x

Menanti seseorang yang sama-sama saling menginginkan untuk menjadi

Iklan

Marsekal Bintang

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 1 September 2019

Minggu, 1 September 2019 13:30 WIB

Katalis Jiwa

Menilik obrolan-obrolan dan menyimaknya dalam kehidupan sehari-hari memang menarik. Kita senang sekali berbagi informasi,sekedar hadir untuk kumpul agar dianggap eksis dan mungkin karena kita memang betul-betul ingin menyimak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ada dua hal yang sebenarnya bisa dirangkum dari obrolan sehari-hari. Bermakna positif dan negatif. Tentu dua hal tadi hanya sebatas belakangnya. Kita nggak akan sanggup mikirin depannya. Semisal, kepercayaan positif dan negatif, pemikiran positif dan negatif, kebiasaan yang positif dan negatif dan sebagainya. Berapa banyak dari kita akhir-akhir ini diteror rasa khawatir dan resah karena ketimpangan fundamental antara ekspektasi dan realita? Membuat kita selalu memikirkan hal-hal yang bahkan sebelumnya belum tentu akan benar-benar terjadi. Kita memiliki ambisi dan rasa takut. Betul, rasa takut!

Ambil satu kasus misalnya, seorang teman yang sedang merasakan ketidakpastian akan masa depannya dalam masalah percintaan akan mencari informasi sebanyak mungkin dari teman terdekatnya. Ia akan selalu mengambil poin-poin yang dari awal memang sudah diyakininya. Ketika ia menjumpai dikotomi dengan keyakinannya, ia merasa bertemu dengan teman yang salah, berlawanan pendapat yang berujung pada hadirnya ruang batas pertemanan hanya karena berbeda keyakinan.

Kita kurang rasa toleransi dan rasa percaya diri.

Mengapa? Karena kita takut!

Kembali lagi bahwa ternyata manusia adalah makhluk yang inkonsisten. Apalagi remaja, yang secara evolusi biologis terang-terangan sedang berada pada fase transisi dari anak-anak ke usia dewasa. Yang pada umumnya butuh seorang mentor sebagai katalisator pendewasaan pada dirinya.

Kembali meratapi kisah si teman kita tadi, yang sedang dilanda resah karena ketidakpastian pada kisah percintaannya. Ia pun merasa ragu namun juga bercampur rasa takut akan kehilangan orang yang sedang dicintainya. Karena hebatnya ia dalam mencintai seseorang, itulah yang menggerakkan ia sampai sejauh ini. Bertahan dalam ketidakpastian dari calon yang diharapkannya.

Sangat tidak masuk akal! Mengapa ia tidak langsung saja bertanya tentang kesanggupan dari orang yang diharapkannya? Mengapa ia terlalu sabar dalam menghadapi situasi yang tidak menyenangkan ini? Apa karena saking cintanya dia kepada orang yang diharapkannya? Atau hanya sebatas rasa takut kehilangan? Ataukah memang ia menikmati saat-saat bersamanya?

Semua jadi tak masuk akal baginya, karena mengetahui bahwa sikapnya tidak dibalas seindah bayangannya. Yah, mau gimana lagi. Begitulah memang cinta yang hadir di saat yang tidak tepat. Ia akan merasuk ke dalam sukma dan mengoyak jiwa sampai ia tersiksa. Terasa indah pada awalnya, namun tidak selalu berujung indah. Nyatanya, yang dirasakannya adalah dari waktu ke waktu cintanya justru semakin menyiksanya.

Sepertinya ia mulai menyadari kehidupan ini mulai menamparnya dengan halus. Bahwa tidak selalu yang diharapkan sesuai dengan harapan. Meskipun telah mencoba berbagai cara, daya dan upaya, untuk bisa mengejar impian dan harapan. Dirinya terlalu sibuk untuk mengejar ego besar yang diyakini sebagai rasa yang suci, yang diyakininya merupakan anugerah dari Tuhan. Hal ini ia sadari karena seseorang yang dijumpainya, yang selalu ia balas chatnya setiap saat, menunjukkan sikap yang tidak selaras dengan mimpi dan harapannya akan kisah percintaan.

Menurut studi psikologis dan sederetan penelitian ilmiah yang telah dilakukan oleh para ahli dan pakar di bidangnya, terang-terangan disimpulkan bahwa sampai kapanpun logika tidak akan menang melawan emosi. Dirinya pun kini baru menyadari bahwa memang ada ketetapan-ketetapan Tuhan yang tidak bisa dipaksakan. Bahwa kenyataan di dunia ini akan selalu menang. Semua terasa sangat terlambat untuk disadari. Bahwa perjuangan dalam kisah percintaan idealnya haruslah dua arah. Karena, cinta adalah tentang selalu sepakat pada kedua pihak. Kini, ia harus kembali menanti seseorang yang juga sama-sama ingin menjalin kisah percintaan dengannya. Bahwa ia harus persisten dan secara kontinyu terus menerus memelihara rasa agar tidak mudah jatuh ke orang yang tidak mencintainya. Bahwa positif dan negatif juga hanya dirinya yang tahu. Bercerita untuk memilih pendapat mana yang menguatkan emosi awal juga merupakan hal yang kurang tepat. Bahwa empati seseorang diciptakan untuk membuat antar manusia menjadi terkoneksi namun juga sering disalahgunakan sebagai aksi menipu daya karena tidak sesuai dengan apa yang kita percayai bahwa empati yang diberikannya adalah baik. Disini, akan kuulangi.

Kini, ia harus kembali menanti seseorang yang juga sama-sama ingin menjalin kisah percintaan dengannya.

Ikuti tulisan menarik Marsekal Bintang lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

18 jam lalu

Terpopuler