x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 1 Juli 2019 13:02 WIB

Menguatnya Gejala Kolektivisme

Dalam kolektivisme, individu harus mengalah kepada kelompok, mengikuti pikiran kelompok, taat kepada pandangan kelompok, mengutamakan kepentingan kelompok. Perbedaan pandangan individual dianggap sebagai kesalahan yang sukar dimaafkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Perhelatan politik yang berlangsung cukup lama dan menegangkan tampaknya menyisakan satu hal yang layak dicermati. Bukan hanya masalah kendornya kerekatan masyarakat karena perbedaan pandangan dan pilihan, melainkan gejala kecenderungan kolektivisme yang menguat. Secara sederhana, kolektivisme itu kira-kira begini: “Apa yang baik menurut kelompok, itulah yang baik bagi individu.”

Kolektivisme berusaha membentuk keseragaman pandangan dalam kelompok, kecil maupun besar. Contohnya grup WA yang beranggotakan, misalnya saja, 30 orang/akun. Kolektivisme ini pelan-pelan terbentuk lewat postingan para anggotanya. Ketika muncul isu tertentu yang dilontarkan ke dalam grup, tanggapan bermunculan. Bila mayoritas anggota memilih pandangan yang sama, maka minoritas akan kesepian.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kohesivitas pandangan kemudian mengarah kepada keseragaman respons terhadap isu-isu lain. Bila ini terjadi, minoritas akan sukar mempertahankan diri. Baginya, pilihan serba terbatas. Jika ia mengeluarkan pandangan yang berbeda, anggota grup akan cenderung menganggapnya ‘aneh’. Dalam kolektivisme, pandangan anomali tidak memperoleh tempat. Minoritas akan kesepian, atau malah dirundung. Karena terus-menerus terjepit dalam diskusi grup, biasanya anggota minoritas akan memilih untuk keluar dari grup WA.

Orang memiliki kecenderungan untuk mengelompok pada orang-orang yang berpandangan serupa. Tentu saja ini kecenderungan alamiah. Yang jadi soal, ketika semangat kelompok ini merintangi perbedaan pendapat di dalam kelompok. Yang berbeda lantas dianggap menyempal, menyimpang, membela lawan, dan seterusnya. Nilai-nilai yang benar ialah nilai-nilai yang dianut kelompok—yang terbentuk secara natural maupun yang direkayasa untuk tujuan tertentu.

Dalam kolektivisme, individu harus mengalah kepada kelompok, mengikuti pikiran kelompok, taat kepada pandangan kelompok, mengutamakan kepentingan kelompok. Perbedaan pandangan individual dianggap sebagai kesalahan yang sukar dimaafkan. Contoh kecil: di kolom-kolom komentar media online, ketika mayoritas orang punya pandangan serupa, pandangan yang berbeda akan dianggap asing—neztizen-komentator ini akan jadi korban perundungan (bullying) kolektif.

Apa yang buruk dari semua itu? Tekanan kolektif akan merintangi munculnya gagasan-gagasan hebat yang lahir dari individu dengan pikiran yang berbeda dari gagasan kerumunan. Atau, membuat banyak orang yang punya pikiran lain merasa enggan untuk mengeluarkan pendapatnya karena akan menyulitkan diri saja. Individu akan takut bersuara berbeda karena akan dianggap tidak kompak. Individu akan jengah berdiri menjulang sebab akan terlihat aneh di tengah rata-rata kerumunan. Jika memaksakan diri untuk berbeda, bersiaplah untuk terkucilkan dari lingkungan pergaulan.

Kolektivisme berpotensi mendorong penguatan ‘semangat kelompok’ secara berlebihan, sehingga pandangan kelompok senantiasa dianggap benar, yang berbeda dianggap salah. Ketika menerima perbedaan pandangan di dalam kelompok saja sukar, apa lagi menerima pandangan yang berbeda dari luar kelompok. Inilah salah satu faktor yang mendorong terjadinya pembelahan dalam masyarakat kita. Masing-masing kelompok cenderung menganggap dirinya [paling] benar dan kelompok lain [pasti] salah. Masing-masing kelompok seperti menemui tembok perintang yang menghalangi dirinya untuk melihat adanya kebenaran pada kelompok lain—padahal tidak harus mengakui seluruhnya benar, tapi mengakui bahwa ada hal-hal tertentu yang benar pada kelompok lain. Sikap adil dalam memandang persoalan akan mengurangi semangat kelompok sendiri paling benar, dan ini merupakan modal penting untuk memulihkan keretakan.

Pertanyaannya: apakah kecenderungan kolektivisme ini hanya gejala dalam lingkup kecil, seperti contoh di grup WA tadi, ataukah juga menggejala pada organisme sosial yang lebih besar lingkupnya? Cobalah lihat sekeliling! >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB