Polemik mengenai keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi masih terjadi. Kalangan pro KPK dan para mahasiwa masih berharap agar Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan perpu untuk membatalkan revisi UU KPK.
Peraturan pemerintah pengganti undang-undang itu diharapkan bisa mengembalikan lagi wewenang KPK yang telah dikebiri lewat revisi undang-undang tersebut. Sebaliknya kalangan partai penyokong Jokowi bersikeras untuk menolak rencana penerbitan perpu itu.
Di tengah polemik itulah muncul pendapat anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Agum Gumelar, yang membandingkan KPK dengan operasi penembakan misterius di era Orde Baru. Nah, analogi ini dianggap meleset jauh.
Jangan seperti Petrus
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Agum Gumelar, mengatakan Indonesia masih butuh KPK. Namun di sisi lain KPK harus dijaga agar tidak menjadi seperti operasi penembakan misterius (petrus) di era Orde Baru.
"Petrus, orang yang di-dor (ditembak) data kejahatan dan track record-nya jelas. Tapi lama-lama petrus disalahgunakan (untuk) persaingan bisnis, (atas dasar) ketidaksukaan. Nah, kita cegah jangan demikian di KPK," kata Agum usai menghadiri acara peluncuran buku Indonesia Emas Yang Maju, Berdaya Saing, Adil, dan Sejahtera, di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu, 2 Oktober 2019.
Agum menuturkan Indonesia amat membutuhkan KPK. Tapi, kata dia, yang dibutuhkan adalah lembaga antirasuah yang kredibel dan tidak terkontaminasi kepentingan politik. "Kita butuh KPK yang betul-betul kredibel, bukan KPK yang menurut berita, sudah terkontaminasi kepentingan politik," kata Agum lagi.
Analog sesat
Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch atau ICW Donal Fariz mengatakan pernyataan Agum Gumelar yang mengkhawatirkan KPK menjadi seperti Operasi Petrus adalah analogi yang sesat.
Menurut dia, KPK merupakan lembaga penegak hukum yang prosesnya terbuka dan diuji di pengadilan. Dakwaan, saksi , barang bukti, bahkan rekaman pembicaraan hasil penyidikan KPK dapat dibuka dalam persidangan. Sementara, Petrus (Penembakan Misterius) terhadap para bromocorah pada 1982 bukanlah proses hukum.
Dalam Operasi Petrus pembasmian pelaku kriminal dilakukan tanpa prosedur hukum, bahkan termasuk kejahatan HAM. "Jadi tidak aple to aple perbandingannya (KPK dengan Petrus),” kata Donal, 2 Oktober 2019.
Menanti lagi Sikap Presiden
Di tengah polemik mengenai KPK yang tidak ada ujungnya itu, sebaiknya Presiden Jokowi bersikap tegas. Pendapat yang menyatakan KPK ditunggangi kepentingan politik jelas keliru besar. Selama ini KPK amat profesional dalam membongkar korupsi. Justru profesionalitas dan keberanian KPK inilah yang ditakuti kalangan elite politik. ***
Baca juga:
Rencana Perpu KPK, Jokowi Punya Kartu Sakti Bila Partai Menolak
Ikuti tulisan menarik Y. Suprayogi lainnya di sini.