Apa Alasan Suharto Mengundurkan Diri sebagai Presiden Indonesia?

Rabu, 28 Agustus 2019 14:52 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Alasan-alasan yang membuat Suharto mundur sebagai Presiden Republik Indonesia

Judul: Lengser Keprabon

Penulis: Sulastomo

Tahun Terbit: 2001

Penerbit: Rajawali Press

Tebal: x - 122

ISBN: 979-421-853-7

Buku ini terbit empat tahun setelah Suharto memutuskan untuk berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia. Saat dimana euforia tumbangnya Orde Baru telah reda. Masa dimana orang mulai berpikir dengan lebih jernih tentang apa yang sebenarnya terjadi. Namun pada umumnya masyarakat masih dalam suasana menghujat Orde Baru. Semangat untuk mengadili Suharto masih meluap. Dan memang proses peradilan kepada mantan Presiden ini masih berlangsung.

Sulastomo sang penulis buku ini adalah Ketua HMI di masa awal Suharto memerintah Indonesia (1963-1966). Bahkan saat ia menjabat sebagai Ketua HMI, Sulastomo memberikan usulan untuk mengakhiri dualisme kepemimpinan (antara Sukarno dan Suharto).

Sulastomo ditunjuk oleh Pemerintah Suharto menjadi Ketua Parmusi, saat partai itu menghadapi sengketa. Pada masa Sulastomo menjadi Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Suharto naik haji. Setelah naik haji, Suharto banyak mendukung organisasi IPHI, diantaranya, dengan menyumbang pendirian rumah sakit-rumah sakit haji di beberapa daerah. Di masa tersebutlah Suharto semakin dekat dengan Islam. Sulastomo adalah juga dokter yang ikut menangani Pak Harto saat sakit setelah tidak lagi menjabat.

Dengan perannya yang dekat dengan Suharto sejak awal sampai akhir hidupnya, Sulastomo jelas mempunyai kapabilitas untuk menulis tentang Suharto. Namun para pembaca juga harus maklum dimana posisi Sulastomo dalam hal ini. Apalagi Sulastomo berkesempatan bercakap dengan Suharto pasca Suharto tidak menjabat lagi sebagai Presiden.

Terbitnya buku ini tentu bisa dilihat dari dua sisi. Pertama adalah keberanian Sulastomo untuk mengungkapkan apa yang diyakini di tengah masyarakat yang masih begitu benci kepada Suharto. Kedua, bisa saja bahwa dibalik suara-suara yang mengecam Suharto ternyata banyak pula yang bersimpati kepada pemimpin Orde Baru ini.

Sulatomo memilih idiom “Lengser Keprabon.” Idiom ini adalah idiom Jawa yang menunjukkan seorang raja yang memutuskan sendiri bahwa dia sudah tidak mau menjadi raja. Idiom lengkapnya adalah “Lengser Keprabon Madeg Pandito” (turun tahta dan mengambil peran sebagai pendeta). Dari judul yang dipilih sudah terlihat bahwa kehendak untuk mengakhiri kepemimpinannya bukan disebabkan oleh faktor luar. Suharto memilih sendiri untuk tidak melanjutkan perannya sebagai seorang presiden.

Sulastomo mengawali bukunya dengan menuliskan apa yang terlihat di layar TV. Saat itu Suharto memutuskan mundur dari posisi Presiden Republik Indonesia. Suharto menyatakan mengundurkan diri dan menunjuk (sesuai dengan pasal 8 UUD 1945) B.J. Habibie yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden menjadi penggantinya.

Sulastomo membeberkan beberapa fakta bahwa sesungguhnya Suharto sudah berkeinginan untuk mundur dari jabatan Presiden sejak lama. Suharto sesungguhnya tidak bersedia dicalonkan dan dipilih kembali menjadi presiden pada tahun 1997. Namun karena orang-orang di sekitarnya meyakinkan bahwa rakyat masih menghendaki, Suharto bersedia dipilih kembali menjadi presiden.

Faktor lain yang disampaikan oleh Sulastomo mengapa Suharto memutuskan untuk mundur adalah karena ia kecewa terhadap orang-orang pilihannya. Menteri-menteri yang dipilihnya ternyata tidak mau dipilih kembali dalam kabinet yang akan disusunnya. Kekecewaan kepada para pendukungnya bertambah besar ketika B.J. Habibie menyatakan bersedia untuk menggantikannya sebagai Presiden. Habibie dianggap tidak Jawa saat memberi jawab kepada Suharto.

Hal lain yang juga disinggung oleh Sulastomo tentang kejatuhan Suharto adalah kepentingan global yang melihat kebangkitan Islam di Indonesia. Dalam buku ini disampaikan dengan samar tentang rivalitas Islam dengan ABRI yang saat itu dipimpin oleh Benny Murdani yang beragama Katholik, MPR yang semakin “ijo royo-royo” dan perbenturan kepentingan global dimana Indonesia dianggap sebagai kekuatan yang harus dihancurkan.

Selain memberikan alasan-alasan yang berasal dari perspektif Suharto, Sulastomo juga mengungkapkan alasan-alasan dari luar. Sulastomo menyampaikan penilaian Lee Kwan Yew tentang mengapa Suharto jatuh. Menurut Lee Kwan Yew kesalahan memilih menteri-menteri dan memilih Wakil Presiden adalah kesalahan fatal yang dilakukan Suharto di masa akhir pemerintahannya.

Selain menunjukkan kehebatan dan peran Suharto dari sejak tumbangnya Orde Lama sampai dengan lengser keprabon, Sulastomo juga menyampaikan kritik. Salah satu kritik yang disampaikan terhadap Orde Baru adalah Dwifungsi ABRI. Sulsatomo tidak setuju ABRI masuk dalam politik. Sebaiknya ABRI dan Birokrasi harus tetap menjadi aparatur negara yang tidak memihak.

Kritik kedua adalah tentang bangunan ekonomi yang kurang mantab. Bangunan ekonomi yang bertumpu pada konglomerasi menyebabkan ekonomi Indonesia rapuh di saat krisis. Namun Sulastomo secara jelas mengatakan bahwa kesalahan tersebut tidak bisa ditimpakan kepada Suharto. Ini adalah kesalahan kolektif seluruh bangsa.

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Viral

Lihat semua