x

Sepak bola Indonesia bukan hamya milik 96 suara

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 8 Oktober 2019 09:55 WIB

Sepak Bola Memang Milik FIFA, Namun PSSI Bukan Hanya Milik 96 Suara

Amandemen pasal 23 Bab IV Statuta PSSI, kunci sepwk bola nasional bangkit

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mengapa orang-orang lama tak rela meninggalkan organisasi PSSI dan bahkan berupaya memperkokoh dan memperkuat barisan mereka untuk tetap duduk di dalamnya?

Ada bakal calon wakil ketua umum yang dengan tegas mengingatkan pada publik sepak bola nasional bahwa sepak bola milik FIFA. Tidak usah diingatkan, publik juga tahu. Bahwa sejak berdiri, organisasi sepak bola dunia ini memang tidak dapat disentuh oleh negara. Organisasi sepak bola suatu negara di belahan dunia, tak dapat mencampuri urusan FIFA dan federasi sepak bola di negara bersangkutan.

Seperti negara lain, sepak bola nasional juga sempat merasakan dihukum FIFA karena pemerintah Indonesia melalui Kemenpora ikut mencampuri urusan sepak bola.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, sehebat-hebatnya FIFA, sesuai statutanya, para anggotanya justru dapat mengamandemen statuta sesuai kebutuhan FIFA. Begitupun statuta di negara-negara anggota FIFA, para anggotanya juga dapat mengamandemen statuta masing-masing termasuk statuta PSSI.

Satu di antara masalah terbesar yang terus menggerogoti PSSI, adalah karena sepak bola nasional hanya dikuasai oleh kelompok itu-itu saja. Pengurus PSSI di pilih oleh voter (pemilik suara). Sepanjang sejarah PSSI, sudah bukan rahasia lagi bahwa politik uang terus terjadi antara voter dan para calon pengurus karena saling menguntungkan.

Lalu, mereka terus mempertahankan diri hingga tahun 2018, melalui pasal 23 Bab IV PSSI yang menyoal bahwa Delegasi dan Hak Suara yang hanya terdiri 96 pemilik suara.

Dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang menjadi pecinta sepak bola nasional dan terus menghidupi sepak bola nasional karena masuknya sponsor karena mereka, maka 96 suara yang selalu menentukan arah organisasi PSSI sudah tidak relevan lagi.

Para pemilih masih tetap terdiri dari 18 delegasi Liga 1, 18 delgasi Liga 2, 16 delegasi Liga 3, 8 delegasi Liga 4, 34 delegasi perwakilan Asosiasi Privinsi, dan masing-masing 1 delegasi perwakilan futsal, wasit, pelatih, dan sepak bola nasional.

Dari isi pasal menyangkut voter PSSI yang memiliki hak suara relevan hanya Klub Liga 1 yang memang berjumlah 18 dan semuanya diberikan kewenangan memiliki hak suara.

Klub Liga 2 yang kini masih bergulir berjumlah 21 tim, namun yang memiliki hak hanya 16, padahal sama-sama berjuang di Liga 2. Lalu Klub Liga 3 berjumlah ratusan, namun hanya 16 perwakilan pula yang memiliki hak suara.

Berikutnya, Klub Liga 4, juga lebih banyak dari Klub Liga 3, juga hanya diwakili oleh 8 suara. Lebih miris, perwakilan Futsal yang juga memiliki cabang daerah dan memiliki klub profesional, justru hanya ada 1 suara.

Wasit juga 1 suara, pelatih yang jumlahnya ribuan juga hanya 1 suara dan sepakj bola wanita juga 1 suara.

Maju dan mundurnya sepak bola nasional, ditentukan oleh pengurus PSSI dan dukungan publik pecinta sepak bola nasional. Bila para pemilik suara dalam statuta tak diubah sesuai kebutuhan, maka sepak bola nasional memang akan terus menjadi "bancakan" mereka yang rakus seperti para elite politik kita.

Di mana wakil suporter, wakil pengamat, dan stakeholder terkait? Padahal mereka yang selalu menjadi pendukung utama sepak bola nasional . Merekalah yang berperan serta menentukan langkah maju PSSI.

Jangankan pihak di luar sepak bola, anggota PSSI selain Klub Liga 1 saja, haknya dikebiri tak sesuai jumlahnya. Meski para anggota yang tidak diberikan hak suara itu juga sama-sama membayar iuran sebagai anggota PSSI.

Sulit berharap ada revolusi, untuk pengurus baru mendatang, karena 96 suara yang sudah ditentukan, tentu sudah bemain sandiwara ala mafia sejak sekarang. Siapa yang membayar siapa, lalu siapa pemenangnya, karena PSSI yang mewakili rakyat Indonesia tetap hanya milik 96 suara.

Siapa yang dapat.diharapkan mendobrak lahirnya amandemen statuta PSSI khusus pasal 23 ini?

Sadarlah publik sepak bola nasional, pasal 23 Bab IV Statuta PSSI adalah bian keladi mengapa sepak bola nasional terus terpuruk dan hanya menjadi sarang mafia. Mau bagaiamana?

Bila revisi UU KPK oleh DPR justru melemahkan KPK dan demi menyelamatkan para koruptor. Sebaliknya, pasal 23 Bab IV Statuta PSSI 2018 bila tak diamandemen, akan terus menguntungkan orang lama dan mafia.

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

47 menit lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB