Presiden Joko Widodo saat memberikan keterangan pers di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Jumat 27 September 2019. Dalam keterangan persnya presiden mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya mahasiswa di Sulawesi Tenggara & turut berduka atas terjadinya gempa Maluku. TEMPO/Subekti.
Selasa, 1 Oktober 2019 07:27 WIB
Ulah Buzzer Pendukung Jokowi: Berbahaya dan Produk Gagal Demokrasi?
Dibaca : 20.859 kali
Fenomena buzzer alias pendengung tidaklah baru di zaman demokrasi sekaligus era digital. Kehadirannya membikin riuh rendah media sosial, dan amat bising ketika masa kampanye pemilihan presiden lalu.
Berbeda dengan media pers yang menyebarkan informasi yang diverifikasi—setidaknya mengikuti patokan jurnalistik-- para pendenggung menebar kabar, analisa, sesukanya. Tujuannya macam-macam, dari menebarkan citra baik buat tokoh yang didukung hingga merusak reputasi lain. Jelas informasi yang disebar oleh buzzer bisa menyesatkan.
Opini Majalah Tempo edisi terakhir, mengkritik tajam keberadaan buzzer pendukung Presiden Joko Widodo. Berjudul Saatnya Menertibkan Buzzer , penulis opini ini berpendapat: tingkah laku buzzer pendukung Jokowi makin lama makin membahayakan demokrasi di negeri ini.
Soal ambulans DKI hingga KPK
Tulisan itu juga menggambarkan adanya dugaan para buzzer di balik kabar tentang ambulans berlogo pemerintah DKI Jakarta yang berisi batu saat unjuk rasa pelajar sekolah menengah atas pekan lalu.
Buktinya, rekam oleh Drone Emprit, aplikasi pemantau percakapan di dunia maya, cuitan mereka itu lebih cepat beberapa jam dibanding akun resmi TMC Polda Metro Jaya. Sebagian di antaranya mengolok-olok Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang mereka perangi sejak pemilihan Gubernur DKI 2017. Belakangan, polisi menyatakan kabar itu tidak benar.
Begitu pula dalam kasus seleksi calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi dan revisi Undang-Undang KPK. Para pendengung dinilai menyebarkan agitasi bahwa lembaga itu dikuasai kelompok agama garis keras yang mereka sebut Taliban. Mereka menyebut Novel Baswedan, penyidik yang dikenal gigih mengusut pelbagai kasus korupsi jumbo, sebagai antek khilafah.
Produk gagal demokrasi?
Opini Tempo menyatakan bahwa para buzzer ini adalah produk gagal dari era kebebasan berpendapat. “Memanfaatkan kemampuan menulis—sebagian di antara buzzer Jokowi adalah bekas wartawan— dan fanatisme pembacanya, mereka mengemas kabar bohong sedemikian rupa sehingga terlihat benar,” begitu pendapat penulis opini itu.
Di negara demokrasi yang lain, fenomena buzzer juga marak. Boleh jadi pemerintah dan DPR perlu memikirkan regulasi mengenai hal ini, tanpa mengurangi kebebasan berpendapat. Aturan mainnya perlu dikaji. Setidaknya, pemakai jasa buzzer bisa dipersolkan, apalagi jika ia seorang pejabat atau tokoh politik. Pengerahan buzzer jelas tidak fair dalam demokrasi. ***
Artikel lain:Dianggap Merusak Demokrasi, Begini Trik-trik Para Buzzer
Suka dengan apa yang Anda baca?
Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.
11 jam lalu

Lumbung Padi di Merauke: Hutan Terbabat dan Ekosistem Rusak
Dibaca : 56 kali
19 jam lalu

Film Habibie dan Ainun 3 Siap Tayang, Ainun Diperankan Maudy Ayunda
Dibaca : 92 kali
15 jam lalu

Tak Mau Kalah, Film Horor "Jeritan Malam" Dibintangi Cinta Laura Hadirkan Suasana Segar
Dibaca : 75 kali
15 jam lalu

Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban Warga Negara
Dibaca : 54 kali
2 hari lalu

Pelaku Pembunuh Jamaluddin Terdeteksi, Sang Hakim Rupanya Tangani Gugatan atas Jokowi
Dibaca : 24.984 kali
1 hari lalu

Fakta Baru Mayat Kaku: Hakim Jamaluddin Dibunuh Dini Hari, Isteri & Rekan Korban Berbohong?
Dibaca : 20.794 kali
Sabtu, 30 November 2019 18:07 WIB

Ditemukan di Jurang Sawit, Hakim Jamaluddin Diduga Dibunuh: Ini Kasus yang Ditangani
Dibaca : 17.536 kali
2 hari lalu
Masih Ngotot Adukan Gus Muwafid, Kenapa Tokoh FPI Tak Cermati 3 Hal Penting Ini?
Dibaca : 7.850 kali
Sabtu, 30 November 2019 05:32 WIB
