Sejak tahun lalu, pemerintah telah mengeluarkan setidaknya, dua edaran mengenai larangan bagi pegawai negeri sipil atau aparatur sipil negara, terutama berkaitan dengan aktivitas di media sosial. Larangan itu menyangkut penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian.
Salah satu bentuk aturan itu dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Negara pada Mei 2018. Sejumlah poin dalam aturan ini cukup kontroversial karena menciptakan norma baru yang tidak diatur dalam undang-undang. Aturan itu juga berpotensi disalahgunakan untuk menindak pegawai negeri secara serampangan.
Mari kita telaah edaran yang dikeluarkan baik oleh Kepala BKN maupun Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada 2018.
Edaran Kepala BKN
Inti edaran Kepala BKN itu telah disarikan dan diumumkan lewat rilis lembaga ini pada 18 Mei 2018. Isi larangan itu sebagai berikut:
- Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, Undang‐Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;
- Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang mengandung ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antargolongan;
- Menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian (pada poin 1 dan 2) melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost instagram dan sejenisnya);
- Mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang‐Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;
- Mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang‐Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;
- Menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana pada poin 1 dan 2 dengan memberikan likes,dislike, love, retweet, atau commentdi media sosial.
- ASN yang terbukti melakukan pelanggaran pada poin 1 sampai 4 dijatuhi hukuman disiplin berat dan ASN yang melakukan pelanggaran pada poin 5 dan 6 dijatuhi hukuman disiplin sedang atau Penjatuhan hukuman disiplin itu dilakukan dengan mempertimbangkan latar belakang dan dampak perbuatanyang dilakukan oleh ASN tersebut.
Jadi ada PNS mengritik konsep NKRI atau UUD 1945, misalnya, bisa saja kena hukuman berat , termasuk dipecat. Padahal, UUD 1945 sekarang justru dibicarakan publik karena mau diamandemen. Bagaimana jika, misalnya, PNS itu seorang ahli politik LIPI, yang sehari-hari memang berkomentar soal politik, termasuk NKRI dan UUD 45?
Yang rada aneh pula, aturan yang dimuat dalam siaran pers itu ternyata mendahului Surat Edaran Kepala BKN tertanggal 31 Mei 2018 yang dikirim ke semua instansi. Intinya sama, hanya bentuknya berupa surat edaran yang resmi, lengkap dengan nomornya.
Masalah Bentuk dan Isi Aturan
Surat edaran Kepala BKN itu seharusnya tetap mengacu pada Undang-undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Di situ sudah dimuat soal asas, prinsip, dan nilai dasar bagi PNS. Soal nilai dasar, misalnya, UU tersebut mencantumkan perlunya setia dan mempertahankan ideologi Pancasila, UUD 1945, serta pemerintahan yang sah. Di situ tidak ada Bhineka Tunggal Ika dan NKRI seperti yang dimuat dalam surat edaran. Masalah ini terlihat sepele, tapi jelas penting.
Surat edaran tersebut semestinya juga merujuk pada Peraturan Pemerintah No.42/2004 tentang Kode Etik PNS dan PP No. 2010 tentang Disiplin PNS, yang masih berlaku. Yang terjadi dengan adanya surat edaran itu terlihat seperti membikin norma baru yang tidak ada dalam kedua PP ini, apalagi UU ASN. Tapi, jenis hukumannya mengacu pada Peraturan Pemerintah tentang Disiplin PNS.
Pembuatan aturan seperti itu, apalagi cuma dengan surat edaran, sungguh lemah kedudukan hukumnya. Contohnya poin mengenai “memberikan likes,dislike, love, retweet, atau comment di media sosial” terhadap ujaran kebencian terhadap empat pilar (Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI) serta ujaran berbau SARA. Aturan ini merupakan norma baru atau tafsiran yang terlalu jauh terhadap PP Kode Etik PNS maupun PP Disiplin PNS.
Duplikasi aturan
Yang menarik, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara an Reformasi Birokrasi pada waktu yang hampir bersamaan juga mengeluarkan Surat Edaran No. 137/2018 tentang Penyebarluasan Informasi melalui Media Sosial bagi ASN tertanggal 21 Mei 2018.
Surat edaran ini tidak membuat norma baru, lebih merupakan himbauan, dan pelanggaran ASN yang mungkin terjadi dalam beraktivtitas di media sosial diproses dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ada. Ini berarti merujuk pada UU ASN dan PP Disiplin PNS serta PP Kode Etik PNS. Dari segi tata perundang-undangan, surat edaran Menteri PAN lebih tepat.
Duplikasi aturan seperti itu seharusnya tidak perlu terjadi jika ada koordinasi yang bagus antara BKN dan Menteri PANRB. Semestinya pula yang paling berkepentingan mengurusi hal ini adalah Komisi Aparatur Sipil Negara. Sesuai undang-undang, Komisi ini berwewenang mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN. ***
Baca juga:
Revisi UUD’45 Menyeluruh: Kita Mau Menuju Reformasi II atau Orde Baru II, Sih?
Kabinet Baru Jokowi: Penyebab Manuver SBY Kalah Lincah Dibanding Prabowo
Ikuti tulisan menarik Andi Pujipurnomo lainnya di sini.