Kisah orang-orang yang menyakini kiamat segera tiba ini menarik. Tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga Belanda. Latar belakang keyakinan atau agama mereka jelas berbeda, reaksinya juga beda. Hanya, perilaku mereka tentu sama-sama dianggap kurang wajar bagi masyarakat umum.
Di Ponorogo, Jawa Timur, kasus itu pernah muncul beberapa bulan lalu. Sebanyak 52 orang menjual harta benda mereka dan diam-diam pergi ke Malang karena percaya langkah itu akan menyelamatkan mereka dari kiamat.
Di Belanda hal serupa terjadi dan baru terungkap sekarang. Bedanya, sosok yang meyakini hal itu cuma satu, yakni Josef B, yang menyekap anak-anaknya selama 9 tahun untuk menanti kiamat.
Sembunyi menunggu kiamat
Kepolisian Belanda menahan seorang pria 58 tahun bernama Josef B di wilayah Drenthe, pada 15 Oktober 2019. Seperti dilaporkan BBC Indonesia, ia dituduh menyekap anggota keluarga secara sengaja selama 9 tahun. Lelaki ini akan diadili karena merampas kebebasan dan membahayakan kesehatan anak-anaknya.
Kasus ini terkuak saat Jan Zon van Dorsten, putra sulung Josef, memesan bir di sebuah bar di Desa Ruinerwold. Lelaki ini bercerita bahwa ia baru melarikan diri dan perlu pertolongan polisi.
"Dia berambut panjang, janggut kotor, mengenakan pakaian usang, dan tampak bingung. Dia berkata dirinya tidak pernah sekolah dan tidak pernah ke tempat pangkas rambut selama sembilan tahun," kata pemilik bar itu, Chris Westerbeek, kepada RTV Drenthe.
Polisi lalu menyambangi rumah yang dimaksud Jan dan menemukan lima adik-adiknya. Saat itulah, polisi kemudian menangkap Josef B. yang berkewarganegaraan Austria, ayah mereka. Keenam anak-anak itu disekap dalam sebuah ruangan kecil di rumah. Televisi lokal mewartakan keluarga itu kemungkinan penganut aliran kepercayaan apokaliptik “akhir zaman” yang menunggu hari kiamat.
Hijrah ke Malang
Di Indonesia, kasus serupa juga terjadi pada Maret lalu. Seperti dilaporkan oleh BBC Indomesia, sebanyak 52 orang warga Ponorogo, Jawa Timur 'hijrah' ke Malang karena diduga takut kiamat. Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni membenarkan hal itu. Mereka mayoritas bekerja sebagai petani dan menjadi anggota jamaah Thoriqoh Musa yang dipimpin oleh Khotimun.
Menurut Ipong, mereka meninggalkan desa secara bertahap dalam waktu dua minggu belakangan. Sebagian orang-orang tersebut, kata Ipong, mengatakan kepada tetangganya bahwa mereka hendak "mondok" sebuah pesantren di Kabupaten Malang, untuk mengikuti guru mereka, Khotimun.
Beberapa warga lainnya, kata Ipong, pergi tanpa pamit saat subuh, dengan menggunakan angkutan umum atau kendaraan pribadi. Sebelum pergi, empat keluarga menjual harta benda mereka seperti rumah dan tanah.
"Mereka ini menjadi masalah ketika ada yang menjual-jual harta dan konon katanya untuk menyelamatkan diri dari kiamat yang akan datang. Itu kan nggak masuk akal, masa ada kiamat lokal?" kata kata Ipong kepada wartawan BBC News Indonesia, Maret lalu. ****
Baca juga: Info Terbaru Rekrutmen CPNS 2019: Inilah Formasi, Tahapan dan Cara Mendaftar
Ikuti tulisan menarik Dian Novitasari lainnya di sini.