Meskipun pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK] selama ini dikenal sebagai orang-orang yang tangguh dalam menjalankan tugasnya, pada tataran kebijakan para pimpinan institusilah yang berwenang memutuskan. Ketika korupsi tak juga mereda walau banyak orang telah ditangkap dan dipenjara, peran KPK semakin penting.
Pada masa-masa sekarang, yang krusial ialah menemukan kepastian ke arah mana institusi antirasuah ini akan dibawa oleh pemimpinnya. Siapa yang akan memimpin KPK setelah Agus Sudibyo dan kawan-kawan habis masa tugasnya menjadi isu krusial, khususnya karena berkaitan dengan gerak langkah panitia seleksi calon pimpinan KPK.
Alih-alih lebih dahulu memburu calon-calon potensial yang mungkin dimunculkan dari jalur independen, pansel malah mengunjungi Kepolisian, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung serta mengundang institusi ini untuk mengirim calon-calon mereka. Mengapa pansel tidak lebih mendorong kampus-kampus terbaik maupun organisasi nirlaba untuk berpartisipasi dalam proses seleksi sebagai sumber calon pimpinan KPK.
KPK dulu dibentuk untuk mengisi ruang yang diperlukan bagi pemberantasan korupsi agar lebih efektif dan efisien, melengkapi tugas-tugas yang telah dijalankan institusi penegak hukum lainnya. Namun dengan berinisiatif lebih mengundang ketiga institusi tersebut, telah timbul kesan bahwa KPK hendak diarahkan menjadi komisi yang menampung perwakilan ketiga insitusi tersebut.
Saat ini, pimpinan puncak KPK terdiri atas satu ketua dan empat wakil ketua. Andaikan calon-calon yang dikirim ketiga institusi tadi dipilih oleh pansel, masing-masing seorang, maka tinggal dua kursi pimpinan yang tersisa. Jika calon-calon independen dianggap tidak ada yang slayak oleh pansel, akankah kedua kursi tersebut diserahkan kepada calon lain? Siapa?
Pentingnya kehadiran pimpinan KPK yang independen ialah agar tidak terbebani oleh hubungannya dengan institusi tempatnya berasal, terutama apabila timbul persoalan terkait dengan pimpinan institusi-institusi tersebut. Sebagaimana pernah terjadi, muncul konflik kepentingan yang sukar dipecahkan. Belakangan juga muncul keluhan dari para pegawai karena merasa langkah-langkah operasional mereka tidak mudah memperoleh izin pimpinan.
Sebagai institusi antirasuah, KPK seharusnya kian diperkuat. Salah satu caranya ialah dengan menemukan calon-calon pimpinan yang punya integritas kuat, rekam jejak, tahan banting, independen, tidak memiliki potensi konflik kepentingan dengan institusi asalnya, dan syarat lain terkait komitmen, visi terhadap pencegahan dan pemberantasan korupsi, dan memahami bagaimana KPK bekerja.
Pimpinan KPK seperti apakah yang menjadi preferensi Pansel Capim KPK untuk memimpin komisi penting ini? Pertanyaan ini memerlukan jawaban, sebab akan menentukan ke arah mana KPK akan dibawa, menjadi lembaga antirasuah yang semakin bergigi dan ditakuti orang sebelum berniat untuk korupsi atau menjadi lembaga yang pelan-pelan kehilangan tenaga dan spiritnya. Ketika meloloskan orang-orang yang tidak tepat dari proses seleksi untuk diserahkan kepada Presiden yang kemudian diteruskan kepada DPR untuk dipilih, maka Pansel Capim tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab moral bila KPK kemudian menjadi lemah. >>
Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.