x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 22 Juli 2019 12:11 WIB

Politik dan Sengketa Foto Kelewat Cantik

Di dunia hiburan, memoles wajah dengan kosmetik dianggap lumrah agar seorang artis tampil lebih menarik di hadapan orang banyak, khususnya penggemarnya. Bagaimana jika terjadi di dunia politik, khususnya saat pemilihan anggota legislatif? Apakah ini sejenis manipulasi identitas diri?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Apakah sebuah foto yang diolah agar wajahnya lebih menarik merupakan sejenis manipulasi data? Di dunia hiburan, memoles wajah dengan kosmetik dianggap lumrah agar seorang artis tampil lebih menarik di hadapan orang banyak, khususnya penggemarnya. Teknologi aplikasi yang semakin canggih, seperti Photoshop, dapat berkontribusi agar foto artis yang sudah di-make-up habis bisa terlihat lebih kinclong lagi.

Di wilayah pemasaran, bisnis apapun, praktik make-up dan rekayasa foto merupakan kelaziman yang diterima. Bahkan, banyak orang tidak suka melihat artis pujaannya atau bintang iklan tampil apa adanya. Boleh jadi, karena wajah aslinya tidak setampan atau secantik yang mereka angankan. Mereka ingin wajah dan tampilan seperti yang mereka bayangkan dan inginkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagaimana jika itu terjadi di ranah politik? Inilah ujian yang tengah dijalani para hakim di Mahkamah Konstitusi terkait dengan sengketa pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dalam sengketa hasil pemilihan untuk wilayah Nusa Tenggara Barat [NTB], caleg Farouk Muhammad mempersoalkan wajah yang terpampang pada foto pesaingnya, Evi Apita Maya, yang ia anggap terlalu cantik [maksudnya, barangkali, lebih cantik dari wajah aslinya].

Menurut Farouk, Evi telah memanipulasi masyarakat dengan mengedit fotonya di luar batas kewajaran sehingga terlihat kelewat cantik. Dalam penilaian Farouk, berkat foto kelewat cantik tersebut, Evi mampu mendulang dukungan suara rakyat dan memenangkan pemilihan anggota DPD untuk mewakili NTB. Dalam permohonannya, seperti dikutip media, Farouk menyebut tindakan mengedit foto secara berlebihan tersebut manipulatif karena setara dengan mengubah identitas diri dan merupakan pelanggaran administrasi pemilu.

Ini adalah gugatan yang unik dan banyak orang menunggu keputusan para hakim Mahkamah Konstitusi yang menyidangkannya. Sebagian orang berpendapat bahwa alasan Farouk sulit diterima karena membuktikan korelasi antara foto kelewat cantik dengan keputusan pemilih tidaklah mudah. Lagi pula, banyak figur populer yang tidak terpilih dalam pileg kemarin meskipun wajah mereka tampan dan cantik.

Di sisi lain, pemilihan legislatif dan wakil DPD memang menyisakan persoalan mengingat banyaknya calon yang berkompetisi di dalamnya. Perkenalan calon-calon legislatif berlangsung kurang intensif di tengah kampanye calon presiden yang ingar bingar dan jauh lebih banyak menyita perhatian masyarakat.

Banyak pemilih kesulitan menentukan pilihan di bilik suara karena mereka baru pertama kali melihat wajah-wajah dan nama-nama mereka. Akhirnya, untuk pemilihan anggota DPR, sangat mungkin pemilih mencoblos siapa saja dengan preferensi partai politik masing-masing. Memilih anggota DPD tak kalah sulitnya, karena jumlah calon banyak, sementara tidak ada partai politik yang dijadikan preferensi karena mereka maju secara perorangan.

Farouk mestinya lebih dikenal oleh masyarakat NTB sebab ia Wakil Ketua DPD untuk periode 2014-2017 hingga kemudian terjadi perubahan kepemimpinan di DPD. Namun entah kenapa akhirnya Evi yang memperoleh suara lebih banyak dibandingkan Farouk dan terpilih sebagai anggota DPD mewakili NTB. Mungkin saja, rakyat NTB menilai kinerja Farouk kurang bagus, atau mereka menginginkan wajah baru, atau mungkin saja mereka memilih secara acak karena banyaknya foto calon di kertas suara dan menemukan foto yang menarik tanpa pertimbangan dan landasan kesadaran politik tertentu. Misalnya saja, letaknya di urutan paling atas, atau malah paling bawah sehingga pemilih yang malas akan mencoblosnya begitu saja, atau mungkin foto yang tampil beda. Di kertas suara, foto Evi [no 26] bersebelahan dengan foto Farouk [no 27].

Jadi, mungkin saja rakyat NTB lebih memilih Evi ketimbang Farouk karena foto kelewat cantik-nya, tapi korelasi ini mungkin tidak mudah dibuktikan kecuali misalnya dilakukan survei terlebih dulu kepada rakyat pemilih di NTB. Sebagai sengketa pemilihan legislatif, ini merupakan kasus yang menarik, khususnya untuk mengetahui bagaimana para hakim memutuskan perkara ini dan apa sudut pandang mereka terhadap tudingan Farouk bahwa Evi telah mengubah identitas diri dengan memajang foto yang, menurut Farouk, kelewat cantik [mungkin maksudnya dibanding wajah aslinya] sehingga tergolong pelanggaran administrasi pemilu. Wallahu ‘alam. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu