x

Mahasiswa melakukan aksi teatrikal di halaman kantor DPRD Sumatera Barat (Sumbar), di Padang, Rabu, 25 September 2019. Ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di provinsi itu menduduki Kantor DPRD Sumbar sekaligus menyampaikan tuntutan mereka menolak sejumlah RUU yang akan disahkan DPR RI. ANTARA

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 29 September 2019 22:09 WIB

Mahasiswa yang Demo, Rektor yang Tertekan

Para pejabat dan akademisi kampus seyogyanya mengayomi mahasiswa yang tengah berjuang menyuarakan kehendak rakyat. Para pejabat dan akademisi kampus semestinya menjadi penjaga kebebasan akademis yang tangguh menghadapi tekanan dari luar, sekalipun itu dari pemerintah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Di hari sidang paripurna terakhir anggota DPR periode 2014-2019 besok [Senin, 30 September 2019], kabarnya mahasiswa akan kembali berdemonstrasi di depan gedung MPR/DPR. Apakah kegiatan itu akan terlaksana atau tidak, ya kita lihat saja esok hari. Jika mahasiswa tidak turun ke jalan berarti instruksi Menristekdikti M. Nasir berjalan efektif. Kita tahu, menteri menginstruksikan para rektor agar mencegah mahasiswa berdemonstrasi disertai ancaman sanksi bagi rektor, dosen, dan mahasiswa.

Dalam demonstrasi beberapa hari yang lalu, meskipun para pejabat universitas tidak mendukung aksi mahasiswa, namun mereka juga tidak menjatuhkan sanksi kepada mahasiswa yang mengikuti aksi. Namun entah besok, mengingat Menteri Nasir telah meneruskan apa yang ia sebut instruksi dari Presiden Jokowi agar para mahasiswa tidak turun ke jalan. Dan Menteri Nasir menerjemahkannya dalam bentuk larangan yang disertai sanksi kepada insan kampus.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Cara yang ditempuh Menteri Nasir tidak berbeda dengan cara lam yang digunakan oleh pemerintah untuk membungkam gerakan mahasiswa di masa Orde Baru. Setelah pergolakan mahasiswa yang keras pada tahun 1978, hingga pendudukan kampus oleh tentara, kampus dibungkam melalui program NKK/BKK [kependekan dari Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus]. Intinya: mahasiswa hanya boleh kuliah, praktikum, serta mengikuti kegiatan ekstra kurikuler seperti olahraga dan kesenian.

Siapa yang melanggar aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, waktu itu melalui Mendikbud Daoed Joesoef, akan dikenai sanksi. Macam-macam sanksi yang dihadapi mahasiwa, mulai dari peringatan, skorsing, hingga diancam dikeluarkan dari perguruan tinggi. Rektor yang mahasiswanya masih juga bandel juga diperingatkan, bahkan di ITB, rektor yang menjabat waktu itu Prof. Iskandar Alisjahbana dicopot dan posisinya digantikan oleh rektorium yang terdiri atas beberapa orang.

Meskipun banyak pembatasan dan aktivisme mahasiswa mengalami kemunduran oleh bayang-bayang sanksi, baik kepada mahasiswa maupun kepada birokrat kampus, kesadaran politik mahasiswa toh tidak bisa dimatikan. Dalam membungkam insan akademis, langkah Daoed Joesoef memang lebih sistematis dibandingkan dengan langkah M. Nasir yang terlihat grusa-grusu. Barangkali karena doktor lulusan Prancis itu didukung oleh think-tank yang memikirkan strategi meredam gerakan mahasiswa, sedangkan M. Nasir terkesan bergerak sendirian.

Dengan cara ‘main ancam’, Nasir berusaha menakut-nakuti rektor perguruan tinggi, dengan harapan ancaman serupa akan diteruskan ke dosen dan akhirnya ke mahasiswa. Harapannya, nyali mahasiswa untuk kembali berdemonstrasi akan surut. Instruksi Menteri ini menjadi tantangan bagi akademisi dan pejabat kampus, khususnya rektor, apakah mereka akan berusaha keras mempertahankan kebebasan akademik atau menyerah kepada tekanan pemerintah. Insan kampus harus bergandeng tangan melawan tekanan yang memakai cara-cara yang bertentangan dengan tradisi ilmiah.

Para pejabat dan akademisi kampus seyogyanya mengayomi mahasiswa yang tengah berjuang menyuarakan kehendak rakyat. Para pejabat dan akademisi kampus semestinya menjadi penjaga kebebasan akademis yang tangguh menghadapi tekanan dari luar, sekalipun itu dari pemerintah. Mahasiswa turun ke jalan bukan untuk tujuan-tujuan politik praktis, apa lagi merintangi pelantikan presiden terpilih. Mahasiswa hanya ingin mengoreksi praktik demokrasi yang menyimpang dari tujuan mewujudkan bangsa yang bersih dari korupsi dan kesewenangan kekuasaan. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu