akan meluapkan rasa gembira atas hadirnya Doni, orang yang menanam dan juga merawatnya.

Sementara itu, Kolonel Hasyim gesit menyiapkan kelapa muda yang diminum langsung dari batoknya. "Itu kebiasaan beliau sewaktu menjabat panglima," kisah Kolonel Hasyim Lalhakim mantan Kapendan Pattimura yang berdarah Makassar ini.

Setelah itu, ditemani Korspri Ka BNPB Kolonel Budi Irawan, Akmil 1991 yang juga mantan Dandim Bogor, Doni mengunjungi Batalyon Masariku yang ditempuh sekitar 30 menit berkendara dari kota Ambon.

Disambut para perajurit Batalyon 733 Masariku, Doni kembali napak tilas menyapa satu persatu pohon pohonnya. Senyumnya sumringah menghirup aroma udara sekeliling Batalyon. Gemericik ratusan ikan koi indah sama sekali tidak mengkeruhkan air bening yang mengalir mungil di kolam milik warga batalyon.

"Jaga batalyon ini, biarkan tetap hijau," pesan Doni kepada Mayor Inf Nyarman, Akmil lulusan 2002 yang menjabat sebagai Komandan Batalyon 733 Masariku.

Pada saat yang sama muncul Letkol Inf Pantouw Dan Yon 711 asal Palu Sulawesi Tengah yang sedang melaksanakan satgas di kawasan Maluku.

Doni tersenyum melihat sosok anak buahnya itu yang pernah menjabat Danton di Brigif Kariango Makassar. Pantouw pun terpingkal saat Doni memintanya menceritakan kembali pengalamannya menanam pohon di Kariango Sul Sel 2007 silam. Rupanya, keduanya punya kenangan kocak.

Menurut Pantouw, kala itu, ia dan rekan rekannya mendapat tugas dari Kolonel Doni untuk mengambil kotoran sapi langsung dari kandang.

"Pagi pagi sudah stand by di kandang sapi. Bayangkan aja kami kadang kena sembur kotoran sapi yang masih segar," kenang Pantouw seraya manambahkan untuk mengambil kotoran sapi Doni tidak hanya memberi perintah namun ikut terjun langsung mengangkut sekaligus merasakan aroma kotoran sapi di kandangnya. Kotoran itu kemudian mereka keringkan untuk menyuburkan pohon pohon yang ditanam sekitar bandara Hasanuddin Makassar.

Kepada para perajurit yang menemani pagi itu Doni menyemburkan semangat. "Beruntung kalian bertugas di tempat seperti ini. Jangan berkecil hati jauh dari kota. Makin sering Anda dapat masalah makin matang

Anda menyelesaikan masalah. Pengalaman terbaik adalah mampu menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat," pesan Doni.

Masih di sekitar Batalyon, tiba tiba langkah Doni terhenti. Ada tujuh titik bekas tebangan pohon menyita perhatian suami dari Santi Ariviani ini. Doni meminta staf batalyon untuk mencari tahu siapa yang menebang pohon dan apa maksudnya. Tak hanya itu, ayah tiga anak ini juga segera memerintahkan mengambil bibit pohon pengganti dengan tinggi minimal 1,5 meter untuk ditanam kembali. (Tiga hari kemudian saya mendapat kabar dari Mayor Inf Nyarman, bahwa penanaman pohon pengganti sudah selesai dilaksanakan)

Rumusnya kalau anda tebang 10, anda harus tanam 100 pohon, dengan asumsi yang bisa tumbuh hanya sekitar 20 sampai 30 pohon, " pesan Doni.

Sebelum meninggalkan batalyon, yang tak kalah serunya, Doni menghampiri sebuah pohon alpukat yang berdaun rimbun. Mirip gerakan "dukun" Doni seakan akan mengajak sang ranting dan daun berbincang. "Dulu pohon ini gak pernah berbuah, setelah saya datangi dan ngobrol, eh gak berapa lama kemudian ternyata berbuah," kisah Doni.

Pelari Tangguh dan Plastik

“Pulang kampung” tak cuma menengok pohon. Sesaat setelah mendarat di Ambon, Doni menyapa lautan. Dari bibir pantai Natsepa, ditemani hampir 50-an perjurit Kodam Pattimura Doni nyemplung ke laut, berenang. Jarak tempuhnya sekitar 1.000 meter. Menjelang finish spontan Doni mengajak semua perenang memunguti sampah plastik yang berserakan di sekitar pantai.

Di Ambon Doni pun menyempakan mampir ke warung kopi Lela di Jalan Sam Ratulangi. Semangkuk bubur ayam dan aneka kue khas Ambon berbahan baku sagu ludes disikat.

Tak sengaja pria berdarah Padang kelahiran Cimahi ini berjumpa dengan Mateous Berhitu. Kepada rombongan, Doni memperkenalkan pria 46 tahun asal Desa Akoon, Nusa Laut Kab Maluku Tengah. Mateous adalah pelari alam tangguh dengan sederet prestasi. Mantan sopir angkot ini pernah mengikuti Ultra Marathon 320 km dari Pototano Sumbawa dan juara satu di Dorongcana Dompu NTT.

Ia kuga juara marathon di Malaysia dengan jarak 110 km. Pada tahun 2017 Mateous menjuarai juga lomba lari keliling Kebun Raya Bogor. "Peserta yang berhasil finish hanya empat orang dan saya juara satu," kenang Mateous yang merupakan pelari binaan Kodam Pattimura.

Lalu apa resepnya hingga tangguh dan selalu juara, Mateous berujar, "Banyak latihan dan banyak makan ikan." Dan yang tak kalah penting dukungan total dari Kodam XIV Pattimura menfasilitasi sang pelari baik saat latihan maupun ketika berlomba.

 

Kuliner dan Wisata

Ambon memang kaya raya. Tak hanya alamnya, namun juga sejarah, budaya dan makanannya. Kalau berkunjung ke Ambon beberapa titik kuliner wajib dicicipi. Restoran Apong dengan aneka sea food-nya dengan cita rasa khas kuliner bumbu Makassar tak boleh dilewatkan.

Ada juga warung ikan Kole Kole dengan steak tunanya yang membuat lidah berjingkrak. Serunya, semua disajikan dengan singkong, ubi, pisang rebus dan aneka sagu. Tentunya bersama sambel dan sup ikan kuah kuning. Sungguh sebuah sensasi tenggorokan yang tak akan terlupakan.

Di bandara Pattimura Ambon, sesaat sebelum bertolak kembali ke Jakarta saya tiba tiba teringat ucapan Irjen Pol Purn Murad. Saat silaturahim makan malam di rumahnya, Gubernur Maluku terpilih itu berkelakar, berucap lantang di depan hadirin termasuk Doni.

"Ke depan saya minta tak ada lagi yang menebang pohon. Bagi yang terlanjur menebang pohon segera sadar, kalau tidak saya doakan masuk neraka dan di dalam neraka dihimpit dan ditindih batang batang pohon yang sudah ia tebang," kelakar Murad, lulusan Akpol 1985 seangkatan Doni Monardo di AMN.

Sio mama, kalau kelakar itu terwujud maka Maluku semakin indah dan terawat. Cao. *

Egy Massadiah, pernah bekerja sebagai wartawan, aktivis teater tinggal di Jakarta

Ikuti tulisan menarik Egy Massadiah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler